Pedagang Besar Kendalikan Pasar

Minggu, 01 Maret 2015 - 10:58 WIB
Pedagang Besar Kendalikan...
Pedagang Besar Kendalikan Pasar
A A A
JAKARTA - Melambungnya harga beras belakangan ini ditengarai tidak sekadar faktor pasokan dan permintaan (supply and demand).

Ulah spekulan dan pedagang-pedagang besar turut memengaruhi harga komoditas pokok itu di pasaran. Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf mengatakan, struktur pasar beras nasional saat ini lebih bersifat oligopolistik, beberapa rantai distribusi seperti penggilingan beras dan pedagang besar dikuasai segelintir orang.

”Penguasaan itu berimbas pada stabilitas harga di pasaran. Ini yang harus dibenahi,” kata Syarkawi saat menjadi pembicara diskusi Polemik Sindo Trijaya Radio bertema “Harga Beras Tidak Waras” di Warung Daun Cikini Jakarta kemarin. Syarkawi mengaku KPPU belum memperoleh informasi mengenai mafia atau kartel beras seperti disebut Menteri Perdagangan Rachmat Gobel. Namun dia menegaskan pihaknya siap melakukan penyelidikan.

“Sama seperti kasus bawang putih, itu karena kebijakan pemerintah yang mendorong terjadinya persekongkolan. Kami menduga soal beras ini pun sama,” ungkapnya. Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron mengungkapkanhalsama. Menurutnyaharga beras yang tak terkendali turut dipengaruhi para spekulan. Padahal Undang-Undang Nomor 18/2012 tentang Pangan jelas menutup ruang gerak itu. Bulog menepis anggapan demikian.

Direktur Pelayanan Publik Perum Bulog Leli Pelita Sari Subekti menjelaskan, kenaikan harga beras lebih karena mekanisme supply and demand yang tidak seimbang sejak akhir 2014. Menurut dia, pada rentang November–Desember, beras untuk keluarga miskin (raskin) tidak dilepas ke pasar. Leli enggan berspekulasi mengenai dugaan permainan mafia, spekulan atau pedagangpedagang besar di balik meroketnya harga beras.

Menurutnya, stok beras bulog saat ini, 1,4 juta ton, cukup untuk lima bulan ke depan. Berdasarkan hasil operasi pasar di 12 titik di Jakarta ditambah kunjungan (inspeksi) langsung Presiden Joko Widodo, dia mengklaim saat ini sudah terjadi penurunan harga beras Rp150/kg. Direktur Bapokstra Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Robert J Bintaryo memastikan pihaknya tidak akan mengimpor beras untuk menekan lonjakan harga.

Ada sejumlah hal yang menjadi pertimbangan, salah satunya menjaga motivasi petani untuk menyukseskan swasembada pangan. Senada, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendagi Sri Agustini juga mengatakan bahwa impor bukan menjadi solusi yang akan digunakan untuk menekan harga beras di pasaran. Adapun impor terAkhir dilakukan pada 2014 dengan memesan beras 5.000 ton.

“Mengimpor barang juga karena tergantung pada kurs luar negeri atau dolar. Tapi sampai saat ini kita memutuskan tidak impor,” jelasnya. Pemerhati Pertanian yang juga anggota Pokja Ketahanan Pangan Khudori mengatakan, jalan keluar dari kondisi saat ini sebetulnya sederhana karena indikator untuk melihat kecukupan stok beras bisa dilihat dari jumlah distribusi yang disalurkan ke pasar-pasar induk.

”Seperti di Pasar Induk Cipinang, saat ini penurunannya luar biasa,” ujar dia. Khudori menilai operasi pasar yang dilakukan pemerintah tidak efektif. Salah satu temuan adalah harga yang tak sesuai. Beras yang mestinya dijual Rp7.400/kg tapi di lapangan lebih mahal.

Dian ramdhani
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1306 seconds (0.1#10.140)