Penyuap Annas Maamun Dituntut 4,5 Tahun
A
A
A
JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Provinsi Riau Gulat Medali Emas Manurung dengan pidana penjara empat tahun enam bulan.
Kawan karib sekaligus pemberi suap kepada Gubernur Riau nonaktif Annas Maamun ini juga dibebankan pidana denda Rp150 juta subsider enam bulan kurungan. Hal tersebut tertuang dalam Surat Tuntutan Nomor TUT-03/24/24/02/ 2015 atas nama Gulat Medali Emas Manurung yang dibacakan secara bergantian oleh Ketua JPU Kresno Anto Wibowo dengan didampingi anggota Luki Dwi Nugroho, Agus Prasetya, dan Ikhsan Fernandi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kemarin.
JPU meyakini, Gulat Manurung terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi berupa pemberian suap USD166.100 (setara Rp2 miliar) atau 156.000 dolar Singapura (setara Rp1,5 miliar) dan Rp500 juta kepada Annas Maamun.
JPU memastikan suap itu dimaksudkan agar Annas Maamun memuluskan dan memasukan lahan kelapa sawit milik Gulat Manurung dan teman-temannya di Kabupaten Kuantan Singgigi seluas 1.188 hektare (ha) dan Bagan Sinembah di Kabupaten Rokan Hilir seluas 1.214 ha ke dalam revisi Surat Keputusan Menteri Kehutanan (SK Menhut) Nomor 673/Menhut-II/2014 tertanggal 8 Agustus 2014.
“Menuntut, meminta agar majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Gulat Medali Emas Manurung berupa pidana penjara selama empat tahun enam bulan dikurangi selama terdakwa menjalani penahanan dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan dan ditambah dengan pidana denda sebesar Rp150 juta subsider enam bulan kurungan,” tutur JPU Kresno kemarin.
Perbuatan pidana yang dilakukan Gulat tersebut sesuai fakta persidangan baik lewat keterangan saksi-saksi, saksi ahli, alat bukti petunjuk, alat bukti berupa dokumen, maupun keterangan terdakwa. Perbuatan yang dilakukan Gulat tidak dibenarkan dan tidak ada alasan pemaaf. Perbuatan Gulat sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001.
“Sebagaimana dalam dakwaan primer,” ujar Kresno. Dalam menyusun tuntutan, JPU mempertimbangkan ihwal meringankan dan memberatkan. Pertimbangan meringankan, Gulat berlaku sopan selama persidangan di pengadilan dan belum pernah dihukum sebelumnya. Yang memberatkan bagi dosen Universitas Riau (Unri) ini ada tiga.
Pertama, tidak mendukung upaya dan program pemerintah yang sedang giat-giatnya melakukan pemberantasan korupsi. Kedua, Gulat tidak mengakui terus terang seluruh perbuatannya. “Ketiga, selaku tenaga pendidik dosen Unri maupun selaku ketua DPW Apkasindo Riau, terdakwa telah memberikan contoh yang tidak baik kepada masyarakat,” ungkap Kresno.
JPU melanjutkan, kebun kelapa sawit kawan-kawan yang turut diurusi Gulat satu di antaranya yakni milik Presiden Direktur PT Duta Palma Surya Darmadi alias Apeng. Langkah ini berkaitan dengan pemulusan hak guna usaha (HGU) lahan perkebunan kelapa sawit PT Duta Palma seluas 18.000 ha dan yang masih ada dalam area hutan agar dimasukkan menjadi area peruntukan lainnya (APL).
Surya Darmadi berencana menyiapkan uang Rp8 miliar untuk diberikan ke Annas Maamun melalui Gulat. Surya Darmadi bahkan memastikan akan memberikan Rp3 miliar satu hari berselang. Tidak berselang lama, Annas menelepon Gulat agar meminta Rp2,9 miliar dari PT Duta Palma. “Bahwa benar pada 21 September 2014, Annas ke Jakarta dan keesokan harinya menelepon Gulat meminta uang Rp2,9 miliar untuk pengurusan revisi tersebut,” ucap anggota JPU Ikhsan Fernandi.
JPU juga mengungkapkan, dalam melakukan aksi Gulat dibantu oleh beberapa pihak di antaranya Kabid Planologi Dinas Kehutanan Provinsi Riau Cecep Iskandar yang menerima Rp26,8 juta (sudah disita KPK) dan Direktur PT Citra Hokiana Triutama Edison Marudut Marsadauli yang menyiapkan uang sebesar USD125.000 atau setara Rp1,5 miliar yang dipinjam Gulat atas permintaan Annas Maamun. Uang tersebut kemudian ditukarkan Edison ke dolar Singapura di money changer PT Ayumas Agung.
