Isu Anak Masih Disepelekan
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah menyatakan perlindungan anak dan perempuan perlu ditingkatkan terkait banyaknya kasus yang terjadi belakangan ini. Karena itu, keduanya harus menjadi perhatian serius dalam kebijakan pembangunan.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP-PA) Yohana Susana Yembise mengatakan, jika pernikahan perempuan dilakukan dalam usia dini dengan emosi yang belum matang maka akan berdampak pada kehidupan rumah tangganya dan anak. “Banyak perempuan yang nikah dini, kemudian tak lama cerai. Setelah cerai, biasanya mereka ke luar negeri. Anak yang ditinggal dan telantar itu menjadi masalah baru karena rawan eksploitasi dan kekerasan.
Di Timur, banyak anak tanpa bapak,” kata Yohana dalam Media Visit di MNC News Room, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, kemarin. Menurut Yohana, masalah yang menyangkut perempuan dan anak sangat kompleks, misalnya terkait perdagangan manusia, kejahatan seksual, kekerasan terhadap perempuan dan anak. Karena itu dibutuhkan penanganan serius dari berbagai pihak dalam menanganinya. Hanya, isu perlindungan perempuan dan anak saat ini cenderung disepelekan.
“Ketika isu perempuan dan anak disampaikan ke kepolisian, mereka menganggapnya hal biasa. Mereka menganggap masalah perempuan dan anak adalah urusan keluarga sehingga jangan sampai dibawa ke polisi. Mereka perlu dikasih penyadaran kalau isu ini penting,” katanya. Karena isu perempuan dan anak kurang populer, program menyangkut pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak kurang mendapatkan tempat. Di sisi lain, kompleksitas masalah yang berkaitan dengan perempuan dan anak terus berkembang dan butuh perhatian khusus.
“Unit perempuan dan anak itu kecil. Bagaimana kami mau menjawab semua persoalan menyangkut perempuan dan anak ketika anggarannya kecil. Makanya kami akan membuat satgas dari polwan, ibu PKK, dan Dharma Wanita untuk membantu kami melakukan penyuluhan dan deteksi masalah perempuan dan anak di tingkat akar rumput,” kata Yohana.
Dalam upaya pemberdayaan perempuan, terutama dalam peningkatan sumber daya perempuan, Kementerian PPPA akan mendirikan balai pelatihan tenaga kerja wanita, terutama bagi mereka yang akan bekerja ke luar negeri. Balai itu berisi pelatihan bahasa dan keterampilan yang dibutuhkan perempuan untuk bekerja secara profesional. Kementerian PP-PA akan mengadakan pilot project terhadap program tersebut di delapan wilayah di Indonesia yang dimulai April nanti.
“Jika mereka punya kompetensi, profesional, dan pengetahuan yang cukup, mereka akan lebih dihargai, tidak akan dianiaya, dan hanya dijadikan objek eksploitasi. Kami juga akan bekerja sama dengan kedubes yang mau mempekerjakan mereka,” terangnya. Menurut Yohana, balai itu tidak hanya menyiapkan tenaga perempuan yang terampil agar bisa diterima bekerja di luar negeri, tetapi juga mempersiapkan sumber daya perempuan agar bisa lebih kompetitif untuk memasuki dunia kerja di dalam negeri.
Pasalnya, banyak sektor pekerjaan formal ataupun nonformal yang melibatkan peran perempuan. “Kami akan bekerja sama dengan perusahaan dalam negeri agar mau mempekerjakan mereka yang sudah terlatih. Pelatihan itu juga bisa mendorong mereka untuk membuka industri kreatif,” ungkapnya.
Anggota Komnas Perempuan Sri Nurherawati menilai, pendirian balai pelatihan untuk calon tenaga kerja perempuan penting untuk meningkatkan keterampilan dan kompetensi perempuan. Namun, yang tidak kalah penting dalam balai pelatihan itu perlu pendidikan dalam peningkatan pengetahuan terhadap hak dasar sebagai tenaga kerja dan kewajiban berbagai pihak terhadap mereka.
Di samping itu, yang terpenting, Sri mengatakan bahwa pemerintah perlu mendorong pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang sampai saat ini nasibnya masih terkatung-katung. UU itu bisa menjadi problem solver bagi masalah bagi ketenagakerjaan perempuan.
Di samping akan menguntungkan negara dan majikan, UU PRT juga bisa meningkatkan kepercayaan pemerintah ketika melakukan diplomasi. “75% pekerja kita di luar negeri itu pekerja rumah tangga sehingga PRT harus mendapatkan perhatian khusus dari negara,” katanya.
