Saat Relawan Berebut Jabatan

Kamis, 26 Maret 2015 - 17:06 WIB
Saat Relawan Berebut...
Saat Relawan Berebut Jabatan
A A A
JAKARTA - Refly Harun tengah melakoni hidup baru. Pengamat Hukum Tata Negara itu kini menyandang dua jabatan mentereng. Awal Januari silam, Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengangkatnya sebagai Staf Ahli Hukum Tata Negara. Rabu pekan lalu, jabatan lain kembali dia emban: Komisaris Utama PT Jasa Marga, perusahaan jalan tol pelat merah.

Jabatan-jabatan anyar Refly tersebut, utamanya komisaris, tak ayal dikaitkan dengan tren masuknya relawan Jokowi ke sejumlah posisi komisaris di Badan Usaha Milik Negara. Meski bukan bagian dari tim sukses atau relawan yang memenangkan pasangan Joko Widodo Jusuf Kalla dalam Pemilu Presiden 2014, Refly pernah tampil membela Jokowi dalam sidang sengketa hasil Pemilu Presiden di Mahkamah Konstitusi sebagai saksi ahli. Tak heran jika banyak orang menganggap ini balas jasa Jokowi kepada Refly.

Tapi, dia tak mau ambil pusing dengan anggapan itu. Dia mengaku tak pernah mengemis jabatan apa pun, termasuk untuk menjadi Komisaris Utama di Jasa Marga. Rapat Umum Pemegang Saham perusahaan, kata Refly, justru yang meminta dia duduk di sana. Jujur, saya diminta, bukan meminta, kata Refly ketika ditemui SINDO Weekly, Selasa pekan ini. Perusahaan, lanjut Refly, menghadapi banyak persoalan hukum, terutama terkait pembebasan lahan. Itulah kenapa perusahaan memilihnya.

Sepekan terakhir, pendukung Jokowi ramai-ramai mendapatkan jatah posisi komisaris di BUMN. Pendukung di sini bisa berasal dari partai penyokong, tim sukses resmi, tim sukses bayangan, atau kelompok-kelompok relawan yang jumlahnya tak terhitung.

Salah satu nama pendukung itu adalah Diaz Hendropriyono. Akhir tahun lalu, putra eks Kepala Badan Intelijen Negara, Abdullah Makhmud Hendropriyono, itu diangkat sebagai Komisaris PT Telkomsel, anak perusahaan PT Telkom, salah satu BUMN paling tajir. Saat kampanye tahun lalu, Diaz menjadi bagian penting kemenangan Jokowi. Dia bos Kawan Jokowi, salah satu kelompok relawan yang memobilisasi artis dan publik figur. Dia juga mengomandani relawan Seknas Jokowi dan Jasmev, ujung tombak tim kampanye Jokowi di dunia maya.

Nama-nama lainnya adalah Cahaya Dwi Rembulan Sinaga yang duduk sebagai Komisaris Bank Mandiri. Cahaya adalah kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang aktif di Pokja Pendidikan Tim Transisi Jokowi-JK. Lalu, Panatiari Siahaan. Mantan anggota DPR dari Fraksi PDIP ini baru saja diangkat sebagai Komisari Bank Negara Indonesia. Sonny Keraf, kader PDIP yang juga mantan Menteri Lingkungan Hidup, mendapatkan jatah komisaris Bank Rakyat Indonesia.

Daftarnya semakin panjang dengan Hironimus Hilapok, bekas anggota Pokja Tim Transisi Jokowi-JK, yang ditunjuk menjadi Komisaris PT Adhi Karya. Nama lain yang tak boleh dilewatkan adalah Sukardi Rinakit yang kini menduduki kursi Komisaris Utama Bank Tabungan Negara. Peneliti Soegeng Sarjadi Syndicate itu dikenal sebagai orang dekat PDIP dan konsultan politik Jokowi.

Itu baru nama-nama yang memang terdeteksi aktif mendukung Jokowi saat kampanye. Nama-nama lain, seperti Rizal Ramli (Komisaris Utama BNI), Hendri Saparini (Komisaris Utama PT Telkom), Goei Siauw Hong (Komisaris Bank Mandiri), dan juga Refly, dianggap ikut berperan dalam kemenangan Jokowi, setidaknya di balik layar. Goei Siauw Hong, pengamat perbankan dan pasar modal, misalnya, disebut-sebut dekat dengan Luhut Panjaitan, Kepala Staf Presiden.

Saya tak mau memperpanjang polemik rebutan komisaris. Yang jelas saya profesional dan mengerti bank. Bahkan, Direktur Utama HSBC, Citibank, dan Bank Permata itu murid saya. Jadi penunjukkan saya mestinya enggak bermasalah, kata Goei kepada SINDO Weekly.

Sumber SINDO Weekly mengatakan ada sekitar 600 posisi di 138 BUMN berikut anak-cucu perusahaan yang ditawarkan Menteri BUMN Rini Soemarno kepada para relawan. Karena, sesuai undang-undang, tidak mungkin relawan dan politikus masuk menjadi direksi, maka komisaris menjadi posisi yang paling mungkin diperebutkan relawan. Nah, kabarnya, ratusan relawan pun berbondong-bondong mengirimkan daftar riwayat hidup plus makalah kepada tim yang dibentuk Menteri Rini.

