Ahok Terindikasi Melanggar Hukum
A
A
A
JAKARTA - Panitia hak angket menemukan indikasi pelanggaran yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI 2015. Hal itu terungkap ketika konsultan e-budgeting dimintai keterangannya di Gedung DPRD DKI Jakarta kemarin.
Berdasarkan keterangan konsultan bernama Gagat Wahono bahwa sistem e-budgeting diberikan cuma-cuma kepada Pemprov DKI Jakarta. Bahkan, dia tidak bisa menunjukkan kontrak pembayaran honor yang didapat dalam mengurusi sistem penganggaran secara elektronik tersebut. “Banyak kejanggalan, masa sistem untuk mengamankan APBD Rp73,08 triliun diberikan gratis.
Kemudian kami minta kontrak pembayaran honornya, dia tidak bisa tunjukkan dengan alasan kontrak perjanjian ada di mantan Kepala BPKAD Endang,” ujar Ketua Panitia Hak Angket Ongen Sangadji. Artinya, konsultan tim ebudgeting ini tidak dapat mempertanggungjawabkan bila ada kebocoran dokumen negara sebesar Rp73,08 triliun.
Gagat Wahono mengakui tidak mendapat bayaran atas aplikasi e-budgeting yang dipakai Pemprov DKI dalam menyusun APBD. Dia juga membantah bersama empat temannya menawarkan sistem e-budgeting ke Pemprov DKI. “Kami diundang. Prakarsa dari BPKAD dan ada tim TAPD yang datang ke Surabaya, kemudian sama temanteman Pemkot Surabaya dikenalkan ke saya. Itu akhir 2013,” terangnya.
Sebagai orang di balik sistem e-budgeting Pemkot Surabaya, dia kerepotan saat pertama kali diminta menerapkan e-budgeting untuk APBD DKI, karena tidak ada daerah yang punya SKPD ratusan kecuali DKI. Menurut dia, sistem e-budgeting yang ditawarkannya adalah semata untuk mempermudah pengawasan dan belanja agar tepat sasaran. Sistem ebudgeting ini alat penyusunan APBD, di mana konsep pola input rencana kerja anggaran (RKA) dilakukan secara online.
Dengan e-budgeting, SKPD hanya membeli barang seperti orang beli barang melalui online. Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengungkapkan, konsultan e-budgeting memang bisa dipanggil perorangan untuk melanjutkan program, perawatan, dan sebagainya. Dia dikontrak secara personal dengan dua staf lainnya.
“Kami punya kewenangan menyusun program dalam rangka penyusunan APBD. Misalnya Perda No 14 Tahun 2011 Pasal 11 ayat 4 mempersiapkan rancangan KUA-PPAS,” kata Heru. Pengamat hukum tata negara dari Universitas Islam Indonesia Masnur Marzuki mengatakan, sistem e-budgeting memang tidak diatur dalam undang-undang karena sistem tersebut adalah alat untuk menyimpan dokumen negara, di mana dalam penyusunan dokumen negara TAPD disumpah untuk tidak membuka sebelum dokumen tersebut disahkan dalam rapat paripurna.
Dengan begitu, tindakan Ahok dalam menyusun APBD DKI 2015 bisa dikatakan melanggar hukum. Terlebih tim ebudgetingtelah bekerja sebelum adanya pembahasan dan paripurna APBD. ”Tim e-budgeting perlu diaudit. Dalam kacamata hukum, ini merupakan pelanggaran," ucapnya. Kemarin Kemendagri menuntaskan evaluasi APBD DKI Jakarta.
Dari hasil evaluasi, banyak anggaran yang dikoreksi karena dinilai tidak rasional. “Hari ini (kemarin) evaluasi APBD DKI oleh tim Kemendagri sudah final. Sudah saya tanda tangani dan sore ini (kemarin) dikirim ke Pemprov DKI atau gubernur,” ujar Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo melalui pesan singkatnya. Misalnya belanja pegawai senilai Rp19,02 triliun. Besaran tersebut dinilai tidak rasional karena menempati hampir seperempat total belanja.
“Total belanja Rp67,5 triliun. Ini masih lebih besar dibandingkan belanja untuk penanganan banjir yang hanya Rp5,3 triliun,” katanya. Anggaran pendidikan pun tak luput dari koreksi. Menurut dia, meskipun belanja pendidikan sudah di atas 20%, nyatanya lebih rendah dibandingkan tahun lalu. “Tahun ini dianggarkan Rp14,5 triliun atau 21,62% dibandingkan pada 2014 yang mencapai 25,31%,” ucapnya.
Dia menuturkan semestinya anggaran digunakan untuk belanja wajib dan mengikat serta diprioritaskan belanja pembangunan DKI, misalnya untuk mass rapid transit (MRT) dan pengadaan bus Transjakarta. “Pengerukan sungai, perbaikan gorong-gorong jalan, anggaran pendidikan, kesehatan masyarakat, dan lain-lain.
Sedangkan untuk belanja-belanja yang tidak perlu seperti belanja perjalanan dinas ke luar negeri, kunjungan kerja, sosialisasi, rapat kerja, prinsipnya boleh tapi dikurangi,” papar Tjahjo. Meskipun evaluasi APBD yang Kemendagri lakukan adalah rancangan perda yang disampaikan gubernur DKI, Kemendagri tetap memasukkan keberatan dari ketua DPRD.
Diharapkan dalam waktu tujuh hari setelah diterimanya hasil evaluasi, gubernur dan DPRD DKI dapat segera menindaklanjuti dan bisa menjadi perda. “Sekiranya deadlock itulah yang menjadi dasar Mendagri memberikan pagu tahun anggaran sebelumnya 2014 sesuai ketentuan Pasal 314 UU No 23 Tahun 2014 untuk membiayai kegiatan tahun 2015,” ujarnya.
