Pusat Setujui Kenaikan Gaji PNS DKI

Rabu, 04 Februari 2015 - 13:04 WIB
Pusat Setujui Kenaikan Gaji PNS DKI
Pusat Setujui Kenaikan Gaji PNS DKI
A A A
JAKARTA - Kebijakan menaikkan gaji fantastis pegawai negeri sipil (PNS) DKI Jakarta disetujui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB) Yuddy Chrisnandi.

Bahkan, dia berharap kebijakan tersebut bisa dicontoh daerah lainnya di Indonesia. Yuddy menyetujui kenaikan gaji tersebut setelah berdialog dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) beserta jajarannya di Balai Kota kemarin.

Berdasarkan ketentuan Undang- Undang Aparatur Sipil Negara (ASN), kata Yuddy, ada batas maksimum yang tidak boleh dilanggar dalam biaya pegawai, yaitu tidak boleh lebih dari 30% dari besaran APBD. Setelah dihitung dengan menghilangkan honorarium dan menggantinya dengan tunjangan kinerja dinamis (TKD), Pemprov DKI Jakarta dapat menghemat 26% lantaran besaran belanja pegawai dengan sistem TKD hanya 24% dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

“Intinya tidak salah apa yang dilakukan Pemprov DKI, tinggal nomenklaturnya saja yang disesuaikan dengan UU ASN. Penamaannya saja yang berbeda dari UU ASN,” kata Yuddy di Balai Kota kemarin. Selain itu, dengan sistem ini Pemprov DKI memiliki kesempatan untuk mencetak PNS berprestasi lantaran TKD itu hanya didapatkan mereka yang memiliki kinerja bagus.

Dia mengimbau agar daerah lain dapat mengikuti kebijakan yang diambil Pemprov DKI Jakarta, namun tetap disesuaikan dengan pendapatan asli daerah (PAD) masing-masing. “Bisa saja menjadi contoh daerah lain dalam pemberian TKD-nya,” ujarnya. Diketahui, gaji PNS DKI Jakarta naik cukup signifikan. Nantinya PNS DKI Jakarta akan mendapatkan kenaikan gaji antara Rp5-40 juta.

Dengan kenaikan tersebut, honorarium yang menghabiskan 30-40% dari total APBD ditiadakan. Berdasarkan data BKD, besaran take home pay pejabat struktural seperti lurah yakni Rp33.730.000, naik Rp20 juta dari tahun lalu yang hanya Rp13 juta. Kemudian camat Rp44 juta, naik sekitar Rp20 juta dari tahun lalu dan wali kota mendapat gaji Rp75,6 juta. Untuk kepala dinas Rp75,6 juta, kepala badan Rp78,7 juta, dan kepala biro Rp70,4 juta.

Gaji kepala biro, kepala dinas, dan kepala badan ini naik Rp30-40 juta dari tahun lalu. Sementara itu, gaji pejabat eselon I setingkat sekretaris daerah dan deputi gubernur maksimal Rp96 juta atau meningkat Rp5 juta dari tahun sebelumnya. Jabatan operasional Rp13,6 juta meningkat sekitar Rp8 juta. Jabatan administrasi Rp17,8 juta meningkat Rp10 juta, dan jabatan teknis Rp22,6 juta atau meningkat Rp15 juta dari tahun lalu.

Ahok menjelaskan, kenaikan pendapatan PNS DKI itu merupakan permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menginginkan Jakarta menjadi model reformasi birokrasi di tingkat daerah. “Reformasi birokrasi selalu gagal, reformasi TNI bagus, reformasi bidang politik bagus,” tandasnya.

Mantan bupati Belitung Timur itu menuturkan, reformasi birokrasi yang diterapkan di Jakarta dimulai dengan menaikkan pendapatan PNS yang harus dibarengi dengan kinerja mereka. Para PNS yang bekerja maksimal akan memperoleh pendapatan maksimal dari TKD. “TKD diambil dari pemangkasan dana honorarium yang besarannya mencapai hampir 40% dari APBD,” jelasnya. Menurutnya, selama ini para staf yang bekerja matimatian baru merasakan pendapatan besar apabila atasannya pensiun.

Dengan sistem sekarang ini, para staf dan atasan memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendapatan besar apabila kerja mereka rajin. “Kalau sekarang fungsional yang kerja baik gajinya juga baik. Ini fungsional bisa Rp9-13 juta. Nanti bisa ketahuan pegawai perangkat daerah mana yang kelebihan bisa kita kurangi. Pegawai yang mendapatkan TKDsedikitakandistafkan. Nah, ini reformasi birokrasi yang mau kita jalankan,” tegasnya.

Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta Agus Suradika mengatakan, pendapatan PNS DKI dibagi dalam lima komponen, yakni gaji pokok, tunjangan jabatan, tunjangan statis yang diambil dari kehadiran, tunjangan kinerja dinamis (TKD), dan biaya transportasi. TKD dibagi menjadi dua macam yakni statis dan dinamis. TKD statis dinilai berdasarkan tingkat kehadiran pegawai.

Jika pegawai terlambat datang, cepat pulang, alpa, izin, dan sakit maka TKD statis dipotong. Besaran potongannya untuk alpa 5%, izin 3%, sakit 2,5%, serta datang terlambat dan cepat pulang 3%. Sementara TKD dinamis dihitung berdasarkan pekerjaan pegawai. TKD ini dihitung dari berapa persen pegawai itu mampu menyelesaikan pekerjaannya.

“Untuk mencapai TKD statis dan TKD dinamis, pegawai harus bekerja satu setengah kali lebih keras dari pekerjaan sebelumnya,” jelasnya. Agus mencontohkan, bila bekerja dengan baik lurah akan memperoleh pendapatan Rp33,73 juta. Namun untuk mencapai itu cukup sulit lantaran pengawasan sangat ketat.

“Pengawasannya secara 360 derajat. Mereka meng-input pekerjaannya sehari-hari sejak pukul 15.00-20.00 WIB. Nantinya akan dikroscek oleh atasannya, temannya, bawahannya dan sistem itu sendiri terpantau langsung oleh Inspektorat yang memiliki mata di mana-mana,” jelasnya.

Bima setiyadi
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3426 seconds (0.1#10.140)