Ahok Ancam Laporkan Anggota Dewan

Kamis, 26 Februari 2015 - 10:56 WIB
Ahok Ancam Laporkan...
Ahok Ancam Laporkan Anggota Dewan
A A A
JAKARTA - Ketegangan antara DPRD dan Pemprov DKI Jakarta terus berlanjut. Terbaru, Pemprov DKI Jakarta berencana melaporkan sejumlah anggota Dewan ke Kejaksaan Agung (Kejagung) atau Bareskrim Mabes Polri.

Pelaporan anggota Dewan ini masih terkait kisruh pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta 2015. Pemprov DKI Jakarta memiliki bukti ada anggaran di luar paripurna Rp12,1 triliun yang masuk ke dalam APBD. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mempersilakan anggota Dewan meneruskan hak angket untuk mencari kebenaran APBD 2015 sebesar Rp73,08 triliun.

Namun, pihaknya juga memiliki bukti permainan anggaran yang telah dicoret-coret DPRD seusai APBD DKI Jakarta disahkan pada 27 Januari. ”Saya memang orang biasa yang tidak punya hak angket. Tapi, Kejagung, Bareskrim Mabes Polri, dan KPK punya. Boleh dong saya minta tolong mereka untuk menyelidiki permainan APBD-nya DPRD,” kata Ahok di Balai Kota kemarin.

Diketahui, DPRD dan Pemprov DKI Jakarta bersitegang terkait APBD DKI Jakarta 2015 sebesar Rp73,08 triliun yang telah disepakati dan disahkanpada 27 Januari. Draf APBD 2015 yang telah disahkan tersebut langsung dikirim Pemprov DKI Jakarta ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tanpa kembali dibahas bersama DPRD. Sepekan kemudian, draf APBD tersebut dikembalikan Kemendagri lantaran dinilai kurang memenuhi syarat teknis perihal rincian nomenklatur. Kalangan DPRD mensinyalir draf APBD yang dikirim tersebut bukan APBD yang disahkan pada 27 Januari.

Selain pengembalian draf APBD, Dewan juga menyoroti dimasukkannya anggaran ke dalam sistem e-budgeting sebelum APBD disahkan. Pemasukan anggaran ke sistem e-budgeting ini dilakukan Pemprov DKI Jakarta saat Kebijakan Umum Alokasi Plafon Penggunaan Anggaran Sementara (KUA-PPAS) disepakati. Dengan sistem ini, alokasi anggaran tidak bisa lagi diutak-atik. Ahok menjelaskan, semua program usulan kegiatan yang diajukan eksekutif telah diparipurnakan dan dimasukkan ke dalam sistem e-budgeting.

Setelah itu pihaknya langsung mengirimkan APBD tersebut ke Kemendagri. Sepekan kemudian APBD tersebut dikembalikan lantaran ada sejumlah prasyarat yang kurang seperti rincian dana hibah, rincian KUA-PPAS, dan sebagainya. Saat Kemendagri mengembalikan dokumen APBD, Pemprov DKI Jakarta mencoba mencocokkan APBD yang telah disahkan dan APBD kiriman DPRD tiga hari setelah paripurna dilaksanakan.

Hasilnya ditemukan anggaran siluman sebesar Rp12,1 triliun. ”Jadi tiga hari setelah pengesahan mereka mengirim print out hasil potongan kegiatan 10-15% tersebut. Mereka (Dewan) ingin pemprov mengirimkan APBD versi mereka ke Kemendagri,” sebutnya. Mantan bupati Belitung Timur itu menuturkan, anggaran siluman Rp12,1 triliun tersebut salah satunya pembelian perangkat uninterruptible power supply (UPS) untuk seluruh kantor kecamatan dan kelurahan di Jakarta Barat dengan harga satuan masing-masing Rp4,2 miliar.

Perangkat itu berfungsi sebagai penyedia listrik cadangan atau tambahan pada bagian tertentu seperti komputer, pusat data, atau bagian lain yang penting untuk mendapat asupan listrik secara terus-menerus pada waktu tertentu. ”Mereka memotong program kegiatan pendidikan, kesehatan, dan sebagainya sekitar 10-15%. Pemotongan ini dialokasikan untuk pembelian UPS yang besarannya mencapai Rp12,1 triliun. Ini kan gila. Jelas kok tanda tangan semua, saya ada buktinya. Saya pakai genset di rumah tidak sampai Rp100 juta,” ucapnya.

Mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 35 PUU-XI/2013 perihal pembahasan APBD dan penghematan serta permohonan anggaran belanja, Ahok menilai DPRD tidak memiliki hak melakukan pembahasan sampai satuan ketiga apalagi sampai mengisi kegiatannya sendiri. ”Kami akan menjelaskan ini ke Kemendagri. Saat ini waktu pertemuannya sedang diatur,” ungkapnya.

Ahok pun bersikeras akan menggunakan APBD yang telah masuk dalam sistem e-budgeting. Dia bahkan tidak akan memberi celah bagi anggota DPRD maupun pejabat SKPD yang masih ingin ”bermain” dengan APBD. Menurutnya, sebelum ada sistem e-budgeting , anggota Dewan menitipkan sejumlah kegiatan ke SKPD seperti yang ditemukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) selama dua tahun belakangan ini.

”Langsung jebakan Batman dong? Kan dibikin versi mereka dan ditandatangani setiap lembar. Tinggal kita cocokin saja sama surat SKPD dan dokumen APBD yang disahkan di paripurna. Sesuai enggak ? Kalau usulan mereka tanpa surat SKPD, berarti anggaran siluman kan ? Saya sudah putusin lebih baik diturunkan dari gubernur daripada Rp12,1 triliun dipakai buat belanja yang enggak masuk akal,” tuturnya.

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Muhammad Taufik mempersilakan Ahok melaporkan temuan anggaran siluman Rp12,1 triliun ke mana pun. Klaim Ahok bahwa Rp12,1 triliun dipakai untuk pembelian UPS sangat mengada-ada. ”Lihat saja hak angket besok. Kami punya bukti kuat untuk menelusuri pelanggaran hukum Ahok yang telah mengirimkan dokumen APBD bukan hasil pengesahan,” katanya.

Kemarin lembaga swadaya masyarakat (LSM) Masyarakat Jakarta mengumpulkan tanda tangan warga dan anggota Dewan untuk mencabut mandat Ahok sebagai gubernur DKI Jakarta. Ahok dinilai sudah sangat keterlaluan dan melanggar hukum lantaran telah mengirimkan APBD palsu yang bukan hasil pengesahan 27 Januari.

”Kami mengawal hak angket agar tidak masuk angin. Ahok harus diberhentikan,” kata koordinator lapangan Masyarakat Jakarta, Laode Kamaludin, di Gedung DPRD.

Bima setiyadi
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1446 seconds (0.1#10.140)