Payung Hukum Dana Pilkada Harus Kuat
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah harus segera menyiapkan payung hukum perihal anggaran pemilihan kepala daerah (pilkada) yang hingga saat ini sumbernya belum jelas. Kondisi tersebut bisa menimbulkan masalah hukum bagi para penyelenggara suksesi lokal tersebut.
Direktur Eksekutif PerludemTiti Anggraini mengatakan harus ada dasar hukum yang jelas dalam penganggaran pilkada. “Jangan sampai tidak jelas penganggarannya. Dasar hukum harus yang jelas. Jangan menjerumuskan penyelenggara dalam masalah hukum nantinya,” kata dia saat dihubungi KORAN SINDO di Jakarta kemarin.
Menurut dia, payung hukum ini sangat dibutuhkan bagi daerah-daerah tambahan pilkada 2015, terutama daerah yang masa jabatan kepala daerahnya habis pada semester I 2016.
Daerah-daerah tersebut pasti belum menyiapkan anggaran untuk pilkada. “Ini permasalahan yang harus dicarikan solusinya. Baik oleh KPU maupun pemerintah dalam hal ini Kemendagri,” kata dia. Di dalam undang-undang disebutkan bahwa anggaran penyelenggaraan pilkada menggunakan APBD dan dukungan APBN. Hal itu harus dijelaskan secara detail. Misalnya, sejauh mana dukungan APBN, apakah bisa menjadi talangan terlebih dahulu?
“Mungkin daerahdaerah tersebut saat ini sudah menganggarkan, tapi mungkin hanya sebatas persiapan, bukan pelaksanaan tahapan. Jadi sangat mungkin mereka kekurangan anggaran,” ucapnya. Dia menambahkan, persoalan penganggaran ini perlu koordinasi antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Apalagi jika mengingat Kemendagri yang paling bersikeras untuk melakukan pilkada di tahun ini, sudah seharusnya dapat menyelesaikan persoalan anggaran.
“Kemendagri harus bertanggung jawab. Harus mencarikan solusi,” katanya. Sementara itu, DPR meminta pemerintah untuk bergerak cepat memastikan semua daerah memiliki anggaran penyelenggaraan pilkada. “Pemerintah harus betul-betul mendorong agar daerah menyiapkan anggaran pilkada. Terutama bagi daerah yang pilkadanya dipercepat dari 2016 ke 2015,” ujar Wakil Ketua Komisi II Ahmad Riza Patria.
Seperti diketahui, masih ada 71 daerah yang belum melakukan penganggaran, 68 di antaranya merupakan daerah tambahan yang mana kepala daerahnya habis masa jabatannya pada 2016 semester I. Pemerintah dalam hal ini Kemendagri harus memonitor daerah mana saja yang belum juga menyiapkan anggaran. Selain itu perlu melakukan evaluasi. “Ini harus terus diperhatikan jangan sampai ada daerah yang tidak punya anggaran. Koordinasi dan gerak cepat ini sangat perlu,” tuturnya.
Menurut dia, jika pemerintah dapat berkoordinasi baik dengan pemda ataupun KPUD, tidak akan terjadi kekurangan anggaran. Sebenarnya dalam pembahasan yang lalu persoalan anggaran sudah dapat diantisipasi. “Ini dilakukan sesuai dengan aturan yang ada,” ujarnya. Riza mengatakan salah satu yang dapat dilakukan daerah untuk menyediakan anggaran pilkada adalah dengan mempercepat pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P).
Hal ini bisa dilakukan karena pemerintah pusat juga telah menetapkan APBN-P. Kemendagri berencana menerbitkan surat Mendagri sebagaipenegasandari Peraturan Mendagri Nomor 37/2014 yang isinya memberikan kemudahan bagi gubernur, bupati/ wali kota untuk bisa meminta keluarnya anggaran mendahului perubahan APBD.
Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk memberikan kepastian bagi daerah-daerah yang ikut dalam pilkada serentak 2015, khususnya yang habis masa pemerintahannya di 2016, memiliki anggaran pilkada masing-masing.“ Kemendagri akan menegaskan kembali (Permen 37/2014) dengan segera menerbitkan surat Mendagri dalam waktu dekat, kepada gubernur, bupati/wali kota, untuk dapat melakukan pengeluaran mendahului perubahan APBD,” ujar Mendagri TjahjoKumolo.
