Indonesia Kekurangan Dosen S-3
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah khawatir atas ketersediaan dosen bergelar doktor (S-3). Sejauh ini jumlah dosen bergelar doktor masih sangat minim. Padahal, dosen bergelar doktor ini berpengaruh pada posisi Indonesia dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) Muhammad Nasir mengatakan, dosen Indonesia yang bergelar doktor kurang dari 15%. Ini akan berdampak pada kemajuan dan kualitas perguruan tinggi (PT) di Indonesia. Dosen berkualitas seperti yang bergelar doktor ini menjadi kunci keberhasilan Indonesia menghadapi MEA.
“Meningkatkan jumlah dosen yang bergelar doktor merupakan upaya bersiap jelang MEA, meningkatkan kualitas riset, dan kualitas infrastruktur perguruan tinggi. Dalam kesemuanya itu, dosen berkualitas menjadi kunci di dalamnya. Pendidikan dan kualifikasi dosen sangat berpengaruh pada kesemuanya,” ungkap Nasir di Kantor Kemenristek Dikti, Jakarta, kemarin.
Nasir mengatakan, upaya peningkatan mutu dosen yang memiliki gelar doktor akan dilakukan dengan beberapa upaya seperti memberikan berbagai beasiswa untuk dosen yang ingin melanjutkan program strata tiga (S-3). Selain itu, Kemenristek Dikti juga telah bekerja sama dengan beberapa universitas di luar negeri.
Salah satu negara yang bekerja sama dengan Indonesia adalah Inggris. Dia mengungkapkan, ada 12 universitas di Inggris yang akan bekerja sama dengan Indonesia. Mantan Rektor Undip ini berharap, dalam lima tahun ke depan dosen Indonesia yang bergelar doktor bisa mencapai 25% dari total jumlah dosen yang mencapai 270.000 orang.
Selain itu, pemerintah juga akan memperhatikan kuantitas, mutu, dan hilirisasi riset. “Kami berupaya riset yang dijalankan dapat bersaing dan dinikmati oleh masyarakat sehingga ada unsur aplikatif,” kata Nasir.
Sekretaris Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) Werry Darta Taifur mengatakan, jumlah dosen di Indonesia sebenarnya belum mengkhawatirkan. Posisinya masih menjadi rata-rata di Indonesia. Cukup banyak perguruan tinggi yang memiliki doktor dari rata-rata nasional.
Misalnya saja di Universitas Andalas Padang yang memiliki jumlah dosen sebesar 35%. Rektor Universitas Andalas ini menyebutkan, jumlah dosen bergelar doktor di kampus negeri mencapai 14.811 orang dan di perguruan tinggi swasta ada 7.227 orang. Jumlah ini menunjukkan terjadi ketimpangan distribusi dosen antara PTN dan PTS karena jumlah PTS saja mencapai 3.000 perguruan tinggi.
Permasalahan distribusi patut menjadi perhatian pemerintah, tidak hanya penyebaran di negeri dan swasta saja, namun jumlah dosen bergelar S-3 juga lebih banyak ada di Pulau Jawa dibandingkan di luar Jawa. “Ada fakultas uang sudah banyak doktornya dan beberapa fakultas sedikit sekali doktornya. Dalam satu fakultas juga terjadi ketimpangan antarjurusan atau program studi. Jadi isunya selain masih sedikit jumlah, distribusinya sangat timpang,” ucapnya.
Sekretaris Panitia SNMPTN 2015 ini mengatakan, dosen bergelar S-3 baru sedikit karena pengiriman dosen untuk melanjutkan pendidikan S-3 baru intensif sejak Mohammad Nuh menjabat menteri pendidikan dan kebudayaan.
Sebelumnya pendidikan S-3 lebih banyak melalui program kerja sama antarnegara dan melalui lembaga internasional seperti Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia, atau dana yang disediakan oleh negara lain seperti Australia, Jepang, Jerman, dan Belanda. Namun, dia meyakini, jumlah doktor akan bertambah cukup banyak untuk tahun-tahun mendatang.
Apalagi, dosen yang sedang menempuh kuliah S-3 sejak 2009 dan 2010 akan segera kembali ke Tanah Air. Contohnya dosen Universitas Andalas yang sedang studi S-3 hampir 300 orang baik di dalam negeri maupun luar negeri. Dia berharap pemerintah akan lebih banyak lagi menyediakan beasiswa untuk program S-3.
Menurut dia, seleksi dosen perlu diperbaiki pada masa mendatang. Memang sudah cukup banyak doktor, tapi di antara mereka ada juga yang tidak lulus seleksi PNS. Kemudian pemerintah perlu juga mengadakan program persiapan untuk seleksi.
Kemampuan bahasa asing mahasiswa Indonesia masih rendah dan ini menjadi permasalahan tersendiri. Selain itu, perguruan tinggi juga tidak semua memiliki kemampuan yang mencukupi untuk mengirim dosen untuk meningkatkan kemampuan bahasa asing sesuai ketentuan yang diminta.
