Swie Teng Didakwa Halangi Penyidikan
A
A
A
JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Direktur Utama PT Bukit Jonggol Asri (BJA) Kwee Cahyadi Kumala alias Swie Teng telah menghalangi penyidikan.
Hal tersebut tertuang dalam surat dakwaan Nomor: DAK- 02/24/02/2015 yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kemarin. Dakwaan tersebut dibacakan secara bergantian oleh JPU yang terdiri atas Surya Nelli selaku ketua sekaligus anggota dengan tigaanggota Ronald F Worotikan, Andry Prihandono, dan Mungki Hadipratikto. Dakwaan tersebut terbagi dua bagian.
Pertama , dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di persidangan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun saksi. Kedua , Swie Teng bersamasama Franciscus Xaverius Yohan Yap (utusan BJA, sudah divonis) telah melakukan atau turut serta melakukan pemberian uang Rp5 miliar kepada mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin (sudah divonis) yang sebagiannya yakni Rp1,5 miliar diterima melalui perantara mantan Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten M Zairin (sudah divonis).
Ada sejumlah modus yang dilakukan Swie Teng untuk menghalangi penyidikan. Di antaranya memerintahkan saksi pindahkan dokumen, memerintahkan saksi membuat perjanjian jual-beli bodong, memerintahkan memberikan kesaksian bohong, membeli ponsel agar tidak bisa disadap KPK, mengaburkan kepemilikan perusahaan,
memanipulasi pengeluaran Rp4 miliar (bagian dari suap), dan menerima salinan putusan Yohan Yap yang belum ada tanda tangan majelis hakim dan stempel pengadilan. Ketua JPU Surya Nelli mengatakan, pihak yang dipengaruhi oleh Swie Teng berasal dari pegawai PT BJA serta pengacara.
Swie Teng memerintahkan pengacara Tantawi Jauhari Nasution untuk menyuruh pimpinan BCA KCP Melawai Jo Shien Ni alias Nini menandatangani perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) tanah antara PT Briliant Perdana Sakti (PT BPS) dan PT Multihouse Indonesia sebesar Rp4 miliar.
Tujuannya, seolah-olah uang tersebut adalah transaksi jual-beli dan tidak ada hubungan dengan pemberian suap kepada Rachmat Yasin. Ketua majelis hakim Sutiyo memberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan atas dakwaan dan menyampaikan nota keberatan (eksepsi). Namun, Swie Teng tidak mau berkomentar banyak. “Saya akan mengajukan eksepsi,” ujarnya.
Sabir laluhu
Hal tersebut tertuang dalam surat dakwaan Nomor: DAK- 02/24/02/2015 yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kemarin. Dakwaan tersebut dibacakan secara bergantian oleh JPU yang terdiri atas Surya Nelli selaku ketua sekaligus anggota dengan tigaanggota Ronald F Worotikan, Andry Prihandono, dan Mungki Hadipratikto. Dakwaan tersebut terbagi dua bagian.
Pertama , dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di persidangan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun saksi. Kedua , Swie Teng bersamasama Franciscus Xaverius Yohan Yap (utusan BJA, sudah divonis) telah melakukan atau turut serta melakukan pemberian uang Rp5 miliar kepada mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin (sudah divonis) yang sebagiannya yakni Rp1,5 miliar diterima melalui perantara mantan Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten M Zairin (sudah divonis).
Ada sejumlah modus yang dilakukan Swie Teng untuk menghalangi penyidikan. Di antaranya memerintahkan saksi pindahkan dokumen, memerintahkan saksi membuat perjanjian jual-beli bodong, memerintahkan memberikan kesaksian bohong, membeli ponsel agar tidak bisa disadap KPK, mengaburkan kepemilikan perusahaan,
memanipulasi pengeluaran Rp4 miliar (bagian dari suap), dan menerima salinan putusan Yohan Yap yang belum ada tanda tangan majelis hakim dan stempel pengadilan. Ketua JPU Surya Nelli mengatakan, pihak yang dipengaruhi oleh Swie Teng berasal dari pegawai PT BJA serta pengacara.
Swie Teng memerintahkan pengacara Tantawi Jauhari Nasution untuk menyuruh pimpinan BCA KCP Melawai Jo Shien Ni alias Nini menandatangani perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) tanah antara PT Briliant Perdana Sakti (PT BPS) dan PT Multihouse Indonesia sebesar Rp4 miliar.
Tujuannya, seolah-olah uang tersebut adalah transaksi jual-beli dan tidak ada hubungan dengan pemberian suap kepada Rachmat Yasin. Ketua majelis hakim Sutiyo memberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan atas dakwaan dan menyampaikan nota keberatan (eksepsi). Namun, Swie Teng tidak mau berkomentar banyak. “Saya akan mengajukan eksepsi,” ujarnya.
Sabir laluhu
(bbg)