100 Hari Pemerintah Jokowi-JK Gagal Perjuangkan Perempuan
A
A
A
JAKARTA - 100 hari Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK), dianggap gagal dalam memperjuangkan hak perempuan.
Jaringan Perempuan Indonesia (JPI) menilai, Jokowi yang tak berdaya mengatasi konflik antara KPK dengan Polri, berimbas pada pemerintahan yang tidak kondusif bagi perlindungan perempuan.
Perwakilan Cedaw Working Group Indonesia (CWGI) yang tergabung dalam JPI, Estu Fanani mengatakan, pemerintahan Jokowi yakni Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemeneg PP dan PA) tidak mengimplementasikan kebijakan gender dalam program kerjanya.
"Kemeneg PP dan PA misalnya, tidak memasukkan agenda membangun kemandirian bidang politik perempuan dalam program kerjanya," ujar Estu di Kantor Komnas Perempuan, Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat, Minggu (8/2/2015).
Kemudian, dalam bidang hukum terkait perempuan kata dia, pemerintahan juga minim prestasi. Pasalnya ungkap Estu, Kemeneg PP dan PA telah berkomitmen mewujudkan sistem penegakan hukum yang berkeadilan dan dalam pengarustamaan gender (PUG).
Namun dia menilai, komitmen tersebut tidak memiliki langkah strategis terhadap percepatan pada hukum yang responsif pada gender. Salah satu contohnya tutur Estu, adalah pasal-pasal diskrimiatif terhadap perempuan dalam Undang-undang (UU) Perkawinan.
"Terkait dengan penghapusan peraturan diskriminatif, terhadap UU No.1 tahun 1974 tentang perkawinan yang memuat pasal-pasal diskriminatif, pemerintah tidak memasukkannya dalam agenda perubahan," tandasnya.
Jaringan Perempuan Indonesia (JPI) menilai, Jokowi yang tak berdaya mengatasi konflik antara KPK dengan Polri, berimbas pada pemerintahan yang tidak kondusif bagi perlindungan perempuan.
Perwakilan Cedaw Working Group Indonesia (CWGI) yang tergabung dalam JPI, Estu Fanani mengatakan, pemerintahan Jokowi yakni Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemeneg PP dan PA) tidak mengimplementasikan kebijakan gender dalam program kerjanya.
"Kemeneg PP dan PA misalnya, tidak memasukkan agenda membangun kemandirian bidang politik perempuan dalam program kerjanya," ujar Estu di Kantor Komnas Perempuan, Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat, Minggu (8/2/2015).
Kemudian, dalam bidang hukum terkait perempuan kata dia, pemerintahan juga minim prestasi. Pasalnya ungkap Estu, Kemeneg PP dan PA telah berkomitmen mewujudkan sistem penegakan hukum yang berkeadilan dan dalam pengarustamaan gender (PUG).
Namun dia menilai, komitmen tersebut tidak memiliki langkah strategis terhadap percepatan pada hukum yang responsif pada gender. Salah satu contohnya tutur Estu, adalah pasal-pasal diskrimiatif terhadap perempuan dalam Undang-undang (UU) Perkawinan.
"Terkait dengan penghapusan peraturan diskriminatif, terhadap UU No.1 tahun 1974 tentang perkawinan yang memuat pasal-pasal diskriminatif, pemerintah tidak memasukkannya dalam agenda perubahan," tandasnya.
(maf)