DPR Curiga Ada Agenda Tersembunyi di Balik Isu ISIS
A
A
A
JAKARTA - Komisi I DPR menduga terdapat hidden agenda atau agenda tersembunyi pemerintah dibalik merebaknya isu ISIS (Negara Islam Irak Syam) di dalam negeri.
Sehingga, isu ISIS ini sengaja dibesar-besarkan untuk menakuti masyarakat, dan menggiring opini bahwa ISIS berbahaya.
"Upaya mem-booming isu ISIS sedemikian rupa, untuk menciptakan opini bahwa ini perlu agenda khusus, perlu kebijakan khusus, anggaran khusus, ini yang tidak boleh," kata Ketua Komisi I, Mahfudz Siddiq kepada wartawan di Jakarta, Jumat 20 Maret 2015.
Mahfudz menjelaskan, yang menjadi pertanyaan banyak orang yakni kenapa isu terorisme tidak pernah selesai di negeri ini? Ternyata banyak orang mulai curiga, jangan-jangan sebagian memang dilakukan penegak hukum, atau sebagian memang dibiarkan agar tetap punya musuh dan tetap punya kerjaan.
Dia pun mencontohkan dua lembaga penanggulangan terorisme seperti Badan Nasional Penanggulan Teroris (BNPT) dan Densus 88. BNPT merupakan perumus kebijakan, dan melakukan koordinasai penanggulangan terorisme.
"Mereka perlu mengefektifkan fungsi koordinasi sampai adanya strategi nasional dalam penanggulangan ini, apa target dan time frame-nya," ucapnya.
"Misalnya Densus 88 sampai kiamat densus tetap ada, begitu juga BNPT. Kan mestinya kita punya target. Kalau terorisme selesai 10 tahun, keberadaan Densus, BNPT ditergetkan 10 tahun, kalau tidak, anda gagal dan harus dibubarkan," jelasnya.
Menurut Mahfuz, yang diuntungkan dari konflik ISIS ini adalah orang yang punya bisnis dan memproduksi senjata. Dan negara yang paling diuntungkan adalah Israel karena dengan leluasa.
Kemudian yang dirugikan adalah Indonesia yang mana sibuk menari, dan jungkir balik di atas gendang orang lain. "Menurut saya, kalau masyarakat sudah paham apa dan bagaimana, maka semua kita akan bisa lebih proporsional menyikapi," terang Wasekjen DPP PKS itu.
Adapun antisipasi masyarakat terhadap ISIS, Mahfudz mengatakan, perlu penyadaran dan pemahaman di kalangan masyarakat mengenai ISIS. Kemudian, memperkuat dan perketat pintu ke luar negeri, dan orang yang ke luar negeri lewat bandara, dan pelabuhan pun semestinya membawa paspor.
"Ketika masih ada yang lolos, perlu dipertanyakan kenapa tidak bisa diindenfitikasi, apalagi paspor sudah elektronik," tuturnya.
"Ini sengaja dibikin besar-besar untuk menakutnakuti masyarakat, tapi juga untuk meutup kelemahan pemerintah sendiri. Lagi-lagi orang digiring untuk berikan dukungan, ya untuk berikan tambahan anggaran," tandasnya.
Sehingga, isu ISIS ini sengaja dibesar-besarkan untuk menakuti masyarakat, dan menggiring opini bahwa ISIS berbahaya.
"Upaya mem-booming isu ISIS sedemikian rupa, untuk menciptakan opini bahwa ini perlu agenda khusus, perlu kebijakan khusus, anggaran khusus, ini yang tidak boleh," kata Ketua Komisi I, Mahfudz Siddiq kepada wartawan di Jakarta, Jumat 20 Maret 2015.
Mahfudz menjelaskan, yang menjadi pertanyaan banyak orang yakni kenapa isu terorisme tidak pernah selesai di negeri ini? Ternyata banyak orang mulai curiga, jangan-jangan sebagian memang dilakukan penegak hukum, atau sebagian memang dibiarkan agar tetap punya musuh dan tetap punya kerjaan.
Dia pun mencontohkan dua lembaga penanggulangan terorisme seperti Badan Nasional Penanggulan Teroris (BNPT) dan Densus 88. BNPT merupakan perumus kebijakan, dan melakukan koordinasai penanggulangan terorisme.
"Mereka perlu mengefektifkan fungsi koordinasi sampai adanya strategi nasional dalam penanggulangan ini, apa target dan time frame-nya," ucapnya.
"Misalnya Densus 88 sampai kiamat densus tetap ada, begitu juga BNPT. Kan mestinya kita punya target. Kalau terorisme selesai 10 tahun, keberadaan Densus, BNPT ditergetkan 10 tahun, kalau tidak, anda gagal dan harus dibubarkan," jelasnya.
Menurut Mahfuz, yang diuntungkan dari konflik ISIS ini adalah orang yang punya bisnis dan memproduksi senjata. Dan negara yang paling diuntungkan adalah Israel karena dengan leluasa.
Kemudian yang dirugikan adalah Indonesia yang mana sibuk menari, dan jungkir balik di atas gendang orang lain. "Menurut saya, kalau masyarakat sudah paham apa dan bagaimana, maka semua kita akan bisa lebih proporsional menyikapi," terang Wasekjen DPP PKS itu.
Adapun antisipasi masyarakat terhadap ISIS, Mahfudz mengatakan, perlu penyadaran dan pemahaman di kalangan masyarakat mengenai ISIS. Kemudian, memperkuat dan perketat pintu ke luar negeri, dan orang yang ke luar negeri lewat bandara, dan pelabuhan pun semestinya membawa paspor.
"Ketika masih ada yang lolos, perlu dipertanyakan kenapa tidak bisa diindenfitikasi, apalagi paspor sudah elektronik," tuturnya.
"Ini sengaja dibikin besar-besar untuk menakutnakuti masyarakat, tapi juga untuk meutup kelemahan pemerintah sendiri. Lagi-lagi orang digiring untuk berikan dukungan, ya untuk berikan tambahan anggaran," tandasnya.
(maf)