Menteri Susi Pertahankan Kebijakan

Jum'at, 13 Maret 2015 - 10:16 WIB
Menteri Susi Pertahankan...
Menteri Susi Pertahankan Kebijakan
A A A
JAKARTA - Walau menuai protes dari sejumlah kalangan pelaku usaha perikanan, Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Susi Pudjiastuti berkomitmen mempertahankan kebijakan pengetatan dalam kegiatan penangkapan ikan di wilayah perairan RI.

Dalam sebulan terakhir, menteri asal Pangandaran itu harus menghadapi aksi demo nelayan dan pelaku usaha perikanan yang tidak sepakat dengan kebijakan pelarangan alat tangkap ikan pukat hela (trawl) dan pukat tarik. Protes terutama datang dari pelaku perikanan di Jawa Tengah yang banyak menggunakan alat tangkap cantrang, yaitu pukat tarik berkapal.

Belum lagi tekanan dari pangusaha dan pemilik kapal ikan yang merasa dirugikan dengan berbagai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP). Bahkan belakangan ada kebijakan Susi yang diadukan ke Mahkamah Agung (MA). Menyikapi pro-kontra yang mengarah kepadanya, Menteri Susi tetap pada pendiriannya.

”Untuk (pelarangan alat tangkap ikan) trawl saya tidak akan mundur,” tegasnya di selasela Chief Editors Meeting di Jakarta tadi malam. Susi bertekad mempertahankan kebijakan yang dinilainya baik bagi kelangsungan nelayan dan sumber daya perikanan di Indonesia. Ia mencontohkan larangan penggunaan pukat hela, pukat tarik, cantrang dan alat tangkap tidak ramah lingkungan lainnya sudah semestinya dipertahankan.

Selain mencegah eksploitasi berlebihan ikan di laut, menurutnya moratorium pelarangan pukat merupakan prakondisi untuk menyemarakkan lagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di sektor perikanan. ”Sekarang ini profesi UMKM perikanan banyak yang hilang karena nelayannya juga banyak yang malah jadi ABK (Anak Buah Kapal). UMKM ini akan cepat besar kalau kondisinya kondusif,” tuturnya.

Susi berpandangan sudah terlalu banyak pembiaran aktivitas yang tidak semestinya di perairan Indonesia sehingga banyak pihak yang sudah terlalu lama berada di zona nyaman. Ia mencontohkan selama ini banyak kapal asing seperti dari Hong Kong yang datang dan menjemputi ikan kerapu bahkan Napoleon hingga ke remote area. Hal semacam ini menyulitkan pemantauan.

Susi membantah jika kebijakan yang dikeluarkannya semisal moratorium kapal eks asing dan pelarangan alih muatan ikan di tengah laut (transhipment ) akan mematikan pelaku usaha perikanan. Ia menegaskan kebijakan tersebut justru memungkinkan tumbuhnya banyak bisnis. ”Contohnya penghentian transhipment kan bisa menghidupkan kembali pelabuhan-pelabuhan pendaratan ikan.

Orang kadang sudah di zona nyaman tidak melihat peluang yang ada,” ucapnya. Ketegasan pemerintah dalam menghentikan pencurian ikan juga berbuah pada makin luas dan mudahnya nelayan kecil menangkap ikan. Susi mengaku mendapat laporan dari sejumlah wilayah yang mengalami kenaikan tangkapan ikan, antara lain di Muncar yang mengalami surplus 30.000 ton dari biasanya dan Pasuruan yang ”kebanjiran” cumi.

”Dengan hilangnya pencurian ikan ini potensi ikan yang tidak ditangkap di laut bisa mencapai 300.000-500.000 ton per bulan. Tujuan cracking illegal fishing ini salah satunya supaya ikannya bisa ditangkap nelayan tradisional kita,” sebutnya. Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan Syarief Widjadja menambahkan, sejak aksi penghentian illegal fishing digencarkan terjadi peningkatan Indeks Nilai Tukar Nelayan (NTN).

Di antaranya di Jawa Tengah terjadi kenaikan NTN dari 101 di bulan November 2014 menjadi 107 di bulan Februari 2015. ”Begitu pun di Jawa Timur yang mendekati 105-106,” sebutnya. Secara umum, NTN merupakan angka yang menunjukkan perbandingan antara indeks harga yang diterima nelayan dan indeks harga yang dibayar nelayan.

NTN menjadi indikator proxy kesejahteraan bagi nelayan, di mana NTN di atas 100 menunjukkan harga produksi naik lebih besar dari kenaikan harga konsumsinya, artinya pendapatan nelayan naik lebih besar dari pengeluarannya atau surplus.

Inda susanti
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0610 seconds (0.1#10.140)