“Bahkan dalam penukaran uang tersebut Edison lebih berperan aktif dan mempergunakan KTP miliknya,” ungkap anggota JPU Agus Prasetya Raharja. Anggota JPU Luki Dwi Nugroho menuturkan, aksi pidana Gulat dan Annas dilakukan bermula dari pemberian SK Menhut Nomor 673 tertanggal 8 Agustus 2014 oleh Zulkifli Hasan kepada Annas saat perayaan HUT Riau pada 9 Agustus 2014.
Dalam pidatonya Zulkifli memberikan kesempatan kepada masyarakat melalui Pemerintah Daerah Provinsi Riau untuk mengajukan permohonan revisi jika terdapat daerah atau kawasan yang belum terakomodasi dalam SK tersebut. Berikutnya Zulkifli melakukan pertemuan dengan Annas, Wakil Gubernur Riau Arsyad Juliandi Rachman, dan sejumlah pejabat Riau lainnya secara bersama-sama.
Dalam sadapan telepon Annas-Gulat lainnya, Annas bahkan mengaku berniat memberikan uang Rp2,9 miliar sebagai operasional anggota Komisi IV DPR periode 2009-2014 sebanyak 64 orang. Hal tersebut bahkan diakui langsung Gulat. “Keteranganketerangan itu saling berkesesuaian dengan alat bukti, petunjuk (sadapan), dan keterangan terdakwa serta barang bukti sehingga memperkuat tentang kebenaran fakta hukum,” ucap Luki.
Gulat Manurung langsung menangis sesenggukan sesaat setelah tuntutan pidana penjara dibacakan. Sembari menyeka air mata, Gulat mengaku akan menyampaikan nota pembelaan (pleidoi). “Kami akan mempergunakan hak kami melakukan pembelaan. Kami akan menyampaikan pembelaan Yang Mulia,” ucap Gulat.
Seusai sidang Gulat masih terlihat shock atas tuntutan JPU. Dengan suara sedikit keras, dia mengklaim tidak pernah berupaya ataupun memberi suap kepada Annas Maamun. “Saya tidak pernah menyuap Pak Annas. Untuk apa suap Pak Annas,” ujarnya.
Sabir laluhu
Kawan karib sekaligus pemberi suap kepada Gubernur Riau nonaktif Annas Maamun ini juga dibebankan pidana denda Rp150 juta subsider enam bulan kurungan. Hal tersebut tertuang dalam Surat Tuntutan Nomor TUT-03/24/24/02/ 2015 atas nama Gulat Medali Emas Manurung yang dibacakan secara bergantian oleh Ketua JPU Kresno Anto Wibowo dengan didampingi anggota Luki Dwi Nugroho, Agus Prasetya, dan Ikhsan Fernandi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kemarin.
JPU meyakini, Gulat Manurung terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi berupa pemberian suap USD166.100 (setara Rp2 miliar) atau 156.000 dolar Singapura (setara Rp1,5 miliar) dan Rp500 juta kepada Annas Maamun.
JPU memastikan suap itu dimaksudkan agar Annas Maamun memuluskan dan memasukan lahan kelapa sawit milik Gulat Manurung dan teman-temannya di Kabupaten Kuantan Singgigi seluas 1.188 hektare (ha) dan Bagan Sinembah di Kabupaten Rokan Hilir seluas 1.214 ha ke dalam revisi Surat Keputusan Menteri Kehutanan (SK Menhut) Nomor 673/Menhut-II/2014 tertanggal 8 Agustus 2014.
“Menuntut, meminta agar majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Gulat Medali Emas Manurung berupa pidana penjara selama empat tahun enam bulan dikurangi selama terdakwa menjalani penahanan dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan dan ditambah dengan pidana denda sebesar Rp150 juta subsider enam bulan kurungan,” tutur JPU Kresno kemarin.
Perbuatan pidana yang dilakukan Gulat tersebut sesuai fakta persidangan baik lewat keterangan saksi-saksi, saksi ahli, alat bukti petunjuk, alat bukti berupa dokumen, maupun keterangan terdakwa. Perbuatan yang dilakukan Gulat tidak dibenarkan dan tidak ada alasan pemaaf. Perbuatan Gulat sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001.
