Sistem Kilometer Angkutan Tak Jelas
A
A
A
JAKARTA - Revitalisasi angkutan umum di Ibu Kota belum ada kejelasannya dilakukan kapan. Kopaja yang sedianya dijadikan proyek percontohan malah diwacanakan diganti dengan bus besar.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Benjamin Bukit mengatakan, revitalisasi angkutan umum yang sedianya dimulai dari perubahan sistem setoran menjadi sistem rupiah per kilometer pada Kopaja S-66 (Manggarai- Blok M) sebagai proyek percontohan terpaksa ditunda.
Hal ini karena Deputi Gubernur Bidang Industri, Perdagangan, dan Transportasi DKI Jakarta Sutanto Soehodo meminta agar Kopaja sebagai bus sedang diganti dengan bus besar. “Kami akan tanyakan ke Pak Tanto dulu bagaimana konsep pergantian bus tersebut. Rencana revitalisasi yang dilakukan Maret ini terpaksa kami tunda sampai dapat penjelasan dari Pak Tanto,” kata Benjamin Bukit di Balai Kota kemarin.
Benjamin menjelaskan, permintaan untuk mengganti ukuran Kopaja menjadi bus besar bertujuan untuk mengangkut penumpang yang selama ini masih menumpuk di halte busway. Namun, dia belum dapat memastikan kapan realisasi tersebut dapat dijalankan. “Nanti Pak Deputi yang akan menyampaikan ke gubernur,” ungkapnya.
Sutanto Soehodo hingga berita ini diturunkan belum dapat berkomentar terkait ide mengganti armada bus Kopaja tersebut. Diketahui sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta mewacanakan pemberlakuan sistem pembayaran rupiah per kilometer untuk angkutan umum.
Kopaja S-66 (Blok M-Manggarai) menjadi proyek percontohannya. Peralihan sistem setoran ke sistem rupiah per kilometer diyakini dapat menghilangkan angkutan ngetem dan mangkal sembarangan hingga membuat kemacetan arus lalu lintas. Sedianya sistem ini diterapkan bulan depan, namun molor karena masih dalam tahap negosiasi harga.
PT Transjakarta menawarkan harga Rp10.000, sementara operator Kopaja meminta Rp13.000 per kilometer. Ketua Organisasi Angkatan Daerah (Organda) DKI Jakarta Shafruhan Sinungan mengatakan, ide mengganti Kopaja menjadi bus besar tidak tepat. Selain rute yang dilintasi bukan hanya jalan besar, Kopaja sendiri tidak akan sanggup mengganti armadanya.
Dia pun meminta Pemprov DKI Jakarta tidak jadi menggandeng angkutan umum untuk meningkatkan layanan transportasi. “Biar kami jalan sendiri saja. Birokrat aneh. Kami ini pengusaha kecil. Cuma ngomong doang memberikan subsidi angkutan transportasi,” ujarnya.
Saat ini saja, kata Shafruhan, pengusaha Kopaja sudah bingung lantaran sistem rupiah per kilometer yang dijanjikan diberlakukan akhir Maret atau awal April ini belum juga ada titik terang dari PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) dan Dishub DKI Jakarta. Padahal, Kopaja sendiri sudah menyiapkan 150 bus sesuai standardisasi dari PT Transjakarta.
Pemenuhan standardisasi tersebut, lanjut Shafruhan, bukanlah hal yang mudah. Pengusaha Kopaja merevitalisasi armadanya dengan menggunakan pinjaman bank. Artinya selama belum beroperasi, pengusaha Kopaja kebingungan untuk membayar pinjaman tersebut. “Birokrat meminta dari akhir tahun lalu, kita sudah siapin. Saat sudah siap mereka minta diganti bus besar. Sudahlah, kami pengusaha kecil jangan dipermainkan,” tegasnya.
Tiang Pancang Tol Becakayu
Di bagian lain, pembangunan tiang pancang tol Bekasi- Cawang-Kampung Melayu (Becakayu) mulai dilaksanakan di perbatasan Jakarta Timur dengan Kota Bekasi. Pembangunan tiang pancang itu dilakukan di Sumber Arta, Kota Bekasi.
