PPI Minta Hakim Kasasi Pertimbangkan Politisasi Kasus Anas
A
A
A
JAKARTA - Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) meminta hakim kasasi yang menangani kasus mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum untuk mempertimbangkan ada dugaan politisasi dalam kasus itu.
Presidium PPI Sri Mulyono mengatakan, pernyataan Plt Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto memperkuat dugaan ada politisasi terhadap kasus Anas. Dugaan politisasi terhadap Anas sebenarnya sudah terlihat jelas dan telanjang sejak awal. Ada pernyataan Hasto tersebut semakin menunjukkan kasus Anas bukanlah murni kasus hukum.
“Bagaimana prakondisi sebelum ditetapkan tersangka. Muatan politiknya itu 70-80%. Sejak awal ini sudah politis,” ucap Sri Mulyono kepada KORAN SINDOkemarin. Sri Mulyono mengatakan, dalam sidang yang dilakukan secara terbuka pun tidak ada bukti yang menjelaskan Anas melakukan korupsi. Sebagian besar saksi meringankan dakwaan yang ditujukan kepada Anas. “Harier tidak terbukti. Gratifikasi Adhi Karya juga tidak terbukti. Dari 96 saksi, 94 menyatakan Mas Anas clear. Hanya dua saksi yang memberatkan yaitu Nazaruddin dan istrinya,” sebutnya.
Selain itu, penggunaan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) terhadap Anas juga dinilai ganjil. Penggunaan pasal itu haruslah berjenjang, tapi itu tidak berlaku bagi kasus Anas. “TPPU yang dipaksakan. Ini harusnya punya jenjang. Korupsi terbukti baru TPPU,” ucapnya. Dengan dinamika yang terjadi akhir-akhir ini, Sri Mulyono mengaku semakin tahu tentang sosok pimpinan KPK. Lembaga antikorupsi itu dibawa menjadi lembaga yang rentan dipolitisasi.
“Kita semakin tahu, dia (pimpinan KPK) politisi. Melobi sana sini. Tidak jadi cawapres, lalu mengancam yang mengganjalnya. Dikriminalisasi,” ucapnya. Dengan kondisi KPK yang seperti sekarang, peluang politisasi terhadap kasus lain itu ada. Sri Mulyono pun menyatakan ada mantan penyidik KPK yang mengaku KPK tidak profesional di beberapa kasus. Misalnya dalam menetapkan Miranda S Goeltom sebagai tersangka, KPK dinilai melanggar standard operating procedure(SOP) karena tidak cukup dua alat bukti.
Lalu kasus Angelina Sondakh yang ditersangkakan dalam kasus dugaan korupsi wisma atlet, tapi diadili dengan perkara Kementerian Pendidikan Nasional. “InimenujukanKPKpolitis. Yang penting tersangka dulu. Nanti baru dicari-cari kesalahannya. Mas Anas itu ditersangkakan kasus Hambalang, tapi yang dibahas tentang bagaimana memenangkan kongres,” tuturnya.
Jika KPK mudah untuk dijadikan alat politisasi, akan sangat berbahaya bagi penegakan hukum di Indonesia. Sebagai salah satu institusi penegakan hukum di Indonesia, KPK harus tetap dijaga. “Tapi, pimpinan KPK harus diganti. Mengganti dengan orang yang lebih baik dengan ditelusuri masa lalu dan track record-nya,” ungkapnya.
Menurut dia, pernyataan Presiden sudah sangat jelas agar tidak ada kriminalisasi. Jika salah, siapa pun harus dihukum, tidak memandang status dan jabatannya. “Biarkan saja hukum berjalan. Harapan kami untuk Mas Anas mencari keadilan di tingkat kasasi. Kita akan tunjukkan bukti-bukti bahwa ini murni politik bukan ada unsur hukum,” sebutnya.
Pia Akbar Nasution selaku kuasa hukum Anas Urbaningrum enggan menanggapi pernyataan Hasto. Meski demikian, Pia menyatakan bahwa dakwaan jaksa sama sekali tidak terbukti dalam persidangan. “Saksi-saksi membantah tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Tapi, hakim yang berkuasa. Putusannya berbeda dengan fakta persidangan,” katanya. Menurut dia, perlakuan terhadap Anas akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia. Apa yang didakwakan sama dengan saat tuntutan.
“Lazimnya mempertimbangkan fakta-fakta persidangan. Lalu bersidang untuk apa? Percuma jika beda,” katanya. Pia pun menyatakan, pihaknya akan terus mencari keadilan bagi Anas. Apalagi, beberapa saat lalu Anas mendapat pengurangan hukuman.
