Kontrak Gas Bangkalan Sarat Kongkalikong
A
A
A
JAKARTA - Proses pengurusan dan perjanjian kontrak jual beli gas alam untuk pembangkit listrik Gili Timur dan Gresik di Kabupaten Bangkalan, Madura, antara PT Media Karya Sentosa (MKS) dengan enam pihak sarat kongkalikong.
Enam pihak tersebut adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Bangkalan, Pembangunan Daerah (PD) Sumber Daya selaku BUMD Bangkalan, PT Pertamina EP, Kodeco Energy Co Ltd, Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas, kini SKK Migas), dan PT Pembangkit Jawa Bali (PJB). Fakta tersebut terungkap saat sidang lanjutan terdakwa Direktur PT MKS Antonius Bambang Djatmiko di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kemarin.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan lima saksi, yakni mantan Dirut Pertamina EP Tri Siwindono, mantan Kepala Divisi Pemasaran sekaligus mantan Kepala Divisi Operasi BP Migas Budi Indianto, mantan Dirut PT Pembangkit Jawa Bali Samiudin, Bendahara PD Sumber Daya Mariatul Kiptiyah, dan Manajer Keuangan PT Pembangkitan Jawa Bali Andi Andhiani Rinsia.
Mereka dicecar secara bergantian oleh JPU Amir Nurdianto, Arin Karniasari, Titik Utami, dan Asrul Alimina serta majelis hakim. Budi Indianto mengaku mengetahui permohonan PT MKS untuk mendapatkan alokasi gas bumi di Blok Poleng Bangkalan kepada Kodeco Energy untuk dijual ke PT PJB pada 2006. Atas pengajuan itu, Budi menyarankan agar MKS berdiskusi dengan Kodeco dan Pertamina EP.
Sebab BP Migas sudah menunjuk Pertamina EP sebagai penguasa pengelola di Blok Poleng. Dia membenarkan, atas keinginan itu kemudian ada surat dukungan kepada MKS dari Kabupaten Bangkalan yang ditandatangani KH Fuad Amin Imron selaku bupati. Anehnya, Fuad Amin lebih dulu menyampaikan ke Pertamina EP dan Kodeco.
“Sudah ada permintaan lisan tidak langsung ke kami, BP Migas, tapi (disampaikan) dari Pertamina EP dan Kodeco. Bupati (juga) mengirim surat ke Presiden Kodeco,” ungkap Budi di depan majelis hakim. JPU Titik Utami kemudian mencecar Budi apakah pernah menerima sesuatu dari MKS. Budi membenarkan pernah beberapa kali menerima uang dalam jumlah berbeda dari Antonius.
Tapi Budi lupa sejak kapan. Titik mengungkap bukti dan berita acara pemeriksaan (BAP) Budi bahwa yang bersangkutan sudah menerima uang sejak 2009 hingga Maret 2012. Uang itu berkaitan dengan proses yang dijalani MKS dalam kaitan pengurusan dan perjanjian dengan Pertamina EP, Kodeco, dan BUMD. “Pertama Rp10 juta, kemudian Rp10 juta, Rp15 juta, Rp50 juta, terakhir Maret 2012 saudara saksi terima Rp100 juta. Jumlah totalnya Rp2,1 miliar.
Benar? Uang itu kenapa diberikan? Untuk apa?” cecar Titik. Budi membenarkannya. Dia menyatakan, penerimaan itu memang sejak 2009. “(DikembalikankeKPK) karena apapun alasannya, penerimaan itu kami (saya) nilai tidak benar. Yang dikembalikan baru Rp500 juta, kami (sudah) mohon izin mencicil kepada penyidik,” ucapnya.
Mantan Dirut PT PJB Samiuddin menyatakan, pada 2006, MKS datang ke perusahaannya ingin mengambil row gas milik PJB. MKS berjanji nanti akan menggantinya. Berikutnya ditandatangani dua perjanjian dengan MKS. PJB menerima tawaran MKS karena nantinya PJB punya pasokan 140.000-150.000 mmb tugas.