Kepala Dinas Bina Marga dan Tata Air (Disbimarta) Kota Bekasi Tri Ardhianto mengatakan, Pemkot Bekasi sudah diberi tahu pemasangan tiang pancang tersebut. Namun dalam pembangunan tol Becakayu itu, Pemkot Bekasi hanya menyediakan lahan di sisi selatan Kalimalang.
Sementara itu, kewenangan pembangunan secara keseluruhan di tangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). “Kita sudah melakukan pengosongan lahan yang akan dibangun tiang pancang tol Becakayu itu,” katanya kemarin.
Tri menjelaskan, tol Becakayu yang melintas di Kota Bekasi mulai dari perbatasan Jakarta Timur-Sumber Arta hingga Rawa Tembaga-Bekasi Selatan. Saat ini Kementerian PUPR mulai menancapkan paku bumi di Jakasampurna, Bekasi Barat. Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi menambahkan sejauh ini penyediaan lahan, baru sampai trase 1 atau hingga Jakasampurna.
Sedangkan pada tahap kedua, Jakasampurna sampai Bekasi Timur belum ada pembahasan, namun bangunan liar sudah ditertibkan. Diketahui setelah tertunda selama 17 tahun, pembangunan jalan tol Becakayu akan dikerjakan kembali mulai tahun ini. Proyek yang mandek sejak 1998 tersebut meninggalkan tiang-tiang di sekitar Kalimalang.
Pembangunan tol ini terdiri atas dua seksi, yaitu seksi I (Casablanca-Jakasampurna) sepanjang 11 kilometer dan seksi II (Jakasampurna-Bekasi Utara) sepanjang 10,4 kilometer. Tol Becakayu diharapkan mampu mengurai kemacetan di Jabodetabek, khususnya di Bekasi.
Nantinya tol Becakayu dilengkapi transportasi massal berupa monorel dengan rute Bekasi-Cawang-Kampung Melayu-Casablanca dan Cawang- Cibubur.
Bima setiyadi/ Abdullah m surjaya
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Benjamin Bukit mengatakan, revitalisasi angkutan umum yang sedianya dimulai dari perubahan sistem setoran menjadi sistem rupiah per kilometer pada Kopaja S-66 (Manggarai- Blok M) sebagai proyek percontohan terpaksa ditunda.
Hal ini karena Deputi Gubernur Bidang Industri, Perdagangan, dan Transportasi DKI Jakarta Sutanto Soehodo meminta agar Kopaja sebagai bus sedang diganti dengan bus besar. “Kami akan tanyakan ke Pak Tanto dulu bagaimana konsep pergantian bus tersebut. Rencana revitalisasi yang dilakukan Maret ini terpaksa kami tunda sampai dapat penjelasan dari Pak Tanto,” kata Benjamin Bukit di Balai Kota kemarin.
Benjamin menjelaskan, permintaan untuk mengganti ukuran Kopaja menjadi bus besar bertujuan untuk mengangkut penumpang yang selama ini masih menumpuk di halte busway. Namun, dia belum dapat memastikan kapan realisasi tersebut dapat dijalankan. “Nanti Pak Deputi yang akan menyampaikan ke gubernur,” ungkapnya.
Sutanto Soehodo hingga berita ini diturunkan belum dapat berkomentar terkait ide mengganti armada bus Kopaja tersebut. Diketahui sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta mewacanakan pemberlakuan sistem pembayaran rupiah per kilometer untuk angkutan umum.
Kopaja S-66 (Blok M-Manggarai) menjadi proyek percontohannya. Peralihan sistem setoran ke sistem rupiah per kilometer diyakini dapat menghilangkan angkutan ngetem dan mangkal sembarangan hingga membuat kemacetan arus lalu lintas. Sedianya sistem ini diterapkan bulan depan, namun molor karena masih dalam tahap negosiasi harga.
