Akuntabilitas Parpol Masih Lemah

Rabu, 11 Maret 2015 - 10:30 WIB
Akuntabilitas Parpol...
Akuntabilitas Parpol Masih Lemah
A A A
JAKARTA - Gagasan agar negara membiayai partai politik (parpol) melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dinilai belum bisa diterapkan dalam waktu dekat.

Sebab kondisi parpol saat ini belum siap dari segi akuntabilitas maupun iktikad melakukan perbaikan atas fungsinya. “Ide itu bagus dan penting untuk dipikirkan dan dikaji secara mendalam. Tapi kalau sekarang ini tentu waktunya tidak tepat dan akan semakin menguatkan tingginya sinisme dan resistensi publik terhadap partai,” kata pakar politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Kuskrido Ambardi kepada KORAN SINDO kemarin.

Menurut Kuskrido, wacana tersebut sebenarnya bukan hal baru dan di banyak negara juga sudah ada contohnya. Tapi dari segi momentum memang tak akan jauh berbeda seperti halnya wacana membangun gedung baru DPR, dana aspirasi, serta dana rumah aspirasi bagi anggota Dewan. Kesemuanya itu, menurut dia, mendapatkan resistensi publik yang begitu tinggi karena nyatanya sekarang belum terlihat ada iktikad kuat partai untuk memperbaiki kinerjanya.

“Parpol yang ada sekarang dari sisi program miskin, kemudian pendidikan politik juga minim. Demikian juga fungsi agregasi. Kalau kemudian di tengah kondisi itu yang diwacanakan justru meminta anggaran untuk biaya parpol, tentu akan ditentang publik,” ungkapnya. Kuskrido juga tidak melihat ada relevansi yang kuat antara alasan wacana itu dengan kondisi kepartaian sekarang ini.

Dia mengatakan, kalau alasannya biaya itu agar partai tidak melakukan korupsi, jelas orientasinya bukanlah untuk perbaikan fungsi kepartaian, melainkan orientasi pada bagi-bagi anggaran. “Karena, logikanya, ketimbang partai korupsi dan mengambil dana dari APBN, lebih baik dilegalkan saja. Itu logika yang kurang pas karena kondisi sekarang partai belum bisa menunjukkan apa kerja dan program untuk rakyat yang membuat mereka itu pantas dibiayai negara,” jelasnya.

Hal senada disampaikan Direktur Ekskutif Lingkar Madani (Lima) Indonesia Ray Rangkuti. Menurut dia, alasan bahwa korupsi akan bisa dihindari ketika partai dibiayai negara hanyalah akal-akalan saja. “Alasan itu tidak sesuai jika melihat kondisi parpol di Indonesia saat ini,” katanya. Menurut Ray, dengan kinerja parpol yang masih sangat jauh dari harapan rakyat, wacana tersebut jelas mencederai.

Apalagi kinerja mereka dalam tugas memperjuangkan kepentingan rakyat dan transparansi anggaran parpol melalui kadernyadiDPRbelumadaperbaikan. Bahkan, beberapa dari mereka justrutersangkutkasuskorupsi. Sementara itu, Ketua DPR Setya Novanto mengungkapkan, sepanjang pengaturannya jelas dan tidak membebani rakyat, wacana tersebut bagus-bagus saja untuk dikaji ke depan.

Apalagi belakangan ini semua parpol mengalami kendala dalam masalah pendanaan sehingga harus dicarikan jalan keluar terbaik agar parpol bisa melakukan fungsi kepartaian tanpa harus terhambat dengan masalah anggaran. “Sepanjang tak memberatkan kepentingan rakyat, ada program yang harus kita siapkan. Mudah-mudahan ada jalan keluar dan memang harus dicarikan jalan,” kata dia.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mewacanakan agar dalam jangka panjang nanti pemerintah mengalokasikan anggaran dari APBN untuk pembiayaan partai politik. Namun wacana itu harus diorientasikan pada upaya menongkatkan transparansi dan demokrasi.

“Perlu adanya wacana pemerintah jangka panjang dengan dukungan DPR dan elemenelemen masyarakat prodemokrasi khususnya untuk meningkatkan transparansi dan demokrasi, untuk memikirkan membiayai parpol dengan APBN,” kata Tjahjo. Tjahjo belum mempersilakan wacana itu untuk dikaji secara mendalam dan dibuat sistem terbaiknya.

Soal alokasi dananya berapa, hal itu juga perlu dikaji berdasarkan efektivitasnya, misalnya apakah perlu dengan batasan maksimal Rp1 triliun untuk setiap partainya. Menurut Tjahjo, wacana itu juga bisa dikaitkan dengan penerapan threshold di Pemilu 2019 nanti. Wacana itu juga sekaligus bisa untuk menekan korupsi.

Sebab, kondisi politik sekarang ini sebagian masyarakat menilai negatif bahwa partai untuk membiayai kegiatan politiknya bermain anggaran APBN/APBD melalui oknum anggotanya di legislatif. “Political will (membiayai parpol dari APBN) ini perlu karena parpol merupakan rekrutmen kepemimpinan nasional dalam negara yang demokratis,” ucapnya.

Wakil Sekjen DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang juga Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai usulan itu bagus karena jika diterapkan dengan baik, program tersebut bisa mencegah anggota parpol melakukan korupsi. Namun Fahri mengingatkan agar yang dipersiapkan untuk wacana itu adalah sistemnya, bukan besaran anggarannya. “Harusnya bicara konsep dulu deh, yang matang.

Ajak aktivis pemberantasan korupsi, lalu dicek, ada enggak negara yang bersih soal ini,” kata Fahri. Menurut Fahri, regulasi soal keuangan politik itu memang penting dan itu salah satu syarat untuk pemberantasan korupsi. Dengan wacana itu, nanti perlu disiapkan juga konsep pembiayaan kampanye.

Karena yang sekarang ini terjadi adalah biaya kampanye banyak yang menggunakan uang pribadi sehingga ketika menjabat ada orientasi mengembalikan dana kampanye tersebut. “Harus diatur. Enggak ada logikanya calon bupati korbankan Rp100 miliar untuk biaya kampanye, nanti dapat gaji cuma Rp6 juta per bulan. Enggak masuk akal itu,” ungkapnya.

Rahmat sahid
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6277 seconds (0.1#10.140)