Begal Marak, Perlu Langkah Terintegrasi

Senin, 02 Maret 2015 - 10:24 WIB
Begal Marak, Perlu Langkah Terintegrasi
Begal Marak, Perlu Langkah Terintegrasi
A A A
JAKARTA - Maraknya aksi begal motor akhir-akhir ini sudah sangat meresahkan. Pemerintah dan aparat harus melakukan upaya yang komprehensif untuk menumpas kejahatan jalanan yang makin sadis tersebut secara berkesinambungan.

Anggota Komisi III DPR Al Muzzammil Yusuf mengatakan, pendekatan yang dilakukan tidak cukup hanya dengan pendekatan hukum dan keamanan. Alasannya penyebab munculnya begal bermacammacam, terutama adalah persoalan kemiskinan. Namun jika dikaitkan dengan banyaknya pelaku yang berasal dari daerah Lampung Timur, begal merupakan tradisi yang telah turun-temurun. Bahkan, ada satu kampung di mana begal sudah membudaya.

”Jadi, ada faktor ekonomi dan budaya. Maka tidak cukup pendekatan keamanan. Ini perlu penanganan integral antara kepolisian, pemerintah pusat, terutama Kementerian Sosial dan pemerintah daerah tentunya,” paparnya. Karena itu, jika kasus ini hanya dihadapi dengan pendekatan hukum maka solusinya tidak akan bertahan lama. Kejahatan tersebut akan terulang kembali.

”Akhirnya hanya akan berpindah- pindah. Ditangkap di sini, besok terjadi di sana,” kata dia. Meski begitu, Polri tetap harus bekerja keras dalam mengungkap kejahatan begal. Jangan sampai lambannya penanganan menyebabkan masyarakat main hukum sendiri. ”Ketika tidak maksimal penanganannya dan masyarakat merasa terancam maka mereka akan main hukum sendiri. Polisi harus secara cepat menangani agar hukum rimba tidak terjadi,” ungkapnya.

Senada, kriminolog Bambang Widodo Umar mengatakan perlu koordinasi antarpihak untuk menuntaskan masalah ini. Bambang mengatakan banyak penyebab maraknya kejahatan begal di masyarakat. Salah satunya faktor ekonomi, yang mana maraknya budaya konsumerisme dan materialisme. ”Kemudian lemahnya penegakan hukum, maraknya film-film kekerasan, lemahnya pengawasan sosial, terbatasnya lapangan kerja untuk lapisan masyarakat bawah,” ujarnya.

Kriminolog Yogo Tri Hendiarto menilai, saat ini sedang terjadi kondisi anomi dalam masyarakat. Artinya, masyarakat sudah tidak percaya pada nilai atau norma yang berlaku sehingga mereka melakukan penghukuman secara langsung terhadap pelanggar hukum. ”Ini terjadi ketika rasa aman sudah tidak lagi dirasakan masyarakat. Artinya, kepercayaan (terhadap polisi) menghilang. Untuk itu, polisi harus bertindak cepat mengatasi persoalan yang ada,” ungkap Yogo.

Dia menduga, keterbatasan personel polisi menjadi faktor penghambat kerja cepat lembaga penegak hukum ini. Artinya, ada kondisi tidak ideal antara jumlah masyarakat dan polisi. Jika kondisinya demikian maka bisa saja dilakukan operasi gabungan antara TNI dan Polri untuk menciptakan rasa aman. Hanya, sifatnya untuk TNI hanya mem-back up, sedangkan untuk proses penyelidikan tetap pada kewenangan polisi. Yang diperlukan lagi adalah konsistensi dari aparat penegak hukum.

Jika razia yang dilakukan rutin dan konsisten dipastikan angka kriminal menurun. Sementara itu, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengajak alim ulama, ustaz maupun ustazah untuk ”berjihad” bersama kepolisian dan pemerintah daerah mencegah aksi begal yang banyak melibatkan remaja.

Polisi Klaim Kejahatan Turun

Sementara itu, Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Ronny F Sompie mengatakan sebenarnya kejahatan begal tidak semarak yang dibayangkan. ”Jika melihat kejahatan begal di awal tahun ini sebenarnya cenderung menurun,” katanya. Dia mengatakan, meningkatnya kejahatan biasanya malah terjadi pada November-Desember, lantaran mendekati momen Natal dan Tahun Baru.

”Begal ini tidak semua ada. Kalimantan tidak ada. Sulawesi Selatan tidak ada. Bali nihil. Yang ada di wilayah Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Lampung. Bahkan, Jakarta sudah turun karena kapolda turun langsung,” paparnya. Menurutnya, begal terlihat marak karena pemberitaan media, padahal pemberitaan tersebut tidak mengakar pada data.

”Artinya sebutan marak ini hanya opini. Awalnya ramai di media sosial, lalu diambil media mainstream. Maka itu, media mainstreamharus hati-hati,” tuturnya. Lebih lanjut, Ronny mengimbau agar masyarakat ikut aktif dalam melakukan pencegahan. Namun, yang paling penting adalah ketika menangkap basah pelaku begal tidak main hakim sendiri. ”Biarkan polisi yang memprosesnya. Jika tetap dilakukan maka main hakim sendiri termasuk tindak pidana yang ancaman hukumannya di atas lima tahun,” tegas dia.

Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Unggung Cahyono meminta seluruh jajaran di wilayah hukumnya untuk melakukan patroli 24 jam penuh tanpa terputus. Untuk antisipasi adanya begal, pihaknya akan terus melakukan patroli skala besar. Setiap Polres akan di-backup oleh anggota polisi dari Polda Metro Jaya.

”Anggota akan disebar ke semua Polres untuk backup sebanyak 1 SSK Dalmas. Selain itu sebanyak 30 anggota gabungan dari Krimum, Krimsus, dan Narkoba akan dikirim ke Polres mempertebal pasukan,” katanya. Unggung juga mengaku telah berkoordinasi dengan kapolda wilayahlainuntukmemperketat wilayah penjagaan di perbatasan.

Pasalnya, pelaku begal umumnya berasal dari luar wilayah Jakarta, seperti wilayah Lampung dan Banten. ”Kita juga razia secara bersama-sama dan memeriksa setiap pengendara mobil dan motor dari bahan peledak, senjata tajam, senjata api serta narkoba,” tegasnya.

Dita angga/ Alfian faisal/ Helmi syarif/ R ratna purnama/ant
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8505 seconds (0.1#10.140)