“Sebagaimana dalam dakwaan primer,” ujar Kresno. Dalam menyusun tuntutan, JPU mempertimbangkan ihwal meringankan dan memberatkan. Pertimbangan meringankan, Gulat berlaku sopan selama persidangan di pengadilan dan belum pernah dihukum sebelumnya. Yang memberatkan bagi dosen Universitas Riau (Unri) ini ada tiga.
Pertama, tidak mendukung upaya dan program pemerintah yang sedang giat-giatnya melakukan pemberantasan korupsi. Kedua, Gulat tidak mengakui terus terang seluruh perbuatannya. “Ketiga, selaku tenaga pendidik dosen Unri maupun selaku ketua DPW Apkasindo Riau, terdakwa telah memberikan contoh yang tidak baik kepada masyarakat,” ungkap Kresno.
JPU melanjutkan, kebun kelapa sawit kawan-kawan yang turut diurusi Gulat satu di antaranya yakni milik Presiden Direktur PT Duta Palma Surya Darmadi alias Apeng. Langkah ini berkaitan dengan pemulusan hak guna usaha (HGU) lahan perkebunan kelapa sawit PT Duta Palma seluas 18.000 ha dan yang masih ada dalam area hutan agar dimasukkan menjadi area peruntukan lainnya (APL).
Surya Darmadi berencana menyiapkan uang Rp8 miliar untuk diberikan ke Annas Maamun melalui Gulat. Surya Darmadi bahkan memastikan akan memberikan Rp3 miliar satu hari berselang. Tidak berselang lama, Annas menelepon Gulat agar meminta Rp2,9 miliar dari PT Duta Palma. “Bahwa benar pada 21 September 2014, Annas ke Jakarta dan keesokan harinya menelepon Gulat meminta uang Rp2,9 miliar untuk pengurusan revisi tersebut,” ucap anggota JPU Ikhsan Fernandi.
JPU juga mengungkapkan, dalam melakukan aksi Gulat dibantu oleh beberapa pihak di antaranya Kabid Planologi Dinas Kehutanan Provinsi Riau Cecep Iskandar yang menerima Rp26,8 juta (sudah disita KPK) dan Direktur PT Citra Hokiana Triutama Edison Marudut Marsadauli yang menyiapkan uang sebesar USD125.000 atau setara Rp1,5 miliar yang dipinjam Gulat atas permintaan Annas Maamun. Uang tersebut kemudian ditukarkan Edison ke dolar Singapura di money changer PT Ayumas Agung.
“Bahkan dalam penukaran uang tersebut Edison lebih berperan aktif dan mempergunakan KTP miliknya,” ungkap anggota JPU Agus Prasetya Raharja. Anggota JPU Luki Dwi Nugroho menuturkan, aksi pidana Gulat dan Annas dilakukan bermula dari pemberian SK Menhut Nomor 673 tertanggal 8 Agustus 2014 oleh Zulkifli Hasan kepada Annas saat perayaan HUT Riau pada 9 Agustus 2014.
Dalam pidatonya Zulkifli memberikan kesempatan kepada masyarakat melalui Pemerintah Daerah Provinsi Riau untuk mengajukan permohonan revisi jika terdapat daerah atau kawasan yang belum terakomodasi dalam SK tersebut. Berikutnya Zulkifli melakukan pertemuan dengan Annas, Wakil Gubernur Riau Arsyad Juliandi Rachman, dan sejumlah pejabat Riau lainnya secara bersama-sama.
Dalam sadapan telepon Annas-Gulat lainnya, Annas bahkan mengaku berniat memberikan uang Rp2,9 miliar sebagai operasional anggota Komisi IV DPR periode 2009-2014 sebanyak 64 orang. Hal tersebut bahkan diakui langsung Gulat. “Keteranganketerangan itu saling berkesesuaian dengan alat bukti, petunjuk (sadapan), dan keterangan terdakwa serta barang bukti sehingga memperkuat tentang kebenaran fakta hukum,” ucap Luki.
Gulat Manurung langsung menangis sesenggukan sesaat setelah tuntutan pidana penjara dibacakan. Sembari menyeka air mata, Gulat mengaku akan menyampaikan nota pembelaan (pleidoi). “Kami akan mempergunakan hak kami melakukan pembelaan. Kami akan menyampaikan pembelaan Yang Mulia,” ucap Gulat.
Seusai sidang Gulat masih terlihat shock atas tuntutan JPU. Dengan suara sedikit keras, dia mengklaim tidak pernah berupaya ataupun memberi suap kepada Annas Maamun. “Saya tidak pernah menyuap Pak Annas. Untuk apa suap Pak Annas,” ujarnya.
Sabir laluhu
(ars)