Menko PMK Puan Maharani Janji Tambah Anggaran Riset
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani berharap Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk terus melakukan berbagai riset dan inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat.
Puan berkomitmen untuk memperjuangkan agar anggaran untuk penelitian ditingkatkan mengingat anggaran yang ada saat ini memang belum maksimal. ”Pemerintah berkomitmen untuk menaikkan anggaran penelitian dan pengembangan inovasi.
Hal ini menjadi suatu kesempatan untuk meningkatkan performa dan produktivitas karya riset, sehingga implikasi teknologi bagi masyarakat pada lima tahun ke depan harus dapat diandalkan,” kata Puan dalam Pembukaan Rapat Kerja LIPI, di Gedung LIPI, Jakarta, kemarin.
MenurutPuan, salah satu tantangan klasik yang kerap menerpa lembaga penelitian diIndonesia adalah keterbatasan dana. ”Karena itulah, akselerasi perkembangan riset dan teknologi di Indonesia tidak sepesat di negara-negara maju yang mendapatkan kucuran dana yang tinggi,” ujarnya. Puan menjelaskan, persentase anggaran untuk kegiatan riset sejauh ini masih didominasi anggaran pemerintah, yaitu 81,1%.
Sementara swasta 14,3% dan perguruan tinggi 4,6%. Secara keseluruhan, kata Puan, anggaran riset di Indonesia hanya berkisar 0,08% dari produk domestik bruto (PDB). Padahal, rekomendasi UNESCO menyebutkan rasio anggaran iptek yang memadai adalah 2% dari PDB. ”Oleh karena itu, sudah saatnya swasta ikut didorong dengan memberikan insentif agar membelanjakan lebih besar lagi untuk kegiatan riset dan inovasi,” tukasnya.
Puan lalu mengutip laporan World Economic Forum (WEF), Indeks Kompetitif Global Indonesia pada 2014/2015 berada di peringkat ke-34, naik dibandingkan tahun 2013/2014 yang di peringkat 38. Namun demikian, dari 12 pilar Indeks Kompetitif Global, Indonesia masih harus memacu empat pilar yang masih tertinggal, yaitu infrastruktur, kesiapan teknologi, pendidikan tinggi dan training, dan inovasi.
”Peringkat daya saing Indonesia akan terus meningkat secara berkelanjutan dan semakin tinggi apabila didukung oleh penelitian, teknologi, dan inovasi yang kuat. LIPI merupakan salah satu tumpuan dalam mengatasi kelemahan Indeks Kompetitif Global Indonesia,” terangnya.
Lebih lanjut Puan menjelaskan, penggabungan urusan riset dan teknologi dengan urusan pendidikan tinggi ke dalam satu Kementerian Ristek dan Dikti merupakan salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan riset dan teknologi serta kemampuan inovasi.
Latar belakang yang mendorong asimilasi kedua sektor tersebut adalah agar karya-karya yang dihasilkan perguruan tinggi tidak berhenti menjadi arsip saja, namun diharapkan dapat menjadi solusi konkret untuk menjawab permasalahan masyarakat melalui implementasi.
”Selain itu, alokasi anggaran riset akan bisa dikonsolidasikan juga melalui anggaran pendidikan tinggi sehingga kedua sektor dapat berjalan sinergi,” jelasnya. Kepala LIPI Iskandar Zulkarnain mengatakan, peran swasta memang perlu didorong terkait anggaran untuk pengembangan penelitian ilmu pengetahuan teknologi. Namun, kata dia, hal itu tidaklah mudah karena dari swasta secara umum pola pikirnya masih cari untung.
”Swasta itu kan profit oriented. Swasta itu kan akan melakukan sesuatu kalau itu akan memberikan keuntungan,” katanya. Dia menjelaskan, selain mindset profit oriented , pihak swasta juga merasa tidak ada penghargaan dari pemerintah. Padahal, kata dia, mestinya pemerintah juga bisa paham bahwa swasta perlu reward seperti pemberian insentif kepada perusahaan-perusahaan swasta yang mau berinvestasi di bidang penelitian.
”Apakah itu (insentif) peringanan pajak, atau apa pun bentuk insentifnya. Lalu kemudian diberikan kebijakan disinsentif kepada yang tidak mau. Nah , itu akan bisa bergerak bekerja sama dari swasta untuk penelitian,” ungkapnya.
