Diversifikasi Produk Wealth Management

Senin, 09 Maret 2015 - 09:54 WIB
Diversifikasi Produk Wealth Management
Diversifikasi Produk Wealth Management
A A A
Indonesia jelas mempunyai potensi dalam mengembangkan bisnis wealth management. Apalagi sejak beberapa tahun terakhir middle class Indonesia naik luar biasa.

Selain itu, kelas yang di atasnya juga naik. Itu tidak terlepas dari situasi sejak tujuh tahun terakhir. Perekonomian Indonesia mengalami pertumbuhan yang luar biasa. Tentu saja ini akan mengangkat perekonomian penduduknya. Siapa saja yang mulai masuk middle class itu sebenarnya banyak versinya. Ada yang menyebutkan Rp2 juta, tapi ada juga yang mengatakan pendapatan Rp1,5 juta juga masih dalam kategori middle class.

Masyarakat yang masuk dalam kelas high net worth itu berada di kisaran USD300.000-500.000. Namun, di balik potensi yang besar itu, ternyata banyak juga tantangan yang harus dihadapi dalam mengembangkan wealth management di Indonesia. Salah satunya produk yang ditawarkan ke masyarakat. Misalnya saja produk-produk reksa dana berbasiskan saham, obligasi, dan produkproduk pasar uang.

Memang sejumlah bank, terutama asing juga menawarkan produk-produk yang berbasiskan currency, namun jumlahnya tidak banyak disebabkan kemampuan bank yang berbeda-beda. Sebetulnyawealth management itu tidak terbatas pada produk-produk yang itu saja. Padahal wealth management sebenarnya memberikan akses seluasluasnya kepada nasabah terhadap segala potensi investasi yang ada di seluruh dunia.

Hari ini produk-produk wealth management di Indonesia terbatas pada instrumen yang ada dan boleh dijual. Itu sebenarnya disebabkan peraturan yang ada saat ini. Padahal, kalau kita bicara wealth management, tentu saja bukan hanya produk-produk yang berbasis saham atau obligasi yang ditawarkan, melainkan juga different currency lain. Apalagi di wealth management mengenal konsep diversifikasi.

Mungkin masa mendatang otoritas yang mengatur wealth management bisa memberikan kesempatan kepada nasabah membeli berbagai produk wealth management di luar negeri. Kalau tidak, nasabah akan mencari sendiri produk yang disukainya di luar negeri dan tentu mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk berinvestasi di luar negeri. Ini penting karena saya percaya orang yang mempunyai uang banyak, sebagian uangnya pasti akan diparkir di luar negeri dengan segala tujuan.

Seperti membeli produk-produk investasi yang berbasis currency lain. Jika mempunyai uang lebih, tentu tidak hanya ingin memegang rupiah, tapi juga mau memegang dolar Amerika atau mata uang lain yang dianggap mempunyai potensi untuk berinvestasi. Kendala lain menurut saya adalah persoalan human resources. Secara bertahap tantangan ini bisa dikendalikan, baik itu dari sisi kualitas maupun kuantitas. Dari sisi kualitas, sumber daya di Indonesia tidak kalah dengan yang ada di luar negeri.

Terbukti dari cukup banyaknya human resources wealth management lokal yang ”dibajak” institusi keuangan asing dari HongKong, Malaysia, danSingapura. Tetapi dari sisi jumlah, ini harus terus dibenahi. Saat ini rata-rata setiap bank memiliki satu relationship wealth management yang mengurus 75-200 nasabah. Itu cukup banyak. Padahal idealnya, satu orang cukup memegang 50-75 nasabah saja. Itu menunjukkan resources pada industri ini masih kurang. Jadi tidak heran kalau kerap terdengar bajak-membajak sumber daya manusia.

Dengan fokusnya sumber daya, diharapkan akan meningkatkan jumlah investor dalam negeri. Saat ini pertumbuhan nasabahwealth management secara nasional di kisaran 12-13% per tahun. Jumlahnya bisa meningkat jika semua pihak, khususnya pengelola wealth management, lebih serius lagi menggarap pasar ini.

(disarikan dari wawancara)

Darmadi Sutanto
Ketua Umum Certified Wealth Managers' Association (CWMA)
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2211 seconds (0.1#10.140)