PT Transjakarta menawarkan harga Rp10.000, sementara operator Kopaja meminta Rp13.000 per kilometer. Ketua Organisasi Angkatan Daerah (Organda) DKI Jakarta Shafruhan Sinungan mengatakan, ide mengganti Kopaja menjadi bus besar tidak tepat. Selain rute yang dilintasi bukan hanya jalan besar, Kopaja sendiri tidak akan sanggup mengganti armadanya.
Dia pun meminta Pemprov DKI Jakarta tidak jadi menggandeng angkutan umum untuk meningkatkan layanan transportasi. “Biar kami jalan sendiri saja. Birokrat aneh. Kami ini pengusaha kecil. Cuma ngomong doang memberikan subsidi angkutan transportasi,” ujarnya.
Saat ini saja, kata Shafruhan, pengusaha Kopaja sudah bingung lantaran sistem rupiah per kilometer yang dijanjikan diberlakukan akhir Maret atau awal April ini belum juga ada titik terang dari PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) dan Dishub DKI Jakarta. Padahal, Kopaja sendiri sudah menyiapkan 150 bus sesuai standardisasi dari PT Transjakarta.
Pemenuhan standardisasi tersebut, lanjut Shafruhan, bukanlah hal yang mudah. Pengusaha Kopaja merevitalisasi armadanya dengan menggunakan pinjaman bank. Artinya selama belum beroperasi, pengusaha Kopaja kebingungan untuk membayar pinjaman tersebut. “Birokrat meminta dari akhir tahun lalu, kita sudah siapin. Saat sudah siap mereka minta diganti bus besar. Sudahlah, kami pengusaha kecil jangan dipermainkan,” tegasnya.
Tiang Pancang Tol Becakayu
Di bagian lain, pembangunan tiang pancang tol Bekasi- Cawang-Kampung Melayu (Becakayu) mulai dilaksanakan di perbatasan Jakarta Timur dengan Kota Bekasi. Pembangunan tiang pancang itu dilakukan di Sumber Arta, Kota Bekasi.
Kepala Dinas Bina Marga dan Tata Air (Disbimarta) Kota Bekasi Tri Ardhianto mengatakan, Pemkot Bekasi sudah diberi tahu pemasangan tiang pancang tersebut. Namun dalam pembangunan tol Becakayu itu, Pemkot Bekasi hanya menyediakan lahan di sisi selatan Kalimalang.
Sementara itu, kewenangan pembangunan secara keseluruhan di tangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). “Kita sudah melakukan pengosongan lahan yang akan dibangun tiang pancang tol Becakayu itu,” katanya kemarin.
Tri menjelaskan, tol Becakayu yang melintas di Kota Bekasi mulai dari perbatasan Jakarta Timur-Sumber Arta hingga Rawa Tembaga-Bekasi Selatan. Saat ini Kementerian PUPR mulai menancapkan paku bumi di Jakasampurna, Bekasi Barat. Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi menambahkan sejauh ini penyediaan lahan, baru sampai trase 1 atau hingga Jakasampurna.
Sedangkan pada tahap kedua, Jakasampurna sampai Bekasi Timur belum ada pembahasan, namun bangunan liar sudah ditertibkan. Diketahui setelah tertunda selama 17 tahun, pembangunan jalan tol Becakayu akan dikerjakan kembali mulai tahun ini. Proyek yang mandek sejak 1998 tersebut meninggalkan tiang-tiang di sekitar Kalimalang.
Pembangunan tol ini terdiri atas dua seksi, yaitu seksi I (Casablanca-Jakasampurna) sepanjang 11 kilometer dan seksi II (Jakasampurna-Bekasi Utara) sepanjang 10,4 kilometer. Tol Becakayu diharapkan mampu mengurai kemacetan di Jabodetabek, khususnya di Bekasi.
Nantinya tol Becakayu dilengkapi transportasi massal berupa monorel dengan rute Bekasi-Cawang-Kampung Melayu-Casablanca dan Cawang- Cibubur.
Bima setiyadi/ Abdullah m surjaya
(ftr)