Dengan surat itu, para kepala daerah selanjutnya bisa mengubah peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD yang nantinya bisa dilakukan untuk menggeser anggaran atau sisa lebih pembiayaan anggaran (silpa) daerahnya.“Jadi tidak perlu menunggu persetujuan DPRD, cukup diberitahukan,” jelasnya. Tjahjo menambahkan, selanjutnya DPRD wajib menyetujui perubahan anggaran di tahun ini sehingga KPU daerah yang mendapat kepastian anggaran itu sudah bisa melakukan langkah-langkah persiapan sejak sekarang.
“KPU di daerah bisa langsung meminta dengan mengajukan anggaran kepada gubernur, bupati/wali kota masing-masing di mana besaran dan penahapannya sepenuhnya kewenangan KPU daerah itu, sejauh relevan dengan kegiatan pilkada,” ucapnya. Komisioner KPU Arief Budiman sepakat dengan campur tangan pemerintah yang mengupayakan adanya anggaran bagi daerah yang pemerintahannya habis di 2016, tetapi diikutsertakan dalam pilkada serentak 2015.
Menurut dia, biar bagaimanapun kepentingan pilkada jangan sampai terhambat hanya karena persoalan teknis. “Karena tidak mungkin pilkada ini dikorbankan karena masalah teknis,” ucap Arief. Salah satu cara yang mungkin dilakukan saat ini memang mengalokasikannya dalam APBD-P. Cara itu dipandang bisa menyelesaikan masalah dana pilkada bagi daerah yang belum memilikinya. “Kalau APBD-P masih mungkin kalau sekarang. Saya percaya ini bisa diambil jalan keluar karena pilkada perintah UU,” ujar Arief.
Apabila anggaran dari APBDP terkendala waktu pencairan, menurut Arief pemerintah pusat bisa menggunakan anggaran yang ada terlebih dahulu untuk diganti oleh daerah yang bersangkutan ketika APBD-P itu sudah cair.
Dita angga/ dian ramadhani
Direktur Eksekutif PerludemTiti Anggraini mengatakan harus ada dasar hukum yang jelas dalam penganggaran pilkada. “Jangan sampai tidak jelas penganggarannya. Dasar hukum harus yang jelas. Jangan menjerumuskan penyelenggara dalam masalah hukum nantinya,” kata dia saat dihubungi KORAN SINDO di Jakarta kemarin.
Menurut dia, payung hukum ini sangat dibutuhkan bagi daerah-daerah tambahan pilkada 2015, terutama daerah yang masa jabatan kepala daerahnya habis pada semester I 2016.
Daerah-daerah tersebut pasti belum menyiapkan anggaran untuk pilkada. “Ini permasalahan yang harus dicarikan solusinya. Baik oleh KPU maupun pemerintah dalam hal ini Kemendagri,” kata dia. Di dalam undang-undang disebutkan bahwa anggaran penyelenggaraan pilkada menggunakan APBD dan dukungan APBN. Hal itu harus dijelaskan secara detail. Misalnya, sejauh mana dukungan APBN, apakah bisa menjadi talangan terlebih dahulu?
“Mungkin daerahdaerah tersebut saat ini sudah menganggarkan, tapi mungkin hanya sebatas persiapan, bukan pelaksanaan tahapan. Jadi sangat mungkin mereka kekurangan anggaran,” ucapnya. Dia menambahkan, persoalan penganggaran ini perlu koordinasi antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Apalagi jika mengingat Kemendagri yang paling bersikeras untuk melakukan pilkada di tahun ini, sudah seharusnya dapat menyelesaikan persoalan anggaran.
“Kemendagri harus bertanggung jawab. Harus mencarikan solusi,” katanya. Sementara itu, DPR meminta pemerintah untuk bergerak cepat memastikan semua daerah memiliki anggaran penyelenggaraan pilkada. “Pemerintah harus betul-betul mendorong agar daerah menyiapkan anggaran pilkada. Terutama bagi daerah yang pilkadanya dipercepat dari 2016 ke 2015,” ujar Wakil Ketua Komisi II Ahmad Riza Patria.
