Indonesia, Negara Agraris Tak Sadar Pertanian
A
A
A
Indonesia merupakan negara agraris, namun kesadaran pentingnya pertanian di atas negeri agraris ini masih dikesampingkan.
Terkesampingkannya pertanian ini yang terkadang membuat rakyat agraris kurang pangan di negerinya sendiri. Lantas, apa pentingnya pertanian dan hubungannya dengan masalah agraria? Pertanian sendiri memiliki pengertian yang luas.
Pertanian tidak hanya seperti yang kita kenal dengan mencangkul lahan untuk menanam berbagai jenis padi-padian, buah, sayur, kapas dan lain sebagainya. Perikanan, peternakan, kehutanan, dan beberapa bidang lain menjadi satu pada pertanian dalam arti luas.
Beberapa waktu lalu harga beras melambung tinggi. Harga beras di daerah Pati, Jawa Tengah, mencapai 11.000 rupiah, di daerah lain bahkan lebih tinggi. Padahal, beras adalah salah satu target komoditas swasembada pemerintah tiga tahun ke depan. Kesadaran pertanian oleh masyarakat dan pemerintah menjadi salah satu penyebabnya.
Kesadaran masyarakat konsumsi pangan dalam negeri dan kesadaran pemerintah melakukan perannya. Berdasarkan data Sensus BPS 2013, rumah tangga pertanian pengguna lahan pertanian di Indonesia sekitar 17,7 juta rumah tangga, menurun dari tahun 2003.
Penurunan ini menjadi perhatian ketika jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum pada subsektor pangan sebesar 28,74% dari sensus pertanian subsektor tanaman pangan tahun 2003 (BPS 2013). Lantas dari mana bahan baku pengolahan perusahaan pertanian pangan ini kalau produksi lokal tidak memenuhi? Lagi- lagi langkah impor yang dihampiri.
Beberapa lembaga dan organisasi yang melakukan kajian agraria seperti Sajogyo Institut, Institut Pertanian Bogor, BEM- Seluruh Indonesia, dan lembaga lain telah melakukan aksinya. Namun kendala yang dihadapi selalu berujung pada kebijakan yang telah ada.
Perlu peningkatan hubungan antara inovator pertanian dan pemerintah sehingga lahan yang semakin sempit tidak menjadi kendala ketika komoditas dengan produktivitas tinggi dihasilkan.
Ironis memang jika kita hidup di negara agraris namun pangan mahal, masih tergantung impor, kejelasan mana lahan pertanian, mana milik perkebunan belum dicek ulang. Data harus dipastikan sesuai dengan kondisi lapang. Data menyebutkan, luasan lahan hutan konservasi, ketika dicek haruslah sama.
Pengecekan ulang data lahan ini sebagai langkah awal sebelum menuju reformasi agraria di negeri ini. Reformasi agraria yang bukan gagal, hanya tak terselesaikan. Sebab, pertanian tak akan lepas dengan lahan.
Henny Kristikasari
Mahasiswi Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor
Terkesampingkannya pertanian ini yang terkadang membuat rakyat agraris kurang pangan di negerinya sendiri. Lantas, apa pentingnya pertanian dan hubungannya dengan masalah agraria? Pertanian sendiri memiliki pengertian yang luas.
Pertanian tidak hanya seperti yang kita kenal dengan mencangkul lahan untuk menanam berbagai jenis padi-padian, buah, sayur, kapas dan lain sebagainya. Perikanan, peternakan, kehutanan, dan beberapa bidang lain menjadi satu pada pertanian dalam arti luas.
Beberapa waktu lalu harga beras melambung tinggi. Harga beras di daerah Pati, Jawa Tengah, mencapai 11.000 rupiah, di daerah lain bahkan lebih tinggi. Padahal, beras adalah salah satu target komoditas swasembada pemerintah tiga tahun ke depan. Kesadaran pertanian oleh masyarakat dan pemerintah menjadi salah satu penyebabnya.
Kesadaran masyarakat konsumsi pangan dalam negeri dan kesadaran pemerintah melakukan perannya. Berdasarkan data Sensus BPS 2013, rumah tangga pertanian pengguna lahan pertanian di Indonesia sekitar 17,7 juta rumah tangga, menurun dari tahun 2003.
Penurunan ini menjadi perhatian ketika jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum pada subsektor pangan sebesar 28,74% dari sensus pertanian subsektor tanaman pangan tahun 2003 (BPS 2013). Lantas dari mana bahan baku pengolahan perusahaan pertanian pangan ini kalau produksi lokal tidak memenuhi? Lagi- lagi langkah impor yang dihampiri.
Beberapa lembaga dan organisasi yang melakukan kajian agraria seperti Sajogyo Institut, Institut Pertanian Bogor, BEM- Seluruh Indonesia, dan lembaga lain telah melakukan aksinya. Namun kendala yang dihadapi selalu berujung pada kebijakan yang telah ada.
Perlu peningkatan hubungan antara inovator pertanian dan pemerintah sehingga lahan yang semakin sempit tidak menjadi kendala ketika komoditas dengan produktivitas tinggi dihasilkan.
Ironis memang jika kita hidup di negara agraris namun pangan mahal, masih tergantung impor, kejelasan mana lahan pertanian, mana milik perkebunan belum dicek ulang. Data harus dipastikan sesuai dengan kondisi lapang. Data menyebutkan, luasan lahan hutan konservasi, ketika dicek haruslah sama.
Pengecekan ulang data lahan ini sebagai langkah awal sebelum menuju reformasi agraria di negeri ini. Reformasi agraria yang bukan gagal, hanya tak terselesaikan. Sebab, pertanian tak akan lepas dengan lahan.
Henny Kristikasari
Mahasiswi Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor
(ftr)