Yingluck Diseret ke Meja Hijau
A
A
A
BANGKOK - Sembilan panel hakim Mahkamah Agung (MA) Thailand memutuskan untuk menyidangkan mantan Perdana Menteri (PM) Yingluck Shinawatra atas dakwaan korupsi dalam skema subsidi beras, kemarin.
Hakim Veeraphol Tangsuwant menjadwalkan sidang pertama Yingluck pada 19 Mei mendatang. Yingluck didakwa lalai dalam bertugas dan menyalahgunakan wewenang saat menjabat sebagai PM Thailand pada 5 Agustus 2011-7 Mei 2014. Dia dikenai Pasal 147 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 123/3 Undang- Undang Antikorupsi 1999.
Jika terbukti bersalah, Yingluck terancam vonis penjara selama satu dekade. “Sembilan panel hakim memutuskan kasus Yingluck jatuh dalam kewenangan kami. Kami menerima dakwaan jaksa penuntut,” ujar Hakim Tangsuwant, dikutip Bangkok Post . Saat pembacaan keputusan, Yingluck dan pengacaranya, Norrawit Lalaeng, tidak hadir.
Sebelumnya, Lalaeng mengatakan Yingluck tidak perlu menghadap hakim. Pasalnya, pengadilan akan mengirimkan surat pemberitahuan secara resmi kepada Yingluck dalam rentang waktu tujuh hari.
Menanggapi keputusan hakim, Yingluck membela diri dan mengaku tidak bersalah. Dia bersikeras sudah menjalankan tugasnya dengan benar di bawah mandat yang diberikan rakyat Thailand. Menurut Yingluck, subsidi beras kepada para petani di Thailand Utara ditujukan untuk memperkuat fondasi ekonomi negara. Dia ingin mekanisme pemasaran beras yang adil dan realistis.
Selain itu, dia ingin meningkatkan kualitas hidup para petani yang sering diabaikan pemerintah. Maklum, harga beras di pasar Thailand saat itu rendah. “Kasus harga beras murah akan memiliki dampak yang luas terhadap sistem ekonomi dan politik negara, petani, dan masyarakat,” kata Yingluck.
Pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakan untuk membeli beras dua kali lipat lebih mahal kepada petani yang ada di Thailand Utara atau basis pendukung partai Yingluck, Partai Pheu Thai. Dampak dari kebijakan itu cukup terasa. Thailand telah menanggung kerugian miliaran baht karena harga jual beras di pasar internasional rendah.
Mantan PM perempuan pertama Thailand itu akhirnya digugat pemerintah saat ini. Diberitakan sebelumnya, Thailand sedang darurat militer setelah kudeta militer pada Mei 2014. Dengan situasi politik yang masih panas, Yingluck meragukan jaminan keadilan dalam aturan hukum yang akan dilaluinya. “Laporan Komisi Antikorupsi Nasional juga menunjukkan tidak ada bukti nyata jika saya korupsi atau mengizinkan orang lain untuk korupsi. Namun, Komisi Antikorupsi masih menuntut saya bersalah,” pungkasnya.
Yingluck mengatakan ketiadaan bukti tersebut merupakan kelemahan dalam laporan dakwaan yang diajukan Kejaksaan Agung. Jaksa tidak melakukan penyelidikan lebih lanjut. Mereka justru bergegas mendakwa Yingluck. “Mereka tidak mengikuti prosedur yang mencoreng keadilan yang mestinya diterima terdakwa,” katanya.
Pada sidang nanti, Yingluck berharap akan diberikan hak hukum dan berkesempatan mempresentasikan fakta, bukti, dan argumen. “Saya berharap sidang berjalan transparan dan tanpa prasangka,” tuturnya.
Muh shamil
Hakim Veeraphol Tangsuwant menjadwalkan sidang pertama Yingluck pada 19 Mei mendatang. Yingluck didakwa lalai dalam bertugas dan menyalahgunakan wewenang saat menjabat sebagai PM Thailand pada 5 Agustus 2011-7 Mei 2014. Dia dikenai Pasal 147 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 123/3 Undang- Undang Antikorupsi 1999.
Jika terbukti bersalah, Yingluck terancam vonis penjara selama satu dekade. “Sembilan panel hakim memutuskan kasus Yingluck jatuh dalam kewenangan kami. Kami menerima dakwaan jaksa penuntut,” ujar Hakim Tangsuwant, dikutip Bangkok Post . Saat pembacaan keputusan, Yingluck dan pengacaranya, Norrawit Lalaeng, tidak hadir.
Sebelumnya, Lalaeng mengatakan Yingluck tidak perlu menghadap hakim. Pasalnya, pengadilan akan mengirimkan surat pemberitahuan secara resmi kepada Yingluck dalam rentang waktu tujuh hari.
Menanggapi keputusan hakim, Yingluck membela diri dan mengaku tidak bersalah. Dia bersikeras sudah menjalankan tugasnya dengan benar di bawah mandat yang diberikan rakyat Thailand. Menurut Yingluck, subsidi beras kepada para petani di Thailand Utara ditujukan untuk memperkuat fondasi ekonomi negara. Dia ingin mekanisme pemasaran beras yang adil dan realistis.
Selain itu, dia ingin meningkatkan kualitas hidup para petani yang sering diabaikan pemerintah. Maklum, harga beras di pasar Thailand saat itu rendah. “Kasus harga beras murah akan memiliki dampak yang luas terhadap sistem ekonomi dan politik negara, petani, dan masyarakat,” kata Yingluck.
Pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakan untuk membeli beras dua kali lipat lebih mahal kepada petani yang ada di Thailand Utara atau basis pendukung partai Yingluck, Partai Pheu Thai. Dampak dari kebijakan itu cukup terasa. Thailand telah menanggung kerugian miliaran baht karena harga jual beras di pasar internasional rendah.
Mantan PM perempuan pertama Thailand itu akhirnya digugat pemerintah saat ini. Diberitakan sebelumnya, Thailand sedang darurat militer setelah kudeta militer pada Mei 2014. Dengan situasi politik yang masih panas, Yingluck meragukan jaminan keadilan dalam aturan hukum yang akan dilaluinya. “Laporan Komisi Antikorupsi Nasional juga menunjukkan tidak ada bukti nyata jika saya korupsi atau mengizinkan orang lain untuk korupsi. Namun, Komisi Antikorupsi masih menuntut saya bersalah,” pungkasnya.
Yingluck mengatakan ketiadaan bukti tersebut merupakan kelemahan dalam laporan dakwaan yang diajukan Kejaksaan Agung. Jaksa tidak melakukan penyelidikan lebih lanjut. Mereka justru bergegas mendakwa Yingluck. “Mereka tidak mengikuti prosedur yang mencoreng keadilan yang mestinya diterima terdakwa,” katanya.
Pada sidang nanti, Yingluck berharap akan diberikan hak hukum dan berkesempatan mempresentasikan fakta, bukti, dan argumen. “Saya berharap sidang berjalan transparan dan tanpa prasangka,” tuturnya.
Muh shamil
(ftr)