Abbott Perketat Kependudukan

Selasa, 24 Februari 2015 - 10:51 WIB
Abbott Perketat Kependudukan
Abbott Perketat Kependudukan
A A A
SYDNEY - Pemerintah Australia mulai memperketat aturan kependudukan dan imigrasi, seiring banyaknya militan asal Australia yang mendukung kelompok ekstremis di Timur Tengah.

Perubahan itu akan memberikan keleluasaan terhadap otoritas terkait untuk mencabut atau menunda kewarganegaraan warga Australia yang terlibat dengan kelompok ekstremis. Setiap warga yang memiliki kewarganegaraan ganda juga tidak luput dari aturan baru tersebut. Mereka harus memilih salah satunya.

Perdana Menteri Australia Tony Abbott mengatakan, warga Australia yang ikut terlibat atau berperang bersama kelompok ekstremis terancam kehilangan kewarganegaraannya. Artinya, hak-hak yang biasanya mereka terima dari negara akan ikut hilang. Akses imigrasi juga akan ditutup. Mereka tidak akan bisa meninggalkan atau pulang ke Australia.

”Selain itu, mereka akan kehilangan akses pelayanan kekonsulan di luar negeri dan biaya kesehatan,” ujar Abbott di markas Polisi Federal Australia, Canberra, kemarin, dikutip Abc. ”Australia tidak boleh membiarkan orang jahat menggunakan hasil positif negara untuk melawan rakyat dan Pemerintah Australia,” sambungnya.

Aturan baru tersebut dibuat untuk mencegah penyebaran terorisme sampai ke akar-akarnya. Khusus di wilayah Australia, pemerintah akan membatasi dan mengawasi kepala agama agar ceramah yang disampaikan tidak mengandung kebencian, intimidasi, atau penghinaan. Setiap organisasi atau individu yang melanggar akan dikenai hukuman.

Menurut Abbott, program ini penting diterapkan untuk melawan propaganda teroris. Sebab, organisasi atau orang yang memotivasi orang lain untuk ikut bersimpati menjadi pemicu utama tingginya keterlibatan warga Australia di dalam kelompok ekstremis. Sekitar 90 warga Australia telah berperang di Irak dan Suriah.

”Pemerintah juga akan mengubah sistem peringatan teror yang sudah ada, menunjuk koordinator kontra-terorisme nasional, mengembangkan strategi kontraterorisme dengan negara bagian dan kawasan, dan mempertimbangkan pilihan lain untuk meningkatkan pendanaan terhadap lembaga terkait,” pungkas Abbott.

Menurut Abbott, ancaman terorisme di Australia terus meningkat dan memburuk. Sebanyak 30 militan asal Australia telah pulang dan sedikitnya 140 lainnya aktif mendukung kelompok ekstremis. Dia juga mengungkapkan, Organisasi Keamanan Intelijen Australia( ASIO) sedang menyelidiki ratusan orang di Australia yang dicurigai terlibat kelompok ekstremis.

Keputusan Abbott memperketat aturan hukum mengenai kebencian dan penghinaan telah memicu kekhawatiran akan terbelenggunya kebebasan berbicara. Lembaga think-tank konservatif Institut Urusan Publik Australia, John Roskam, mengatakan, kebijakan itu berpotensi mengganggu undangundang demokrasi.

”Ada potensi buruk dari pernyataan PM hari ini (kemarin). Masyarakat Australia tidak hanya akan mengalami kemunduran kebebasan berbicara, tapi juga pelarangan terhadap apa yang bisa kami ucapkan. Dan, hal itu mengkhawatirkan,” kata Roskam.

Menurut Roskam, Abbott perlu menjelaskan secara rinci ungkapan kebencian atau penghinaan seperti apa yang dilarang pemerintah. Senada dengan Roskam, senat Demokrat Liberal, David Leyonhjelm, menilai, membatasi kebebasan masyarakat tidak akan membuat mereka merasa aman.

”Memisahkan hak yang perlu kami miliki dan mengorbankan sedikit kebebasan yang sudah kami miliki untuk alasan keamanan tidak akan pernah berhasil,” tegas Leyonhjelm.

Muh shamil
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5576 seconds (0.1#10.140)