Seperti diketahui, masih ada 71 daerah yang belum melakukan penganggaran, 68 di antaranya merupakan daerah tambahan yang mana kepala daerahnya habis masa jabatannya pada 2016 semester I. Pemerintah dalam hal ini Kemendagri harus memonitor daerah mana saja yang belum juga menyiapkan anggaran. Selain itu perlu melakukan evaluasi. “Ini harus terus diperhatikan jangan sampai ada daerah yang tidak punya anggaran. Koordinasi dan gerak cepat ini sangat perlu,” tuturnya.
Menurut dia, jika pemerintah dapat berkoordinasi baik dengan pemda ataupun KPUD, tidak akan terjadi kekurangan anggaran. Sebenarnya dalam pembahasan yang lalu persoalan anggaran sudah dapat diantisipasi. “Ini dilakukan sesuai dengan aturan yang ada,” ujarnya. Riza mengatakan salah satu yang dapat dilakukan daerah untuk menyediakan anggaran pilkada adalah dengan mempercepat pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P).
Hal ini bisa dilakukan karena pemerintah pusat juga telah menetapkan APBN-P. Kemendagri berencana menerbitkan surat Mendagri sebagaipenegasandari Peraturan Mendagri Nomor 37/2014 yang isinya memberikan kemudahan bagi gubernur, bupati/ wali kota untuk bisa meminta keluarnya anggaran mendahului perubahan APBD.
Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk memberikan kepastian bagi daerah-daerah yang ikut dalam pilkada serentak 2015, khususnya yang habis masa pemerintahannya di 2016, memiliki anggaran pilkada masing-masing.“ Kemendagri akan menegaskan kembali (Permen 37/2014) dengan segera menerbitkan surat Mendagri dalam waktu dekat, kepada gubernur, bupati/wali kota, untuk dapat melakukan pengeluaran mendahului perubahan APBD,” ujar Mendagri TjahjoKumolo.
Dengan surat itu, para kepala daerah selanjutnya bisa mengubah peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD yang nantinya bisa dilakukan untuk menggeser anggaran atau sisa lebih pembiayaan anggaran (silpa) daerahnya.“Jadi tidak perlu menunggu persetujuan DPRD, cukup diberitahukan,” jelasnya. Tjahjo menambahkan, selanjutnya DPRD wajib menyetujui perubahan anggaran di tahun ini sehingga KPU daerah yang mendapat kepastian anggaran itu sudah bisa melakukan langkah-langkah persiapan sejak sekarang.
“KPU di daerah bisa langsung meminta dengan mengajukan anggaran kepada gubernur, bupati/wali kota masing-masing di mana besaran dan penahapannya sepenuhnya kewenangan KPU daerah itu, sejauh relevan dengan kegiatan pilkada,” ucapnya. Komisioner KPU Arief Budiman sepakat dengan campur tangan pemerintah yang mengupayakan adanya anggaran bagi daerah yang pemerintahannya habis di 2016, tetapi diikutsertakan dalam pilkada serentak 2015.
Menurut dia, biar bagaimanapun kepentingan pilkada jangan sampai terhambat hanya karena persoalan teknis. “Karena tidak mungkin pilkada ini dikorbankan karena masalah teknis,” ucap Arief. Salah satu cara yang mungkin dilakukan saat ini memang mengalokasikannya dalam APBD-P. Cara itu dipandang bisa menyelesaikan masalah dana pilkada bagi daerah yang belum memilikinya. “Kalau APBD-P masih mungkin kalau sekarang. Saya percaya ini bisa diambil jalan keluar karena pilkada perintah UU,” ujar Arief.
Apabila anggaran dari APBDP terkendala waktu pencairan, menurut Arief pemerintah pusat bisa menggunakan anggaran yang ada terlebih dahulu untuk diganti oleh daerah yang bersangkutan ketika APBD-P itu sudah cair.
Dita angga/ dian ramadhani
(ars)