Mobnas Proton Proyek Akal-akalan

Senin, 09 Februari 2015 - 11:08 WIB
Mobnas Proton Proyek...
Mobnas Proton Proyek Akal-akalan
A A A
JAKARTA - Rencana pengembangan mobil nasional (mobnas) dengan menggandeng Proton asal Malaysia terus menuai kontroversi. Kebijakan tersebut tidak layak diteruskan karena hanya merupakan proyek akal-akalan yang tidak jelas.

Anggota Komisi I DPR Effendi Simbolon menganggap lucu adanya wacana memunculkan kembali proyek mobnas. “Menurut saya ini hanya proyek akal-akalan saja. Belum tentu juga barangnya (Proton) bagus, tapi sudah ingin dijadikan mobnas,” ungkapnya kepada KORAN SINDO kemarin. CEO PT Adiperkasa Citra Lestari (ACL) Abdullah Mahmud (AM) Hendropriyono membantah tudingan tersebut.

Dia menegaskan kerja sama dengan Proton murni business to business (B to B) yang tidak melibatkan pemerintah. Pada Jumat (6/2) Proton Holdings Bhd dan PT ACL melakukan penandatanganan memorandum of understanding (MoU) untuk membantu mengembangkan mobnas Indonesia. Nota kesepahaman itu ditandatangani CEO Proton Datuk Abdul Harith Abdullah dan CEO PT ACL AM Hendropriyono di Kompleks Industri Automotif Malaysia, Shah Alam.

Penandatanganan ini disaksikan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Perdana Menteri Malaysia Najib Razak, Chairman Proton Mahathir Mohamad, dan sejumlah pejabat lain. Lebih jauh, Effendi mengungkapkan kebijakan mobnas itu lucu dikarenakan saat ini Jakarta sedang disorot sebagai kota macet nomor satu di dunia. Namun Presiden Jokowi malah ingin membuat mobnas.

Dia kemudian mempertanyakan bagaimana dengan konsep pengembangan transportasi massal yang digadanggadang Jokowi sejak menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta dulu. Selain itu, dia mempertanyakan kompetensi PT ACL apakah layak dijadikan penerus kebijakan mobnas. Pasalnya, sudah banyak publik yang mempertanyakan kedekatan AM Hendropriyono sebagai pemilik perusahaan itu dengan Jokowi sejak masa kampanye lalu.

“Jangan sampai karena ada kedekatan antara mereka berdua (Jokowi dan AM Hendropriyono), proyek mobnas ini dipaksa untuk jadi,” ungkapnya. Politikus PDIP itu mengaku tidak setuju proyek mobnas karena tidak ada timbal balik untuk kesejahteraan rakyat. Dia kemudian mereviu mobnas Timor yang dikerjakan Tommy Soeharto malah berhenti di tengah jalan.

Menurut dia, ada baiknya jika Presiden konsentrasi dengan program nasional seperti Keluarga Berencana (KB) yang dampaknya realistis di lapangan. Atau sebaiknya Presiden mendesak Malaysia untuk membuat kerja sama penempatan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang lebih manusiawi dan kerja sama penjagaan perbatasan daripada mobnas yang tidak jelas. Senada, Ketua Lembaga Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Didik J Rachbini menilai wacana pengembangan mobnas dengan melibatkan Proton merupakan kebijakan yang tidak tepat.

Alasannya, meski diklaim sebagai kerja sama B to B antara Proton dan PT ACL milik AM Hendropriyono, hal itu dilakukan dalam kunjungan formal kenegaraan. “Kenapa dia (Jokowi) menggiring ini ke dalam kunjungan formal? Jika sifatnya business to business tidak perlu masuk ke agenda kunjungan Presiden,” tegasnya tadi malam. Didik menegaskan, rencana tersebut tidak perlu diteruskan karena masih banyak pekerjaan rumah pemerintahan Jokowi yang perlu lebih diprioritaskan.

Mantan Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) ini mengungkapkan, kebijakan pemerintahan Presiden Jokowi tersebut perlu dicermati. Sebab program mobnas sudah pasti akan mendapatkan banyak fasilitas seperti pembebasan pajak, kemudahan perizinan pertanahan, tenaga kerja, dan tax holiday. “Karena yang namanya mobnas adalah kebijakan nasional, kebijakan negara, bukan swasta,” paparnya.

Seharusnya, lanjut dia, pemerintah terlebih dahulu membuat perencanaan yang matang. “Kebijakan publik harus ada prosesnya, tidak bisa tiba-tiba muncul begitu saja. Itu namanya kebijakan mengigau,” kritik Didik. Dia menilai jika pemerintah serius mengembangkan mobnas, harus bekerja sama dengan pihak-pihak yang lebih ahli.