Bima setiyadi/dita angga
Berdasarkan keterangan konsultan bernama Gagat Wahono bahwa sistem e-budgeting diberikan cuma-cuma kepada Pemprov DKI Jakarta. Bahkan, dia tidak bisa menunjukkan kontrak pembayaran honor yang didapat dalam mengurusi sistem penganggaran secara elektronik tersebut. “Banyak kejanggalan, masa sistem untuk mengamankan APBD Rp73,08 triliun diberikan gratis.
Kemudian kami minta kontrak pembayaran honornya, dia tidak bisa tunjukkan dengan alasan kontrak perjanjian ada di mantan Kepala BPKAD Endang,” ujar Ketua Panitia Hak Angket Ongen Sangadji. Artinya, konsultan tim ebudgeting ini tidak dapat mempertanggungjawabkan bila ada kebocoran dokumen negara sebesar Rp73,08 triliun.
Gagat Wahono mengakui tidak mendapat bayaran atas aplikasi e-budgeting yang dipakai Pemprov DKI dalam menyusun APBD. Dia juga membantah bersama empat temannya menawarkan sistem e-budgeting ke Pemprov DKI. “Kami diundang. Prakarsa dari BPKAD dan ada tim TAPD yang datang ke Surabaya, kemudian sama temanteman Pemkot Surabaya dikenalkan ke saya. Itu akhir 2013,” terangnya.
Sebagai orang di balik sistem e-budgeting Pemkot Surabaya, dia kerepotan saat pertama kali diminta menerapkan e-budgeting untuk APBD DKI, karena tidak ada daerah yang punya SKPD ratusan kecuali DKI. Menurut dia, sistem e-budgeting yang ditawarkannya adalah semata untuk mempermudah pengawasan dan belanja agar tepat sasaran. Sistem ebudgeting ini alat penyusunan APBD, di mana konsep pola input rencana kerja anggaran (RKA) dilakukan secara online.
Dengan e-budgeting, SKPD hanya membeli barang seperti orang beli barang melalui online. Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengungkapkan, konsultan e-budgeting memang bisa dipanggil perorangan untuk melanjutkan program, perawatan, dan sebagainya. Dia dikontrak secara personal dengan dua staf lainnya.
“Kami punya kewenangan menyusun program dalam rangka penyusunan APBD. Misalnya Perda No 14 Tahun 2011 Pasal 11 ayat 4 mempersiapkan rancangan KUA-PPAS,” kata Heru. Pengamat hukum tata negara dari Universitas Islam Indonesia Masnur Marzuki mengatakan, sistem e-budgeting memang tidak diatur dalam undang-undang karena sistem tersebut adalah alat untuk menyimpan dokumen negara, di mana dalam penyusunan dokumen negara TAPD disumpah untuk tidak membuka sebelum dokumen tersebut disahkan dalam rapat paripurna.
Dengan begitu, tindakan Ahok dalam menyusun APBD DKI 2015 bisa dikatakan melanggar hukum. Terlebih tim ebudgetingtelah bekerja sebelum adanya pembahasan dan paripurna APBD. ”Tim e-budgeting perlu diaudit. Dalam kacamata hukum, ini merupakan pelanggaran," ucapnya. Kemarin Kemendagri menuntaskan evaluasi APBD DKI Jakarta.
Dari hasil evaluasi, banyak anggaran yang dikoreksi karena dinilai tidak rasional. “Hari ini (kemarin) evaluasi APBD DKI oleh tim Kemendagri sudah final. Sudah saya tanda tangani dan sore ini (kemarin) dikirim ke Pemprov DKI atau gubernur,” ujar Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo melalui pesan singkatnya. Misalnya belanja pegawai senilai Rp19,02 triliun. Besaran tersebut dinilai tidak rasional karena menempati hampir seperempat total belanja.
“Total belanja Rp67,5 triliun. Ini masih lebih besar dibandingkan belanja untuk penanganan banjir yang hanya Rp5,3 triliun,” katanya. Anggaran pendidikan pun tak luput dari koreksi. Menurut dia, meskipun belanja pendidikan sudah di atas 20%, nyatanya lebih rendah dibandingkan tahun lalu. “Tahun ini dianggarkan Rp14,5 triliun atau 21,62% dibandingkan pada 2014 yang mencapai 25,31%,” ucapnya.
Dia menuturkan semestinya anggaran digunakan untuk belanja wajib dan mengikat serta diprioritaskan belanja pembangunan DKI, misalnya untuk mass rapid transit (MRT) dan pengadaan bus Transjakarta. “Pengerukan sungai, perbaikan gorong-gorong jalan, anggaran pendidikan, kesehatan masyarakat, dan lain-lain.
Sedangkan untuk belanja-belanja yang tidak perlu seperti belanja perjalanan dinas ke luar negeri, kunjungan kerja, sosialisasi, rapat kerja, prinsipnya boleh tapi dikurangi,” papar Tjahjo. Meskipun evaluasi APBD yang Kemendagri lakukan adalah rancangan perda yang disampaikan gubernur DKI, Kemendagri tetap memasukkan keberatan dari ketua DPRD.
Diharapkan dalam waktu tujuh hari setelah diterimanya hasil evaluasi, gubernur dan DPRD DKI dapat segera menindaklanjuti dan bisa menjadi perda. “Sekiranya deadlock itulah yang menjadi dasar Mendagri memberikan pagu tahun anggaran sebelumnya 2014 sesuai ketentuan Pasal 314 UU No 23 Tahun 2014 untuk membiayai kegiatan tahun 2015,” ujarnya.
Bima setiyadi/dita angga
(bbg)