Indonesia Minta Malaysia Bahas MoU TKI Temporer
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Indonesia meminta Malaysia untuk membahas penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI) temporer.
Sebab, ada ribuan TKI temporer yang bekerja secara ilegal sehingga tidak ada jaminan perlindungan hukum. Direktur Kerja Sama dan Verifikasi Penyiapan Dokumen Kedeputian Penempatan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan (BNP2TKI) Haposan Saragih mengatakan, data dari BP3TKI sejak Januari - November 2014, ada 5.928 TKI yang berangkat tidak terpantau pemerintah dari Nunukan ke Malaysia.
BP3TKI Nunukan mencatat jumlah TKI ke Malaysia via Tawau pada periode Januari- November 2014 hanya 3.685 orang melalui Pelabuhan Tunon Taka, Nunukan. Yang menarik, data pemeriksaan kesehatan di Tawau pada Januari - November 2014 menyebutkan ada 9.613 orang yang diperiksa.
“Jadi ada selisih 5.928 atau 62% TKI yang berangkat, namun tidak terpantau oleh pemerintah. Mereka tidak terlindungi sehingga harus ada MoU antara Pemerintah Indonesia dengan Malaysia untuk melindungi mereka,” tandas Haposan di Kantor BNP2TKI, Jakarta, kemarin. Haposan mengatakan, TKI temporer ini kebanyakan direkrut perusahaan konstruksi Malaysia untuk bekerja selama 1-3 bulan.
Para TKI temporer ini ada yang berangkat melalui jalur laut seperti dari Tanjungbalai Asahan, Sumatera Utara, dan yang melintas batas di sepanjang jalur perbatasan Kalimantan dengan Malaysia, khususnya melalui Entikong dan Nunukan. Direktur Eksekutif Migrant Care AnisHidayahmengungkapkan, praktik perdagangan manusia rentan terjadi di perbatasan.
Malaysia, kata Anis, cenderung menyalahkan Indonesia dalam hal perdagangan manusia. Malaysia menuding proses penempatanyangjelekdankualitas calon TKI rendah. Mereka mengidentifikasi perbatasan Indonesia- Malaysia menjadi sentra trafficking yang melibatkan oknum kedua negara.
“Semestinya menteri juga mengedepankan sanksi hukum. Bukan reaktif setiap ada kasus yang tidak mendorong perbaikan sistem penempatan TKI menjadi lebih baik,” desaknya.
Neneng zubaidah
Sebab, ada ribuan TKI temporer yang bekerja secara ilegal sehingga tidak ada jaminan perlindungan hukum. Direktur Kerja Sama dan Verifikasi Penyiapan Dokumen Kedeputian Penempatan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan (BNP2TKI) Haposan Saragih mengatakan, data dari BP3TKI sejak Januari - November 2014, ada 5.928 TKI yang berangkat tidak terpantau pemerintah dari Nunukan ke Malaysia.
BP3TKI Nunukan mencatat jumlah TKI ke Malaysia via Tawau pada periode Januari- November 2014 hanya 3.685 orang melalui Pelabuhan Tunon Taka, Nunukan. Yang menarik, data pemeriksaan kesehatan di Tawau pada Januari - November 2014 menyebutkan ada 9.613 orang yang diperiksa.
“Jadi ada selisih 5.928 atau 62% TKI yang berangkat, namun tidak terpantau oleh pemerintah. Mereka tidak terlindungi sehingga harus ada MoU antara Pemerintah Indonesia dengan Malaysia untuk melindungi mereka,” tandas Haposan di Kantor BNP2TKI, Jakarta, kemarin. Haposan mengatakan, TKI temporer ini kebanyakan direkrut perusahaan konstruksi Malaysia untuk bekerja selama 1-3 bulan.
Para TKI temporer ini ada yang berangkat melalui jalur laut seperti dari Tanjungbalai Asahan, Sumatera Utara, dan yang melintas batas di sepanjang jalur perbatasan Kalimantan dengan Malaysia, khususnya melalui Entikong dan Nunukan. Direktur Eksekutif Migrant Care AnisHidayahmengungkapkan, praktik perdagangan manusia rentan terjadi di perbatasan.
Malaysia, kata Anis, cenderung menyalahkan Indonesia dalam hal perdagangan manusia. Malaysia menuding proses penempatanyangjelekdankualitas calon TKI rendah. Mereka mengidentifikasi perbatasan Indonesia- Malaysia menjadi sentra trafficking yang melibatkan oknum kedua negara.
“Semestinya menteri juga mengedepankan sanksi hukum. Bukan reaktif setiap ada kasus yang tidak mendorong perbaikan sistem penempatan TKI menjadi lebih baik,” desaknya.
Neneng zubaidah
(ars)