“Perguruan tinggi luar Jawa sangat memerlukan program seperti ini. Jadi, banyak langkah yang harus dibenahi untuk meningkatkan jumlah doktor di Indonesia,” ucapnya.
Neneng zubaidah
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) Muhammad Nasir mengatakan, dosen Indonesia yang bergelar doktor kurang dari 15%. Ini akan berdampak pada kemajuan dan kualitas perguruan tinggi (PT) di Indonesia. Dosen berkualitas seperti yang bergelar doktor ini menjadi kunci keberhasilan Indonesia menghadapi MEA.
“Meningkatkan jumlah dosen yang bergelar doktor merupakan upaya bersiap jelang MEA, meningkatkan kualitas riset, dan kualitas infrastruktur perguruan tinggi. Dalam kesemuanya itu, dosen berkualitas menjadi kunci di dalamnya. Pendidikan dan kualifikasi dosen sangat berpengaruh pada kesemuanya,” ungkap Nasir di Kantor Kemenristek Dikti, Jakarta, kemarin.
Nasir mengatakan, upaya peningkatan mutu dosen yang memiliki gelar doktor akan dilakukan dengan beberapa upaya seperti memberikan berbagai beasiswa untuk dosen yang ingin melanjutkan program strata tiga (S-3). Selain itu, Kemenristek Dikti juga telah bekerja sama dengan beberapa universitas di luar negeri.
Salah satu negara yang bekerja sama dengan Indonesia adalah Inggris. Dia mengungkapkan, ada 12 universitas di Inggris yang akan bekerja sama dengan Indonesia. Mantan Rektor Undip ini berharap, dalam lima tahun ke depan dosen Indonesia yang bergelar doktor bisa mencapai 25% dari total jumlah dosen yang mencapai 270.000 orang.
Selain itu, pemerintah juga akan memperhatikan kuantitas, mutu, dan hilirisasi riset. “Kami berupaya riset yang dijalankan dapat bersaing dan dinikmati oleh masyarakat sehingga ada unsur aplikatif,” kata Nasir.
Sekretaris Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) Werry Darta Taifur mengatakan, jumlah dosen di Indonesia sebenarnya belum mengkhawatirkan. Posisinya masih menjadi rata-rata di Indonesia. Cukup banyak perguruan tinggi yang memiliki doktor dari rata-rata nasional.
Misalnya saja di Universitas Andalas Padang yang memiliki jumlah dosen sebesar 35%. Rektor Universitas Andalas ini menyebutkan, jumlah dosen bergelar doktor di kampus negeri mencapai 14.811 orang dan di perguruan tinggi swasta ada 7.227 orang. Jumlah ini menunjukkan terjadi ketimpangan distribusi dosen antara PTN dan PTS karena jumlah PTS saja mencapai 3.000 perguruan tinggi.
Permasalahan distribusi patut menjadi perhatian pemerintah, tidak hanya penyebaran di negeri dan swasta saja, namun jumlah dosen bergelar S-3 juga lebih banyak ada di Pulau Jawa dibandingkan di luar Jawa. “Ada fakultas uang sudah banyak doktornya dan beberapa fakultas sedikit sekali doktornya. Dalam satu fakultas juga terjadi ketimpangan antarjurusan atau program studi. Jadi isunya selain masih sedikit jumlah, distribusinya sangat timpang,” ucapnya.
Sekretaris Panitia SNMPTN 2015 ini mengatakan, dosen bergelar S-3 baru sedikit karena pengiriman dosen untuk melanjutkan pendidikan S-3 baru intensif sejak Mohammad Nuh menjabat menteri pendidikan dan kebudayaan.
Sebelumnya pendidikan S-3 lebih banyak melalui program kerja sama antarnegara dan melalui lembaga internasional seperti Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia, atau dana yang disediakan oleh negara lain seperti Australia, Jepang, Jerman, dan Belanda. Namun, dia meyakini, jumlah doktor akan bertambah cukup banyak untuk tahun-tahun mendatang.
Apalagi, dosen yang sedang menempuh kuliah S-3 sejak 2009 dan 2010 akan segera kembali ke Tanah Air. Contohnya dosen Universitas Andalas yang sedang studi S-3 hampir 300 orang baik di dalam negeri maupun luar negeri. Dia berharap pemerintah akan lebih banyak lagi menyediakan beasiswa untuk program S-3.
Menurut dia, seleksi dosen perlu diperbaiki pada masa mendatang. Memang sudah cukup banyak doktor, tapi di antara mereka ada juga yang tidak lulus seleksi PNS. Kemudian pemerintah perlu juga mengadakan program persiapan untuk seleksi.
Kemampuan bahasa asing mahasiswa Indonesia masih rendah dan ini menjadi permasalahan tersendiri. Selain itu, perguruan tinggi juga tidak semua memiliki kemampuan yang mencukupi untuk mengirim dosen untuk meningkatkan kemampuan bahasa asing sesuai ketentuan yang diminta.
“Perguruan tinggi luar Jawa sangat memerlukan program seperti ini. Jadi, banyak langkah yang harus dibenahi untuk meningkatkan jumlah doktor di Indonesia,” ucapnya.
Neneng zubaidah
(ftr)