“Ibarat mencari guru, yang bagus sekalian, ke Jerman atau ke Amerika. Jangan yang ecekecek begitu. Proton itu di Jakarta saja tidak ada, tidak laku, dari desain dan rancangan saja tidak diminati. Itu jelas pilihan yang salah dan tidak perlu diteruskan,” lanjutnya. Yang menjadi prioritas pemerintah saat ini, kata Didik, adalah menyelamatkan ekonomi. “Nilai tukar terus melemah, tidak ada tanda-tanda membaik. Pemerintah harus lebih concern ke persoalan penyelamatan ekonomi,” urainya.

Pengamat ekonomi Ahmad Erani Yustika mengatakan, mengagetkan jika pemerintah menggandeng Proton untuk mengembangkan mobnas. Menurutnya, selama ini pemerintah lebih banyak berbicara soal nawacita, industri maritim, dan lainnya. “Selama ini tidak pernah mendengar pemerintah ingin mengembangkan mobnas. Tiba-tiba ada rencana seperti ini sehingga kita tidak mengetahui secara mendalam arah pemerintahan seperti apa,” ujarnya.

Menurutnya, yang dibutuhkan adalah informasi mengenai bagaimana bentuk kerja sama itu, sekadar mau membuat mobilnya atau membangun industri mobil. “Ini dua hal yang berbeda karena aspeknya bermacam- macam. Apakah seperti dulu dengan Timor atau kerja sama dalam bentuk yang lain,” ujarnya. Dia melanjutkan, anak-anak bangsa juga sudah bisa membuat mobil, tetapi jika ingin membangun industri mobil itu hal yang berbeda.

“Kalau industri mobil mengerjakan dari proses hulu sampai ke hilir. Dari proses perakitan sampai membuat model, merek hingga kepada distribusi dan penjualan itu satu rangkaian industri. Itu yang tentu berat. Harus dikerjakan betul-betul dengan perencanaan yang matang,” katanya. Pakar pengembangan mobil dalam negeri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Yuniarto mengatakan, peredaran mobil-mobil yang dikuasai asing semakin membuat produk lokal terpinggirkan.

Apalagi pemerintah tidak pernah membuat regulasi yang jelas untuk mempertahankan mobil produk anak bangsa. Anehnya, pemerintah memutuskan untuk bekerja sama dengan perusahaan mobil Malaysia. Ini membuktikan pemerintah kurang percaya terhadap kualitas mobil dalam negeri. “Tidak ada niat pemerintah untuk melindungi produk lokal, belum diperhatikan. Ini terbukti dengan tidak adanya regulasi yang jelas,” katanya.

Tak Libatkan Pemerintah

CEO PT Adiperkasa Citra Lestari AM Hendropriyono mengungkapkan alasannya menggandeng Proton. Menurut dia, kerja sama itu lebih menitikberatkan pada riset, pengembangan, dan teknik.

“Atas dari itu akan lebih efisien bagi kami dalam membangun infrastruktur beserta gelar after sales dan networking - nya,” kata Hendropriyono dalam pesan singkat kepada Okezone.com kemarin. Mantan Kepala BIN itu menegaskan bahwa kerja sama tersebut bersifat B to B, bukan government to government (G to G). “Kami swasta, Proton juga kini swasta,” ujarnya.

Perihal banyaknya tudingan miring dari sejumlah kalangan terkait kerja sama itu, dia menyatakan tidak pernah berhitung untung dan rugi saat berkawan dengan orang lain. “Iri hati orang terhadap diri saya, yang mengatakan saya dimanjakan Jokowi, menunjukkan mulutnya busuk dahulu, sebelum mengerti apa yang dia katakan,” kata lulusan Akademi Militer 1967 itu.

Misterius

Sementara itu, keberadaan PT ACL memang cukup misterius. Dari hasil penelusuran yang dilakukan RCTI, informasi seputar perusahaan tersebut sangat minim. Dalam database sistem administrasi hukum (sisminbakum) Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Kemenkumham, hanya ada satu nama perusahaan bernama PT ACL.

Perusahaan tersebut tercatat didirikan pada 22 Februari 2012, lalu sempat mengajukan pemberitahuan perubahan data perseroan pada 23 Juli 2013. Adapun alamat yang tertera dalam dokumen tersebut adalah Kompleks Rukan Tendean Square 26 Jalan Woltermonginsidi No 122-124 Jakarta Selatan. Namun, menurut keterangan Junaedi, salah seorang petugas sekuriti di kompleks tersebut, tidak ada perusahaan bernama PT ACL di sana. “Setahu saya nggak ada PT Adiperkasa Citra Lestari.

Dulu sebelumnya yang ngontrak itu namanya Pak Gumelar. Tapi setahu saya PTnya bukan PT Adiperkasa Citra Lestari. Itu sudah lama. Sekarang sudah pindah,” katanya kepada RCTI. Junaedi mengatakan alamat yang dimaksud itu dulu adalah kantor notaris milik Muhammad Hanafi.

Anton c/Neneng/ Oktiani endarwati/ Arief ardliyanto
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0829 seconds (0.1#10.140)