Rahmat sahid
Puan berkomitmen untuk memperjuangkan agar anggaran untuk penelitian ditingkatkan mengingat anggaran yang ada saat ini memang belum maksimal. ”Pemerintah berkomitmen untuk menaikkan anggaran penelitian dan pengembangan inovasi.
Hal ini menjadi suatu kesempatan untuk meningkatkan performa dan produktivitas karya riset, sehingga implikasi teknologi bagi masyarakat pada lima tahun ke depan harus dapat diandalkan,” kata Puan dalam Pembukaan Rapat Kerja LIPI, di Gedung LIPI, Jakarta, kemarin.
MenurutPuan, salah satu tantangan klasik yang kerap menerpa lembaga penelitian diIndonesia adalah keterbatasan dana. ”Karena itulah, akselerasi perkembangan riset dan teknologi di Indonesia tidak sepesat di negara-negara maju yang mendapatkan kucuran dana yang tinggi,” ujarnya. Puan menjelaskan, persentase anggaran untuk kegiatan riset sejauh ini masih didominasi anggaran pemerintah, yaitu 81,1%.
Sementara swasta 14,3% dan perguruan tinggi 4,6%. Secara keseluruhan, kata Puan, anggaran riset di Indonesia hanya berkisar 0,08% dari produk domestik bruto (PDB). Padahal, rekomendasi UNESCO menyebutkan rasio anggaran iptek yang memadai adalah 2% dari PDB. ”Oleh karena itu, sudah saatnya swasta ikut didorong dengan memberikan insentif agar membelanjakan lebih besar lagi untuk kegiatan riset dan inovasi,” tukasnya.
Puan lalu mengutip laporan World Economic Forum (WEF), Indeks Kompetitif Global Indonesia pada 2014/2015 berada di peringkat ke-34, naik dibandingkan tahun 2013/2014 yang di peringkat 38. Namun demikian, dari 12 pilar Indeks Kompetitif Global, Indonesia masih harus memacu empat pilar yang masih tertinggal, yaitu infrastruktur, kesiapan teknologi, pendidikan tinggi dan training, dan inovasi.
”Peringkat daya saing Indonesia akan terus meningkat secara berkelanjutan dan semakin tinggi apabila didukung oleh penelitian, teknologi, dan inovasi yang kuat. LIPI merupakan salah satu tumpuan dalam mengatasi kelemahan Indeks Kompetitif Global Indonesia,” terangnya.
Lebih lanjut Puan menjelaskan, penggabungan urusan riset dan teknologi dengan urusan pendidikan tinggi ke dalam satu Kementerian Ristek dan Dikti merupakan salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan riset dan teknologi serta kemampuan inovasi.
Latar belakang yang mendorong asimilasi kedua sektor tersebut adalah agar karya-karya yang dihasilkan perguruan tinggi tidak berhenti menjadi arsip saja, namun diharapkan dapat menjadi solusi konkret untuk menjawab permasalahan masyarakat melalui implementasi.
”Selain itu, alokasi anggaran riset akan bisa dikonsolidasikan juga melalui anggaran pendidikan tinggi sehingga kedua sektor dapat berjalan sinergi,” jelasnya. Kepala LIPI Iskandar Zulkarnain mengatakan, peran swasta memang perlu didorong terkait anggaran untuk pengembangan penelitian ilmu pengetahuan teknologi. Namun, kata dia, hal itu tidaklah mudah karena dari swasta secara umum pola pikirnya masih cari untung.
”Swasta itu kan profit oriented. Swasta itu kan akan melakukan sesuatu kalau itu akan memberikan keuntungan,” katanya. Dia menjelaskan, selain mindset profit oriented , pihak swasta juga merasa tidak ada penghargaan dari pemerintah. Padahal, kata dia, mestinya pemerintah juga bisa paham bahwa swasta perlu reward seperti pemberian insentif kepada perusahaan-perusahaan swasta yang mau berinvestasi di bidang penelitian.
”Apakah itu (insentif) peringanan pajak, atau apa pun bentuk insentifnya. Lalu kemudian diberikan kebijakan disinsentif kepada yang tidak mau. Nah , itu akan bisa bergerak bekerja sama dari swasta untuk penelitian,” ungkapnya.
Rahmat sahid
(bbg)