PTAIN yang Berkelas Dunia
A
A
A
Dalam setiap pemeringkatan universitas yang umumnya bersumber pada Webometrics, 4icu, hingga QS World University Rankings, hampir selalu peringkat 10 besar universitas terbaik di Indonesia diisi oleh universitas negeri maupun swasta yang dikelola langsung oleh Kemendikbud Dikti RI.
Hal yang menjadi perhatian adalah bagaimana perguruan tinggi agama Islam negeri (PTAIN) belum mampu menembus 10 besar universitas terbaik di Indonesia. Sebagai contoh, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang pada peringkat Webometrics Januari 2015 menjadi universitas terbaik di lingkungan PTAIN ”hanya” mampu bertengger di posisi ke- 20 di tingkat nasional.
Hal yang lebih memprihatinkan adalah tidak adanya wakil dari PTAIN yang mampu menembus pemeringkatan yang dikeluarkan QS World University Rankings serta tidak ada satu pun PTAIN yang masuk menjadi anggota ASEAN University Network (AUN), organisasi yang mewadahi kerja sama antaruniversitas di kawasan ASEAN.
PTAIN yang hingga kini dikelola langsung oleh Kementerian Agama tentu harus mampu menjelaskan kepada publik mengenai peringkatnya yang melorot ini. Memang sudah ada kerja sama antara Kemendikbud dan Kemenag mengenai pengelolaan PTAIN, khususnya melalui kerja sama riset hingga mengubah nama IAIN menjadi UIN sehingga PTAIN tersebut tidak hanya membuka program studi khusus di bidang agama saja, tetapi juga program studi umum lainnya seperti kesehatan, sains, sosial humaniora hingga teknik.
Saya tentu mengapresiasi atas dibentuknya Kementerian Riset dan Dikti yang baru dibentuk oleh Presiden Jokowi. Hal yang disayangkan adalah sepertinya belum ada niatan dari Kemenag untuk ”memberikan” pengelolaan PTAIN, khususnya UIN, ke kementerian yang baru dibentuk tersebut. Padahal dengan masuknya PTAIN ke kementerian baru tersebut, diharapkan akan ada perwakilan dari PTAIN yang akan mengikuti PIMNAS, ajang kreativitas ilmiah mahasiswa tingkat nasional.
Selama ini tidak adanya perwakilan PTAIN dalam ajang bergengsi tersebut diduga karena PTAIN berada di bawah Kemenag, bukan Kemendikbud, sehingga berbeda pos anggaran. PTAIN terbaik yang mampu menjawab berbagai tantangan dan isu terkini harus segera lahir di negeri yang jumlah penduduk muslimnya terbesar ini. Apalagi Islam di Indonesia adalah Islam moderat dan jauh dari radikalisme.
Tentu lahirnya PTAIN yang berkelas dunia juga dapat menjawab berbagai isu terkini seperti terorisme karena pusat pengajaran Islam di Timur Tengah seperti di Mesir kondisi politiknya cenderung tidak stabil sehingga para akademisi khususnya yang ingin mempelajari Islam membutuhkan alternatif lain.
Indonesia tentu dapat memanfaatkan momentum tersebut dengan menyediakan ”tempat belajar baru” yang menyajikan perpaduan antara ilmu agama dan ilmu sains yang dapat bersinergi sehingga menghasilkan lulusan yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi tetap sesuai norma agama, etika, dan nilai Pancasila.
Dwi Luthfan Prakoso
Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hal yang menjadi perhatian adalah bagaimana perguruan tinggi agama Islam negeri (PTAIN) belum mampu menembus 10 besar universitas terbaik di Indonesia. Sebagai contoh, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang pada peringkat Webometrics Januari 2015 menjadi universitas terbaik di lingkungan PTAIN ”hanya” mampu bertengger di posisi ke- 20 di tingkat nasional.
Hal yang lebih memprihatinkan adalah tidak adanya wakil dari PTAIN yang mampu menembus pemeringkatan yang dikeluarkan QS World University Rankings serta tidak ada satu pun PTAIN yang masuk menjadi anggota ASEAN University Network (AUN), organisasi yang mewadahi kerja sama antaruniversitas di kawasan ASEAN.
PTAIN yang hingga kini dikelola langsung oleh Kementerian Agama tentu harus mampu menjelaskan kepada publik mengenai peringkatnya yang melorot ini. Memang sudah ada kerja sama antara Kemendikbud dan Kemenag mengenai pengelolaan PTAIN, khususnya melalui kerja sama riset hingga mengubah nama IAIN menjadi UIN sehingga PTAIN tersebut tidak hanya membuka program studi khusus di bidang agama saja, tetapi juga program studi umum lainnya seperti kesehatan, sains, sosial humaniora hingga teknik.
Saya tentu mengapresiasi atas dibentuknya Kementerian Riset dan Dikti yang baru dibentuk oleh Presiden Jokowi. Hal yang disayangkan adalah sepertinya belum ada niatan dari Kemenag untuk ”memberikan” pengelolaan PTAIN, khususnya UIN, ke kementerian yang baru dibentuk tersebut. Padahal dengan masuknya PTAIN ke kementerian baru tersebut, diharapkan akan ada perwakilan dari PTAIN yang akan mengikuti PIMNAS, ajang kreativitas ilmiah mahasiswa tingkat nasional.
Selama ini tidak adanya perwakilan PTAIN dalam ajang bergengsi tersebut diduga karena PTAIN berada di bawah Kemenag, bukan Kemendikbud, sehingga berbeda pos anggaran. PTAIN terbaik yang mampu menjawab berbagai tantangan dan isu terkini harus segera lahir di negeri yang jumlah penduduk muslimnya terbesar ini. Apalagi Islam di Indonesia adalah Islam moderat dan jauh dari radikalisme.
Tentu lahirnya PTAIN yang berkelas dunia juga dapat menjawab berbagai isu terkini seperti terorisme karena pusat pengajaran Islam di Timur Tengah seperti di Mesir kondisi politiknya cenderung tidak stabil sehingga para akademisi khususnya yang ingin mempelajari Islam membutuhkan alternatif lain.
Indonesia tentu dapat memanfaatkan momentum tersebut dengan menyediakan ”tempat belajar baru” yang menyajikan perpaduan antara ilmu agama dan ilmu sains yang dapat bersinergi sehingga menghasilkan lulusan yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi tetap sesuai norma agama, etika, dan nilai Pancasila.
Dwi Luthfan Prakoso
Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(ftr)