Rini kan enggak kenal semua orang. Jadi, sah-sah saja kami mendaftarkan diri, kata Beathor Surjadi, relawan Jokowi dari Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem).

Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu Arief Poyuono menanggapi sinis masuknya relawan Jokowi secara berjamaah ke BUMN. Dia mengistilahkan para relawan dan tim sukses itu ibarat penagih utang (debt collector) yang mengepung Presiden Jokowi. Mereka cuma cari hidup. Ini balas jasa kepada relawan dan pendukung, katanya.

Bekas Sekretaris BUMN Said Didu mengatakan fenomena seperti itu selalu terjadi pada setiap rezim. Pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kata Said, tim sukses dan partai pendukung Yudhoyono sampai mengajukan 400-an nama calon komisaris. Di antara sekian banyak nama itu, hanya 50-an orang yang punya kompetensi korporasi, katanya ketika dihubungi SINDO Weekly.

Menjadi komisaris memang menggiurkan. Beban kerja yang tidak terlalu berat bisa diganjar penghasilan separuh gaji direksi. Gaji komisaris di perbankan, menurut Said, 50 persen dari gaji direktur utama. Gaji direktur utama bank pelat merah saat ini di atas Rp200 jutaan. Itu baru gaji reguler, alias belum ditambah tetek bengek fasilitas, berupa bonus akhir tahun, mobil, dan rumah.

Pintu masuk kumparan kekuasaan tak hanya ada di BUMN. Meski tak sementereng komisaris BUMN atau menteri kabinet, posisi staf ahli dan staf khusus menteri juga diminati. Sejumlah pendukung dan tim sukses Jokowi sudah lebih dulu mengisi sejumlah posisi ini.

Sebut saja nama Teten Masduki, yang saat kampanye lalu terdaftar resmi sebagai anggota Tim Sukses Jokowi-JK. Mantan Koordinator Indonesia Corruption Watch itu kini menjadi Staf Khusus Sekretaris Kabinet. Dia dipilih Sekretaris Kabinet Andi Widjojanto bersama Alexander Lay, bekas anggota Tim Hukum Jokowi-JK, dan Jaleswari Pramodhawardhani, bekas anggota Tim 11 Ketua Umum PDIP Megawati Sukarnoputri. Menteri Sekretaris Negara Pratikno juga mengangkat eks tim sukses sebagai staf ahli, yaitu Ari Dwipayana. Saat kampanye lalu, dosen Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, itu bertugas menyusun naskah pidato Jokowi.

Di tengah nama-nama itu, menyempil nama politikus Partai Golkar, Indra Jaya Piliang. Indra diangkat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Yuddy Chrisnandi, sebagai Ketua Tim Ahli Menteri. Indra mengatakan Menteri Yuddy sendiri yang memintanya mengisi posisi itu. Setelah pelantikan, Pak Yuddy bilang ada posisi lowong sebagai Ketua Tim Ahli, kata Indra yang mengaku tak langsung menerima tawaran itu karena masih harus mengurusi sengketa di partainya.

Indra mengatakan gaji dan fasilitas bukan alasan dia menerima pekerjaan itu. Keahliannya di bidang politik, menurutnya, sangat pas dengan tugas yang ditawarkan. Terlebih, berbeda dengan kemewahan seorang komisaris BUMN, sebagai Ketua Tim Ahli, Indra mengaku hanya digaji Rp5 juta per bulan plus honor Rp250 ribu setiap kali rapat. Saya juga dapat mobil dinas tapi bensin dari kantong sendiri, katanya.

Relawan Menggeruduk Kantor Luhut

Selain itu, yang menjadi incaran relawan dan anggota tim sukses adalah posisi yang tersedia di Kantor Staf Presiden. Unit baru ini setidaknya menyediakan 60-an posisi. Selain lima deputi di bawah Luhut Panjaitan, setiap deputi diberi wewenang untuk mengangkat setidaknya sepuluh staf.

Lima posisi deputi sudah dipilih Luhut dan tinggal menunggu keputusan Presiden. Tiga di antara para deputi itu adalah bekas tim sukses Jokowi, yaitu Darmawan Prasodjo, politikus PDIP dan anggota tim ahli bidang migas Jokowi-JK; Purbaya Yudhi Sadewa, yang aktif membantu kampanye Jokowi melalui tim Bravo Lima; dan Eko Sulistyo, koordinator salah satu kelompok relawan.

Kabar santer beredar, sejumlah relawan rajin menggeruduk kantor Luhut di Bina Graha. Mereka menanti limpahan posisi-posisi staf yang masih kosong. Di antara mereka adalah nama-nama tenar pentolan relawan dan pendukung Jokowi, seperti Fadjroel Rachman, Boni Hargens, dan Budi Arie Setiadi. Ketika dihubungi SINDO Weekly, Boni membantah kabar itu. Buset deh. Saya hanya satu kali ke kantor Luhut. Itu pun diundang untuk membicarakan persoalan KPK dan Polri, katanya.
(kur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0937 seconds (0.1#10.140)