Tragis, Ayah Bunuh Anak Kandung
A
A
A
MALANG - Seorang ayah tega membunuh anak kandungnya sendiri dengan menggunakan bambu. Padahal, masalahnya sangat sederhana. Korban hanya rebutan baju dengan sang kakak.
Peristiwa tragis ini terjadi di Desa Sitirejo, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Sabtu (21/2). Kejadian bermula ketika sang ayah, Deni, 32, yang baru pulang dari sawah mendapat aduan dari adik ipar tersangka, Eko Hendro.
Eko melaporkan bahwa korban, Kasih Ramdhan, 7, berebut baju dengan kakaknya, Dina. Menurut Kanit Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) Polres Malang Sutiyo, berdasarkan laporan dari Eko, setelah mendapat pengaduan itu, tersangka langsung menyidang dan menghukum dua anak hasil perkawinannya dengan mantan istri, Wati, itu. Kepada sang kakak, Dina, tersangka hanya memukul satu kali menggunakan sebatang bambu kering berdiameter 5 cm dengan panjang sekitar satu meter.
Tragisnya, terhadap Kasih, tersangka memukulnya lebih dari 20 kali hingga bambu tersebut patah menjadi tiga bagian. Meski sang anak sudah merintih kesakitan, tersangka bukan menghentikan perbuatannya, melainkan makin kalap. Akibatnya, sekujur tubuh korban lebam. Dan, selang beberapa saat, korban meninggal dunia dalam perjalanan menuju rumah neneknya di Dusun Lowokdoro, Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Sukun, Kota Malang.
“Deni ditangkap aparat Polsek Sukun pada Sabtu (21/2) malam. Setelah itu, dia diserahkan kepada Polres Malang. Dalam penyelidikan, tersangka mengaku kalap sehingga memukul anaknya hingga tewas,” ujar Sutiyo saat gelar kasus di Polres Malang, Minggu siang kemarin. Sebelum tewas, korban sempat meminta maaf terhadap tersangka dan kakaknya, Dina. Dia bahkan masih sadar dan sempat membersihkan wajahnya di kamar mandi sebelum minta dipangku sang ayah.
Dalam perjalanan menuju nenek (rumah) orang tua tersangka, korban masih sempat meminta es krim kepada tersangka, namun tidak sempat dilayani. Tersangka sama sekali tidak menyangka anaknya telah meninggal saat dalam perjalanan. Dia baru tersadar ketika anaknya dibawa ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan medis. Saat menjalani pemeriksaan di ruang PPA Polres Malang, tersangka mengaku kalap dan tidak sengaja membunuh anaknya.
Dia emosi lantaran pulang dari sawah dalam keadaan lapar, mendapat laporan dua anaknya berantem gara-gara rebutan baju. “Saya khilaf dan menyesali apa yang telah terjadi. Karena itu, saya pasrah dihukum berat untuk menebus dosa terhadap anak saya,” ujarnya dengan suara menahan tangis. Polisi belum memeriksa kejiwaan tersangka. Berdsaarkan data yang dihimpun, tersangka menikahi Wati gadis asal Sulawesi.
Keduanya kemudian merantau ke Kalimantan Timur dan memilih profesi sebagai pedagang mainan anak-anak. Namun, mahligai rumah tangga pasangan Jawa-Sulawesi ini tidak bertahan lama. Setelah dikaruniai dua anak, rumah tangga mereka kandas. Tersangka baru pulang dari Kalimantan pada Desember 2014 lalu dan memilih profesi sebagai petani. Dua anaknya memilih bersama dia, sementara sang mantan istri tidak diketahui keberadaannya.
Atas tindakan ini, tersangka diancam pidana penjara selama 15 tahun. Tersangka yang hanya tamat SMP ini dinilai melanggar Pasal 44 ayat (1) dan (3) UU Perlindungan Perempuan Anak.
Yosef naiobe
Peristiwa tragis ini terjadi di Desa Sitirejo, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Sabtu (21/2). Kejadian bermula ketika sang ayah, Deni, 32, yang baru pulang dari sawah mendapat aduan dari adik ipar tersangka, Eko Hendro.
Eko melaporkan bahwa korban, Kasih Ramdhan, 7, berebut baju dengan kakaknya, Dina. Menurut Kanit Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) Polres Malang Sutiyo, berdasarkan laporan dari Eko, setelah mendapat pengaduan itu, tersangka langsung menyidang dan menghukum dua anak hasil perkawinannya dengan mantan istri, Wati, itu. Kepada sang kakak, Dina, tersangka hanya memukul satu kali menggunakan sebatang bambu kering berdiameter 5 cm dengan panjang sekitar satu meter.
Tragisnya, terhadap Kasih, tersangka memukulnya lebih dari 20 kali hingga bambu tersebut patah menjadi tiga bagian. Meski sang anak sudah merintih kesakitan, tersangka bukan menghentikan perbuatannya, melainkan makin kalap. Akibatnya, sekujur tubuh korban lebam. Dan, selang beberapa saat, korban meninggal dunia dalam perjalanan menuju rumah neneknya di Dusun Lowokdoro, Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Sukun, Kota Malang.
“Deni ditangkap aparat Polsek Sukun pada Sabtu (21/2) malam. Setelah itu, dia diserahkan kepada Polres Malang. Dalam penyelidikan, tersangka mengaku kalap sehingga memukul anaknya hingga tewas,” ujar Sutiyo saat gelar kasus di Polres Malang, Minggu siang kemarin. Sebelum tewas, korban sempat meminta maaf terhadap tersangka dan kakaknya, Dina. Dia bahkan masih sadar dan sempat membersihkan wajahnya di kamar mandi sebelum minta dipangku sang ayah.
Dalam perjalanan menuju nenek (rumah) orang tua tersangka, korban masih sempat meminta es krim kepada tersangka, namun tidak sempat dilayani. Tersangka sama sekali tidak menyangka anaknya telah meninggal saat dalam perjalanan. Dia baru tersadar ketika anaknya dibawa ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan medis. Saat menjalani pemeriksaan di ruang PPA Polres Malang, tersangka mengaku kalap dan tidak sengaja membunuh anaknya.
Dia emosi lantaran pulang dari sawah dalam keadaan lapar, mendapat laporan dua anaknya berantem gara-gara rebutan baju. “Saya khilaf dan menyesali apa yang telah terjadi. Karena itu, saya pasrah dihukum berat untuk menebus dosa terhadap anak saya,” ujarnya dengan suara menahan tangis. Polisi belum memeriksa kejiwaan tersangka. Berdsaarkan data yang dihimpun, tersangka menikahi Wati gadis asal Sulawesi.
Keduanya kemudian merantau ke Kalimantan Timur dan memilih profesi sebagai pedagang mainan anak-anak. Namun, mahligai rumah tangga pasangan Jawa-Sulawesi ini tidak bertahan lama. Setelah dikaruniai dua anak, rumah tangga mereka kandas. Tersangka baru pulang dari Kalimantan pada Desember 2014 lalu dan memilih profesi sebagai petani. Dua anaknya memilih bersama dia, sementara sang mantan istri tidak diketahui keberadaannya.
Atas tindakan ini, tersangka diancam pidana penjara selama 15 tahun. Tersangka yang hanya tamat SMP ini dinilai melanggar Pasal 44 ayat (1) dan (3) UU Perlindungan Perempuan Anak.
Yosef naiobe
(ars)