Dita angga
Presidium PPI Sri Mulyono mengatakan, pernyataan Plt Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto memperkuat dugaan ada politisasi terhadap kasus Anas. Dugaan politisasi terhadap Anas sebenarnya sudah terlihat jelas dan telanjang sejak awal. Ada pernyataan Hasto tersebut semakin menunjukkan kasus Anas bukanlah murni kasus hukum.
“Bagaimana prakondisi sebelum ditetapkan tersangka. Muatan politiknya itu 70-80%. Sejak awal ini sudah politis,” ucap Sri Mulyono kepada KORAN SINDOkemarin. Sri Mulyono mengatakan, dalam sidang yang dilakukan secara terbuka pun tidak ada bukti yang menjelaskan Anas melakukan korupsi. Sebagian besar saksi meringankan dakwaan yang ditujukan kepada Anas. “Harier tidak terbukti. Gratifikasi Adhi Karya juga tidak terbukti. Dari 96 saksi, 94 menyatakan Mas Anas clear. Hanya dua saksi yang memberatkan yaitu Nazaruddin dan istrinya,” sebutnya.
Selain itu, penggunaan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) terhadap Anas juga dinilai ganjil. Penggunaan pasal itu haruslah berjenjang, tapi itu tidak berlaku bagi kasus Anas. “TPPU yang dipaksakan. Ini harusnya punya jenjang. Korupsi terbukti baru TPPU,” ucapnya. Dengan dinamika yang terjadi akhir-akhir ini, Sri Mulyono mengaku semakin tahu tentang sosok pimpinan KPK. Lembaga antikorupsi itu dibawa menjadi lembaga yang rentan dipolitisasi.
“Kita semakin tahu, dia (pimpinan KPK) politisi. Melobi sana sini. Tidak jadi cawapres, lalu mengancam yang mengganjalnya. Dikriminalisasi,” ucapnya. Dengan kondisi KPK yang seperti sekarang, peluang politisasi terhadap kasus lain itu ada. Sri Mulyono pun menyatakan ada mantan penyidik KPK yang mengaku KPK tidak profesional di beberapa kasus. Misalnya dalam menetapkan Miranda S Goeltom sebagai tersangka, KPK dinilai melanggar standard operating procedure(SOP) karena tidak cukup dua alat bukti.
Lalu kasus Angelina Sondakh yang ditersangkakan dalam kasus dugaan korupsi wisma atlet, tapi diadili dengan perkara Kementerian Pendidikan Nasional. “InimenujukanKPKpolitis. Yang penting tersangka dulu. Nanti baru dicari-cari kesalahannya. Mas Anas itu ditersangkakan kasus Hambalang, tapi yang dibahas tentang bagaimana memenangkan kongres,” tuturnya.
Jika KPK mudah untuk dijadikan alat politisasi, akan sangat berbahaya bagi penegakan hukum di Indonesia. Sebagai salah satu institusi penegakan hukum di Indonesia, KPK harus tetap dijaga. “Tapi, pimpinan KPK harus diganti. Mengganti dengan orang yang lebih baik dengan ditelusuri masa lalu dan track record-nya,” ungkapnya.
Menurut dia, pernyataan Presiden sudah sangat jelas agar tidak ada kriminalisasi. Jika salah, siapa pun harus dihukum, tidak memandang status dan jabatannya. “Biarkan saja hukum berjalan. Harapan kami untuk Mas Anas mencari keadilan di tingkat kasasi. Kita akan tunjukkan bukti-bukti bahwa ini murni politik bukan ada unsur hukum,” sebutnya.
Pia Akbar Nasution selaku kuasa hukum Anas Urbaningrum enggan menanggapi pernyataan Hasto. Meski demikian, Pia menyatakan bahwa dakwaan jaksa sama sekali tidak terbukti dalam persidangan. “Saksi-saksi membantah tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Tapi, hakim yang berkuasa. Putusannya berbeda dengan fakta persidangan,” katanya. Menurut dia, perlakuan terhadap Anas akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia. Apa yang didakwakan sama dengan saat tuntutan.
“Lazimnya mempertimbangkan fakta-fakta persidangan. Lalu bersidang untuk apa? Percuma jika beda,” katanya. Pia pun menyatakan, pihaknya akan terus mencari keadilan bagi Anas. Apalagi, beberapa saat lalu Anas mendapat pengurangan hukuman.
Dita angga
(ftr)