Sabir Laluhu
Enam pihak tersebut adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Bangkalan, Pembangunan Daerah (PD) Sumber Daya selaku BUMD Bangkalan, PT Pertamina EP, Kodeco Energy Co Ltd, Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas, kini SKK Migas), dan PT Pembangkit Jawa Bali (PJB). Fakta tersebut terungkap saat sidang lanjutan terdakwa Direktur PT MKS Antonius Bambang Djatmiko di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kemarin.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan lima saksi, yakni mantan Dirut Pertamina EP Tri Siwindono, mantan Kepala Divisi Pemasaran sekaligus mantan Kepala Divisi Operasi BP Migas Budi Indianto, mantan Dirut PT Pembangkit Jawa Bali Samiudin, Bendahara PD Sumber Daya Mariatul Kiptiyah, dan Manajer Keuangan PT Pembangkitan Jawa Bali Andi Andhiani Rinsia.
Mereka dicecar secara bergantian oleh JPU Amir Nurdianto, Arin Karniasari, Titik Utami, dan Asrul Alimina serta majelis hakim. Budi Indianto mengaku mengetahui permohonan PT MKS untuk mendapatkan alokasi gas bumi di Blok Poleng Bangkalan kepada Kodeco Energy untuk dijual ke PT PJB pada 2006. Atas pengajuan itu, Budi menyarankan agar MKS berdiskusi dengan Kodeco dan Pertamina EP.
Sebab BP Migas sudah menunjuk Pertamina EP sebagai penguasa pengelola di Blok Poleng. Dia membenarkan, atas keinginan itu kemudian ada surat dukungan kepada MKS dari Kabupaten Bangkalan yang ditandatangani KH Fuad Amin Imron selaku bupati. Anehnya, Fuad Amin lebih dulu menyampaikan ke Pertamina EP dan Kodeco.
“Sudah ada permintaan lisan tidak langsung ke kami, BP Migas, tapi (disampaikan) dari Pertamina EP dan Kodeco. Bupati (juga) mengirim surat ke Presiden Kodeco,” ungkap Budi di depan majelis hakim. JPU Titik Utami kemudian mencecar Budi apakah pernah menerima sesuatu dari MKS. Budi membenarkan pernah beberapa kali menerima uang dalam jumlah berbeda dari Antonius.
Tapi Budi lupa sejak kapan. Titik mengungkap bukti dan berita acara pemeriksaan (BAP) Budi bahwa yang bersangkutan sudah menerima uang sejak 2009 hingga Maret 2012. Uang itu berkaitan dengan proses yang dijalani MKS dalam kaitan pengurusan dan perjanjian dengan Pertamina EP, Kodeco, dan BUMD. “Pertama Rp10 juta, kemudian Rp10 juta, Rp15 juta, Rp50 juta, terakhir Maret 2012 saudara saksi terima Rp100 juta. Jumlah totalnya Rp2,1 miliar.
Benar? Uang itu kenapa diberikan? Untuk apa?” cecar Titik. Budi membenarkannya. Dia menyatakan, penerimaan itu memang sejak 2009. “(DikembalikankeKPK) karena apapun alasannya, penerimaan itu kami (saya) nilai tidak benar. Yang dikembalikan baru Rp500 juta, kami (sudah) mohon izin mencicil kepada penyidik,” ucapnya.
Mantan Dirut PT PJB Samiuddin menyatakan, pada 2006, MKS datang ke perusahaannya ingin mengambil row gas milik PJB. MKS berjanji nanti akan menggantinya. Berikutnya ditandatangani dua perjanjian dengan MKS. PJB menerima tawaran MKS karena nantinya PJB punya pasokan 140.000-150.000 mmb tugas.
Sabir Laluhu
(bbg)