Beda Sikap soal BG, Bukti Koalisi Jokowi Rapuh

Sabtu, 21 Februari 2015 - 11:09 WIB
Beda Sikap soal BG, Bukti Koalisi Jokowi Rapuh
Beda Sikap soal BG, Bukti Koalisi Jokowi Rapuh
A A A
JAKARTA - Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) membatalkan pelantikan Komjen Pol Budi Gunawan (BG) sebagai kapolri mendapat respons berbeda dari partai politik (parpol) pendukungnya di Koalisi Indonesia Hebat (KIH).

Hal ini mengindikasikan rapuhnya kekompakan barisan parpol pendukung pemerintah. Saat Jokowi memutuskan membatalkan pelantikan Budi Gunawan, ada partai anggota KIH yang secara tegas menyampaikan sikap kekecewaannya. Namun di saat yang sama ada yang menyatakan menerima dan memahami.

Sebagian lagi menyatakan mendukung karena menganggap keputusan tersebut sebagai jalan tengah terbaik dalam menyelamatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri serta demi menjaga kepercayaan publik terhadap pemerintahan mengingat aspirasi publik memang menghendaki Budi Gunawan tidak dilantik.

Melihat dinamika di KIH itu, pengamat politikdari Universitas Indonesia (UI) Arbi Sanit berpendapat bahwa koalisi pendukung Jokowi memang rapuh sejak awal. Menurutdia, KIHdibangun hanya untuk memenangi pemilihan presiden tanpa ada suatu ikatan visi atau platform yang bisa menguatkan mereka dalam satu sikap di pemerintahan.

”Terlihat dalam kasus BG (Budi Gunawan) mereka beda kepentingan, makanya menyikapinya juga beda-beda. Jelas itu kan kelihatan rapuhnya. Jangankan dukungan dari partai lain, partai pendukung sendiri saja sudah seperti itu,” kata Arbi kepada KORAN SINDO kemarin. Arbi menilai, faktanya posisi Jokowi di dalam politik memang masih minim dari segi ketokohan maupun basis relasi di kalangan elite.

Kesediaan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk mengusung Jokowi di pilpres juga dinilai bukan dari kesadaran akan kebutuhan kepemimpinan, melainkan murni karena soal popularitas dan elektabilitas yang pertimbangannya saat itu sematamata untuk menang.

Untuk bisa lebih meningkatkan posisi tawarnya, Jokowi disarankan untuk terus membangun dukungan politik tidak hanya dari kalangan partai seperti dengan membangun komunikasi dengan Koalisi Merah Putih (KMP). Presiden juga harus membangun dukungan dari basis riil seperti kalangan akademisi, profesi, serta serikat dan asosiasi lain.

”Kalau nilai tawar Jokowi di internal koalisi pendukungnya naik, tentu ada harapan akan lebih bisa menunjukkan otoritasnya sebagai presiden,” ucapnya. Diketahui, saat Jokowi batal melantik Budi Gunawan sejumlah kader PDIP menunjukkan reaksi kekecewaan, salah satunya Ketua DPP Trimedya Panjaitan. Trimedya menilai keputusan tersebut bertentangan dengan aspirasi yang berkembang di partainya.

Di saat yang sama, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang juga anggota KIH, melalui ketua umum hasil Muktamar Surabaya Romahurmuziy (Romi), menilai keputusan Jokowi itu sebagai jalan tengah yang melegakan dan mempertemukan titik temu segala kepentingan. Politikus PDIP Eva Kusuma Sundari menilai munculnya opini yang seolah menunjukkan ada perpecahan di KIH adalah bagian dari lanjutan politik mengadu domba.

Apalagi, kata dia, sebelumnya PDIP juga sudah sering dicoba dibenturkan dengan Jokowi yang merupakan kader yang diusung dan dimenangi partai di pilpres lalu. ”Kami tentu melihatnya bahwa apa pun yang sudah diputuskan Presiden itu sebagai jalan terbaik untuk kita move on. Tidak ada lagi perlu dibenturbenturkan karena semuanya bisa memahami keputusan itu sebagai jalan terbaik,” kata Eva.

Politikus PDIP TB Hasanuddin mengatakan, tidak ada opsi bagi partainya untuk tidak mendukung apa pun keputusan Presiden Jokowi. ”Sebagai kader yang loyal, sudah seharusnya mengikuti arahan dari ketua umum (Megawati Soekarnoputri). Apa pun yang diputuskan oleh Presiden Joko Widodo harus didukung penuh dan ikhlas serta bertanggung jawab oleh kader,” ujarnya.

Politikus Partai NasDem Jhonny G Plate memastikan tidak ada perubahan sikap dari koalisi terkait dengan keputusan Presiden terkait kasus Budi Gunawan. Menurut dia, semuanya bisa dipahami karena keputusan yang diambil Presiden tidak hanya mempertimbangkan dari sisi mekanisme politik dan hukum, tetapi juga pertimbangan asas manfaat dan kegunaan, dalam arti baik dan tidak baik bagi negara. ”Itu yang menjadi pertimbangan Presiden. Kalau (Budi Gunawan) dilanjutkan ada dampak tidak baik bagi negara karena ada kelompok yang tidak setuju,” ujarnya.

Rahmat sahid
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9377 seconds (0.1#10.140)