Riset dan Teknologi demi Kuantitas Air Baku

Minggu, 22 Maret 2015 - 10:10 WIB
Riset dan Teknologi demi Kuantitas Air Baku
Riset dan Teknologi demi Kuantitas Air Baku
A A A
Untuk mencapai berbagai target pembangunan berkelanjutan, Indonesia harus mampu memenuhi target ideal kuantitas air baku, baik untuk kebutuhan domestik (rumah tangga) ataupun nondomestik.

Menurut Kepala Bidang Teknologi Pengendalian Pencemaran Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Rudi Nugroho, ada beberapa upaya terobosan untuk memperbarui atau menambah volume air layak konsumsi. Di antaranya membuat reservoir yang sumber airnya berasal dari sungai tidak tercemar sehingga dapat menjadi sumber air permukaan pada saat musim kering.

Kelebihannya, air limpasan yang tidak tertampung di dalam reservoir sebagian akan diresapkan ke dalam resapan buatan seperti sumur resapan, waduk resapan, dan parit resapan. Sementara itu, air limpasan yang tidak meresap kembali lagi ke sungai. Upaya lain adalah dengan menerapkan teknologi untuk meningkatkan kualitas air yang saat ini tercemar menjadi air yang layak untuk konsumsi.

Sebagai contoh, BPPT telah mengembangkan teknologi biofiltrasi untuk meningkatkan kualitas air baku PDAM. Biofiltrasi ini merupakan satu sistem biologi pengolahan air yang tercemar dengan menggunakan tangki penampung berisi media filter. Permukaan media filter ini ditumbuhi mikroorganisme yang berperan menguraikan polutan yang ada dalam air.

Dengan demikian, kualitas air baku yang sudah melalui biofiltrasi meningkat. Salah satu aplikasinya adalah di instalasi PDAM Jakarta Taman Kota. ”Dengan penerapan teknologi ini, pasokan air layak konsumsi khususnya untuk wilayah Jakarta Barat dapat meningkat 50 hingga 100 liter per detik,” papar Rudi.

Kepala Pusat Limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Tri Widiyanto mengingatkan soal kegiatan menanam air. Kegiatan menanam air adalah memasukkan air ke dalam tanah, memberikan air permukaan agar bisa diresap di tanah, kemudian akan dikeluarkan kembali dari tanah. ”Itu merupakan salah satu cara agar bisa mengendalikan air. Pada saat hujan tidak banjir dan tidak kekeringan pada saat kemarau,” terangnya.

Deputi III Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Arief Yuwono menambahkan, upaya pengendalian air memerlukan perbaikan daerah serapan air kemudian membangun biopori.

Pengelolaan Curah Hujan

Di Indonesia, sektor pertanian masih merupakan sektor yang dominan dalam penggunaan air, disusul sektor perikanan, rumah tangga, industri, sumber pembangkit listrik dan kebutuhan lainnya.

Agar berbagai kebutuhan tersebut maksimal mendapat pasokan air, ketersediaan air perlu benar-benar dijaga. Salah satu caranya dengan mengoptimalkan curah hujan yang tersedia untuk ditampung di waduk atau tempat konservasi air lainnya.

Pengamat hidrologi dari Universitas Indonesia Ahmad Munir mengatakan total kebutuhan air di Indonesia pada 2004 berkisar 27 juta m3 per tahun dan untuk 2014 berkisar 101 juta m3 per tahun. Dengan asumsi kebutuhan air yang sama untuk periode 2015- 2019, diperlukan bangunan-bangunan penampung air, terutama untuk keperluan irigasi pertanian.

Negara, lanjut dia, baru mampu menyediakan sekitar 9% melalui perusahaan air minumnya. Sisanya masih harus dipenuhi sendiri oleh masyarakat atau swasta.

Hermansah/ Robi ardianto
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1683 seconds (0.1#10.140)