Mantan PM Australia Tolak Eksekusi Mati

Rabu, 18 Februari 2015 - 13:46 WIB
Mantan PM Australia Tolak Eksekusi Mati
Mantan PM Australia Tolak Eksekusi Mati
A A A
JAKARTA - Sejumlah mantan perdana menteri (PM) Australia bersatu dan sepakat mengajukan banding kepada Indonesia untuk menolak eksekusi mati duo Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.

Malcom Fraser, John Howard, Bob Hawke, Julia Gillard, Paul Keating, dan Kevin Rudd bertemu dan akan membuat permohonan kepada Indonesia untuk mengampuni Andrew dan Myuran. Para mantan perdana menteri Australia tersebut mengatakan, Andrew dan Myuran pantas mendapat grasi terutama karena mereka telah menyadari kesalahannya. Fraser dkk bertekad untuk memberikan dukungan kepada Pemerintah Australia hingga proses eksekusi dihentikan.

Howard yang menjabat pada periode 1996-2007 mengatakan, pasangan Andrew dan Myuran telah menunjukkan perkembangan selama di panti rehabilitasi. Hawke yang menjadi perdana menteri pada 1983-1991 menyatakan, keadilan harus didasarkan pada pemahaman manusia. “Dua orang itu membuat kesalahan ketika mereka masih muda dan bodoh, namun mereka telah menjalani penahanan dengan baik.

Karena itu, saya mendesak dan memohon Pemerintah Indonesia mempertimbangkan kembali keputusannya,” kata Hawke, dilansir BBC. Gillard, Keating, dan Rudd juga mengungkapkan hal sama. Gillard yang menjabat pada periode 2010-2013 mengaku sangat sedih jika eksekusi dilakukan karena dua terdakwa sudah menunjukkan perubahan positif.

Seluruh mantan perdana menteri Australia tersebut sepakat menentang hukuman mati yang dinilai tidak sesuai pemahaman manusia. Di tengah-tengah banjir dukungan tersebut, Perdana Menteri Australia Tony Abbott masih melakukan berbagai upaya untuk menyelamatkan Andrew dan Myuran. The Guardian melaporkan, Abbott telah memperingatkan Pemerintah Indonesia bahwa eksekusi dua terpidana itu bisa mengubah keadaan menjadi semacam tes kekuatan.

Abbott menegaskan, pihaknya akan mencoba memastikan dua terpidana tidak menghadapi eksekusi mati di negeri orang. Dia juga mengaku telah membuat representasi pribadi lebih lanjut untuk Presiden Joko Widodo. Abbott menolak detail tentang representasi tersebut. Abbott tidak mau kasus ini berubah menjadi tes kekuatan.

Seperti jutaan warga Australia, Abbott pun merasakan bagaimana sakitnya mendengar salah satu warganya akan dihukum mati. Abbott juga yakin pihaknya masih memiliki pilihan hukum lain untuk melakukan banding. “Mari kita lakukan yang terbaik agar semua ini tidak berakhir mengerikan. Saya berharap hukuman eksekusi itu bisa dibatalkan dalam waktu dekat,” katanya.

Selain dari para mantan perdana menteri Australia, dukunganjugadatangdari kalanganoposisi. Pemimpin partai oposisi Bill Shorten mengatakan, hukuman mati Andrew dan Myuran telah merendahkan martabat manusia. Dia pun mengungkapkan rasa simpatinya kepada dua terdakwa beserta keluarganya yang masih berusaha meminta pengampunan.

“Saya tidak ingin menyalahkan siapa pun atas eksekusi tersebut, namun saya ingin fokus pada segala sesuatu yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan dua terdakwa,” ungkap Shorten. Sementara itu, Pemerintah Indonesia meminta Australia tetap menghormati hukum yang berlaku di Indonesia terkait rencana eksekusi mati Andrew dan Myuran.

Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) meminta Australia menghormati keputusan eksekusi mati atas dua warganya sebagai ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia sama dengan Indonesia yang juga tidak mengganggu hukum Australia. “Memang hukuman mati ini juga sekarang sedang dipelajari bagaimana pelaksanaannya. Kita pertimbangkan saran-saran dari Australia, tapi kita tidak pertimbangkan ancamannya,” ungkap JK.

Terkait tekanan dari berbagai pihak termasuk ancaman boikot yang dilayangkan Negeri Kanguru itu, JK menilai mungkin saja akan ada dampaknya. Namun, dia menegaskan itu risiko dari suatu negara yang berdaulat. “Kita tegas bahwa ini hukum Indonesia. Jangan lupa di Amerika Serikat pun masih ada hukuman mati. Semua orang boleh tidak senang, tapi hukum di atas pandangan-pandangan itu,” sebutnya.

Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi menandaskan bahwa vonis hukuman mati terhadap dua warga negara Australia itu dilakukan murni sebagai langkah Indonesia melawan kejahatan luar biasa. “Meski kami mengerti posisi Pemerintah Australia, harus digarisbawahi isu ini murni hukum. Hukuman untuk melawan kejahatan luar biasa,” tandas Retno di Kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta, kemarin.

Menurut dia, hukuman mati yang sudah diputuskan Kejaksaan Agung (Kejagung) bukanlah sentimen pada satu negara, melainkan langkah Indonesia dalam memerangi peredaran narkoba yang semakin mengkhawatirkan. Karena itu, Retno meminta Australia menghormati keputusan Pemerintah Indonesia yang tetap akan melakukan eksekusi mati kepada Andrew dan Myuran.

Alasan utama hukuman mati adalah kondisi Indonesia saat ini sudah darurat narkoba. “Dalam perdagangan narkotika internasional, Indonesia menjadi negara terbesar yang menjadi target. Perdagangan narkoba ini sudah banyak mengambil nyawa warga Indonesia, menghancurkan masa depan keluarga mereka, dan generasi muda Indonesia,” papar Retno. Kejagung mengaku pemindahan duo Bali Nine dari Lapas Krobokan, Bali ke Lapas Nusakambangan, Jawa Tengah ditunda.

“Sedianya pemindahan akan diselesaikan pekan ini, tetapi sepertinya terkendala teknis,” ungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Tony T Spontana di Kejagung, Jakarta, kemarin. Menurut dia, penundaan pemindahan itu salah satunya karena ada tekanan dari Pemerintah Australia.

Selain itu, ada pula alasan teknis lain. “Salah satunya merupakan wujud respons dari Pemerintah Australia dan keluarganya untuk memberi waktu agak panjang bertemu mereka,” kata Tony. Untuk alasan teknis, Tony mengungkapkan, tim eksekutor telah meninjau lokasi di Lapas Nusakambangan dan menemukan kendala. Salah satunya lokasi persiapan eksekusi di Lapas Nusakambangan hanya cukup untuk lima orang.

“Lokasi di Nusakambangan agak sulit kalau dilakukan lebih dari lima terpidana. Sel isolasi akan dilakukan penyesuaian, dibangun tembok baru sehingga semuanya siap,” paparnya. Selain itu, pihak Lapas Nusakambangan juga mengajukan permintaan agar pemindahan para terpidana mati dilakukan tiga hari sebelum hari H pelaksanaan eksekusi mati.

Inda susanti/Rini agustina/Kiswondari/Alfian faisal
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0858 seconds (0.1#10.140)