Khoirul muzaki
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP-PA) Yohana Susana Yembise mengatakan, jika pernikahan perempuan dilakukan dalam usia dini dengan emosi yang belum matang maka akan berdampak pada kehidupan rumah tangganya dan anak. “Banyak perempuan yang nikah dini, kemudian tak lama cerai. Setelah cerai, biasanya mereka ke luar negeri. Anak yang ditinggal dan telantar itu menjadi masalah baru karena rawan eksploitasi dan kekerasan.
Di Timur, banyak anak tanpa bapak,” kata Yohana dalam Media Visit di MNC News Room, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, kemarin. Menurut Yohana, masalah yang menyangkut perempuan dan anak sangat kompleks, misalnya terkait perdagangan manusia, kejahatan seksual, kekerasan terhadap perempuan dan anak. Karena itu dibutuhkan penanganan serius dari berbagai pihak dalam menanganinya. Hanya, isu perlindungan perempuan dan anak saat ini cenderung disepelekan.
“Ketika isu perempuan dan anak disampaikan ke kepolisian, mereka menganggapnya hal biasa. Mereka menganggap masalah perempuan dan anak adalah urusan keluarga sehingga jangan sampai dibawa ke polisi. Mereka perlu dikasih penyadaran kalau isu ini penting,” katanya. Karena isu perempuan dan anak kurang populer, program menyangkut pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak kurang mendapatkan tempat. Di sisi lain, kompleksitas masalah yang berkaitan dengan perempuan dan anak terus berkembang dan butuh perhatian khusus.
“Unit perempuan dan anak itu kecil. Bagaimana kami mau menjawab semua persoalan menyangkut perempuan dan anak ketika anggarannya kecil. Makanya kami akan membuat satgas dari polwan, ibu PKK, dan Dharma Wanita untuk membantu kami melakukan penyuluhan dan deteksi masalah perempuan dan anak di tingkat akar rumput,” kata Yohana.
Dalam upaya pemberdayaan perempuan, terutama dalam peningkatan sumber daya perempuan, Kementerian PPPA akan mendirikan balai pelatihan tenaga kerja wanita, terutama bagi mereka yang akan bekerja ke luar negeri. Balai itu berisi pelatihan bahasa dan keterampilan yang dibutuhkan perempuan untuk bekerja secara profesional. Kementerian PP-PA akan mengadakan pilot project terhadap program tersebut di delapan wilayah di Indonesia yang dimulai April nanti.
“Jika mereka punya kompetensi, profesional, dan pengetahuan yang cukup, mereka akan lebih dihargai, tidak akan dianiaya, dan hanya dijadikan objek eksploitasi. Kami juga akan bekerja sama dengan kedubes yang mau mempekerjakan mereka,” terangnya. Menurut Yohana, balai itu tidak hanya menyiapkan tenaga perempuan yang terampil agar bisa diterima bekerja di luar negeri, tetapi juga mempersiapkan sumber daya perempuan agar bisa lebih kompetitif untuk memasuki dunia kerja di dalam negeri.
Pasalnya, banyak sektor pekerjaan formal ataupun nonformal yang melibatkan peran perempuan. “Kami akan bekerja sama dengan perusahaan dalam negeri agar mau mempekerjakan mereka yang sudah terlatih. Pelatihan itu juga bisa mendorong mereka untuk membuka industri kreatif,” ungkapnya.
Anggota Komnas Perempuan Sri Nurherawati menilai, pendirian balai pelatihan untuk calon tenaga kerja perempuan penting untuk meningkatkan keterampilan dan kompetensi perempuan. Namun, yang tidak kalah penting dalam balai pelatihan itu perlu pendidikan dalam peningkatan pengetahuan terhadap hak dasar sebagai tenaga kerja dan kewajiban berbagai pihak terhadap mereka.
Di samping itu, yang terpenting, Sri mengatakan bahwa pemerintah perlu mendorong pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang sampai saat ini nasibnya masih terkatung-katung. UU itu bisa menjadi problem solver bagi masalah bagi ketenagakerjaan perempuan.
Di samping akan menguntungkan negara dan majikan, UU PRT juga bisa meningkatkan kepercayaan pemerintah ketika melakukan diplomasi. “75% pekerja kita di luar negeri itu pekerja rumah tangga sehingga PRT harus mendapatkan perhatian khusus dari negara,” katanya.
Khoirul muzaki
(ars)