Sejahterakan Kaum Terdidik!

Selasa, 10 Februari 2015 - 09:54 WIB
Sejahterakan Kaum Terdidik!
Sejahterakan Kaum Terdidik!
A A A
Ahmad Anwar Musyafa
Mahasiswa dan Pegiat Kajian Sosial-Politik di Monash Institute. UIN Walisongo Semarang



Pendidikan merupakan tolok ukur maju-mundurnya peradaban. Sebuah negara bisa dikatakan berperadaban jika kualitas mutu pendidikan dibu-dayakan dengan baik dan benar sehingga dapat mencetak benihbenih unggul yang mampu membuat inovasi yang mumpuni.

Begitu pun sebaliknya, jika pendidikan tidak dibu-dayakan secara baik dan benar maka jangan berharap akan menghasilkan generasi unggul bagi berlangsungnya suatu peradaban. Dewasa ini, negara Indonesia kembali dikagetkan oleh mutu pendidikan yang terbilang relatif sangat rendah.

Berdasarkan data yang didapat dari Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2011 yang di keluarkan oleh UNESCO diluncurkan di New York indeks pembangunan pendidikan atau Education Development Index (EDI) berdasarkan data tahun 2008 adalah 0,934. Nilai itu menempatkan Indonesia di posisi ke-69 dari 127 negara.

Padahal, jika direnungkan saksama, realita menunjukkan bahwa selama ini banyak pelajar asal Indonesia, baik siswa maupun mahasiswa yang berhasil menjuarai kompetisi pendidikan yang diadakan oleh banyak negara. Misal; kompetisi Wizards At Mathematics In-ternational Competition (Wizmic) 2014 di Lucknow, India, yang berlangsung pada 18-21 Oktober 2014.

Para siswa dari Klinik Pendidikan MIPA (KPM) yang mewakili Indonesia meraih delapan medali emas, lima perak, dan tiga perunggu untuk kategori perorangan. (Tempo, 22/10/2014). Jika dipahami secara komprehensif, dengan bukti juara Internasional yang berhasil diraih para kaum terdidik asal Indonesia, negara Indonesia nampaknya tidak patut ngresulo jika nyatanya ditempatkan pada urutan ke-69 dari 127 negara.

Namun yang perlu ditekankan adalah, pemerintah harus berupaya menyejahterakan kualitas para kaum terdidik. Sebab, selama ini banyak orang hebat yang berasal dari Indonesia lebih “bangga” hidup di Negeri orang lain dari pada hidup di negeri sendiri. Problematikanya simpel; Indonesia belum sanggup menyediakan lahan bagi para kaum terdidik yang handal.

Hingga penulis berkesimpulan, selama ini negara Indonesia tidak mau bertanggung jawab atas lahirnya kaum terdidik yang handal dan mumpuni. Oleh sebab itu, dalam konteks ini, pemerintah harus berani menanggung “risiko” untuk benar-benar menyejahterakan para kaum terdidik.
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3991 seconds (0.1#10.140)