PP PK Terbentur Kualifikasi Novum

Senin, 02 Maret 2015 - 10:53 WIB
PP PK Terbentur Kualifikasi...
PP PK Terbentur Kualifikasi Novum
A A A
JAKARTA - Pemerintah hingga kini belum menerbitkan peraturan pemerintah (PP) mengenai pengajuan upaya hukum peninjauan kembali (PK).

Dirjen Peraturan Perundang-undangan (Dirjen PP) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Wicipto Setiadi mengaku ada sejumlah kendala yang ditemui pemerintah dalam menyusun PP PK tersebut. Kendala terbesar adalah dalam merumuskan kualifikasi novum (keadaan/bukti baru) yang akan diatur di PP PK tersebut. “Ya novum itu termasuk (yang dibahas), novumnya itu kan apa, dan itulah tidak mudah memerinci putusan MK (Mahkamah Konstitusi) soal novumnya, kita harus cermati lagi,” tandas Wicipto di Jakarta kemarin.

Wicipto mengungkapkan, draf PP PK memang sudah disiapkan oleh Kemenkumham. Namun draf tersebut masih memerlukan berbagai masukan dan pandangan, khususnya dari Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Mahkamah Agung (MA). Dalam diskusi lanjutannya, diharapkan terdapat koreksi dari berbagai pihak yang prinsipnya pengajuan PK diperbolehkan beberapa kali. Meski menginginkan PK boleh diajukan beberapa kali, bukan berarti tidak ada batasan dalam pengajuannya.

Secara tersirat Wicipto mengatakan pengajuan PK boleh dari sekali, tetapi tetap ada batas pengajuannya. “Ya nanti tentu ada (batasan pengajuan PK). Kalau tidak ada, nanti menjadi tidak ada kepastian. Tapi prinsipnya yang disepakati itu PK boleh beberapa kali,” paparnya. Dalam draf tersebut juga ditekankan terpidana yang sudah mengajukan grasi lalu ditolak Presiden, maka tidak boleh mengajukan PK. “Grasi itu kan mengakui kesalahan lalu minta pengampunan sama presiden. Lho kok sudah mengaku salah malah mengajukan lagi, lalu PK-nya itu apa? Bukti baru yang mana?” ujarnya.

Meski demikian, Wicipto menargetkan PP PK dapat selesai dalam waktu 6 bulan. Setidaknya, dalam 2 sampai 3 kali pertemuan dengan Kejagung dan MA akan selesai jika tidak ada pembahasan hal krusial. PP PK ini merupakan tindak lanjut untuk mengakhiri polemik pengajuan PK yang tidak dibatasi dalam putusan MK Nomor 34 PUU/-XI/2013. Dalam pertimbangannya, MK mengakui kepastian hukum sangatlah layak untuk dilakukan pembatasan dalam upaya hukum.

Namun upaya menegakkan keadilan hukum tidak bisa untuk dibatasi. Adanya pembatasan dalam pengajuan PK sama saja bertentangan dengan UUD 1945 yang menjamin hak asasi manusia untuk mencari keadilan. Terlebih manakala ditemukan adanya keadaan baru (novum) setelah PK pertama diajukan bahkan diputus. Dengan demikian, sangat tidak adil jika PK hanya diberi kesempatan satu kali saja.

Juru Bicara MA Suhadi mengatakan, kalaupun nantinya PK boleh dari sekali, tetap harus ada kualifikasi yang sangat ketat terkait syaratsyarat pengajuan. Sebab, tanpa adanya pengetatan pengajuan, PK justru akan sangat membahayakan.

“Itu yang dirumuskan dalam PP, ada kualifikasi tertentu yang lebih ketat jangan ditafsirkan secara umum,” tandasnya. Mengenai novum, Suhadi pun menyatakan harus ada kualifikasi novum.

Nurul adriyana
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6689 seconds (0.1#10.140)