Penyakit Leptospirosis Mulai Mengkhawatirkan

Jum'at, 13 Februari 2015 - 10:40 WIB
Penyakit Leptospirosis Mulai Mengkhawatirkan
Penyakit Leptospirosis Mulai Mengkhawatirkan
A A A
BANTUL - Selain kasus demam berdarah dengue (DBD) yang jumlahnya meningkat, Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul, Yogyakarta, juga tengah mengawasi penyakit leptospirosis.

Penyakit yang disebabkan bakteri dari kencing tikus itu ternyata masih menjadi ancaman warga Bantul. Sejak Januari hingga pertengahan Februari ini, Dinkes Bantul menemukan delapan kasus leptospirosis yang satu orang di antaranya diduga meninggal akibat penyakit ini. ”Pasien itu dari Kecamatan Sewon. Tetapi, pastinya apa, kami masih menunggu hasil audit,” ujar Kepala Seksi (Kasi) Surveilance Dinkes Kabupaten Bantul Widayati, Kamis (12/2).

Menurut Widawati, seperti DBD, leptospirosis juga mengalami tren kenaikan ketika memasuki musim penghujan. Air kencing tikus yang mengandung bakteri leptospira akan mudah menyebar terbawa air. Luka yang terbuka pada bagian tubuh manusia menjadi area paling rentan terinfeksi bakteri leptospira. Sebagian besar pasien penyakit ini biasanya para petani yang banyak beraktivitas di sawah tanpa perlindungan maksimal.

Para petani itu rentan terinfeksi karena mereka biasa beraktivitas di sawah dengan telanjang kaki. Padahal, jika kaki mereka luka sekecil apa pun, akan berpotensi terkena serangan leptospirosis dan itu berlanjut pada tubuh mereka. ”Sebenarnya gampang untuk mengantisipasinya. Setiap habis beraktivitas langsung cuci dengan sabun sampai bersih karena leptospirosis bisa hilang dengan sabun,” tuturnya.

Pada 2014 setidaknya ada 74 kasus leptospirosis yang ditemukan sepanjang Januari hingga November 2014. Enam orang di antaranya meninggal dunia. Kasus kematian akibat leptospirosis juga ditemukan pada 2012 sebanyak satu korban jiwa dari 48 kasus. Sedangkan pada 2013 tercatat 74 kasus tanpa ada kematian. Di Subang, Jawa Barat, penyakit demam berdarah dengue (DBD) mulai menelan korban jiwa.

Seorang warga lanjut usia (lansia) asal Kecamatan Tambakdahan meninggal dunia di rumah sakit karena serangan penyakit yang ditimbulkan gigitan nyamuk aedes aegypti tersebut. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Subang Budi Subiantoro menyatakan, memasuki pertengahan Februari, jumlah penderita DBD tercatat 205 kasus yakni Januari 190 kasus dan pertengahan Februari 15 orang.

Untuk menekan penyebaran itu, Dinkes bekerja sama dengan Polres Subang melakukan pengasapan( fogging ) di sejumlah daerah rawan di antaranya di Kampung Julang Desa Sukamulya, Kecamatan Pagaden.

”Serangan DBD di kampung ini cukup mengkhawatirkan. Dalam satu RT (rukun tetangga) ada tujuh warga yang terjangkit. Kondisi ini perlu mendapat perhatian lebih. Kalau tidak cepat ditangani, penyakit ini bisa berdampak kematian,” paparnya. Wakil Direktur Bidang Pelayanan Medis RSUD Subang Dwinan Marchiawaty menambahkan, langkah pemberantasan sarang nyamuk penyebab DBD melalui fogging sebelumnya dilakukan di sembilan titik tersebar di tiga kecamatan yakni Subang, Kalijati, dan Pusakanagara.

Hingga kini total penderita DBD di Subang sudah mencapai 215 orang. Namun, pemkab belum memandang perlu untuk menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) DBD.

Erfanto linangkung/ Usep husaeni
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6181 seconds (0.1#10.140)