Dana Desa Diprioritaskan untuk BUMDes
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi mendorong agar pemanfaatan dana desa digunakan untuk pembentukan badan usaha milik desa (BUMDes) atau tambahan modal kerja.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Ja’far menilai sasaran itu lebih tepat dan berdaya guna ketimbang pemanfaatannya hanya menekankan pada pembangunan infrastruktur. Dia menilai dana desa sekitar Rp200 juta-300 juta kurang mencukupi jika dipaksakan untuk pembangunan jalan, jembatan, irigasi, dan sebagainya.
“Rp200 juta bangun jalan tidak seberapa. Paling dapat 6-7 km. Dana PPIP (Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan) itu hanya Rp250 juta. Irigasi butuh Rp300 juta. Tidak cukup. Daripada ke sana juga tidak, mending buat BUMDes,” ungkap Marwan di Jakarta kemarin. Dengan keterbatasan anggaran ini, dia mendorong perlunya pembentukan BUMDes.
Adapun bagi desa yang telah memiliki BUMDes, pihaknya menyarankan agar dana desa digunakan untuk tambahan modal kerja. Selain desa tertinggal yang jumlahnya 33.000, saat ini terdapat 40.000 desa yang perlu didorong untuk membuat dan mengembangkan BUMDes. Dia menargetkan pada 2015 ini bisa dibentuk setidaknya 40.000 BUMDes di seluruh Indonesia.
Politikus PKB asal Kabupaten Pati itu mengungkapkan, anggaran desa dalam APBN-P mencapai Rp20 triliun. Jika dialokasikan ke 74.000 desa, setiap desa mendapatkan dana kurang lebih Rp200 juta- 300 juta. Menurut dia, dalam hal pembenahan infrastruktur desa, pemerintah daerah (pemda) perlu terlibat. “Tanpa itu semua tidak bisa. Perlu pergerakan ekonomi dan infrastruktur,” ujarnya.
Mantan anggota DPR itu mengatakan, pembentukan BUMDes memang harus ada inisiatif dan musyawarah desa. Untuk menyukseskan rencana ini, dia akan melakukan pendekatan- pendekatan agar desa bersedia membuat BUMDes. “Kita bisa bicara baik-baik dengan kepala desa. Mereka ratarata sepakat. Ini kita akan dorong terus. Kita fasilitasi. Kita bantu,” ujarnya.
Tanpa BUMDes, dia menilai tidak ada lagi yang bisa digerakkan dalam roda perekonomian desa. Apalagi koperasi unit desa (KUD) juga tidak berjalan maksimal. “KUD sekarang ini dikuasai individu. Itulah yang bisa menggerakkan ekonomi perdesaan,” kata dia. Untuk pemberdayaan masyarakat desa, Kementerian Desa (Kemendes) juga menggandeng Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Marwan mengatakan, pihaknya telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan PBNU karena melihat banyaknya warga nahdliyin yang tinggal di desa dan berpenghasilan rendah. Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj mengatakan, diperkirakan jumlah warga nahdliyin di Tanah Air mencapai 80 juta orang dan mayoritas masih berada di kelas ekonomi terbawah.
Dia menekankan, pentingnya pemerintah meningkatkan perekonomian dari sektor riil daripada menjaga perekonomian dari lantai bursa. “Kembangkan usaha kecil menengah. Perbanyak jumlah wirausaha karena negara bisa maju jika jumlah wirausahanya 2% dari total penduduk,” terangnya.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menilai kurang tepat jika BUMDes dijadikan prioritas dalam pembangunan desa. Menurut dia, ada hal yang lebih penting untuk dibangun dibandingkan dengan membuat BUMDes. “Satu dua tahun pertama itu akan lebih baik anggaran untuk kebutuhan dasar masyarakat desa,” ujarnya.
Menurut Endi, permasalahan utama yang saat ini dihadapi desa salah satunya justru infrastruktur, misalnya kesulitan akses jalan, air bersih, dan lainnya. “Seperti akses ke jalan sentra produksi. Tidak perlu jalan besar yang penting hasil produksi dapat secara cepat didistribusikan,” kata dia.
Selain infrastruktur dasar juga dapat digunakan layanan dasar kesehatan dan pendidikan di tingkat desa. Pasalnya ada kurang lebih 6.000 kecamatan yang belum memiliki pusat kesehatan. “Ini kebutuhan dasar dan penting. Apalagi banyak sekolah yang rusak,” paparnya.
Di sisi lain perlu penguatan kapasitas tata kelola desa. Hal inilah yang kemudian perlu diperhatikan. Apalagi desa saat ini sudah memiliki Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDEs). Jika di dalam keduanya tidak ada BUMDes, tidak bisa dipaksakan untuk membuatnya.
Dita angga/Neneng zubaidah
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Ja’far menilai sasaran itu lebih tepat dan berdaya guna ketimbang pemanfaatannya hanya menekankan pada pembangunan infrastruktur. Dia menilai dana desa sekitar Rp200 juta-300 juta kurang mencukupi jika dipaksakan untuk pembangunan jalan, jembatan, irigasi, dan sebagainya.
“Rp200 juta bangun jalan tidak seberapa. Paling dapat 6-7 km. Dana PPIP (Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan) itu hanya Rp250 juta. Irigasi butuh Rp300 juta. Tidak cukup. Daripada ke sana juga tidak, mending buat BUMDes,” ungkap Marwan di Jakarta kemarin. Dengan keterbatasan anggaran ini, dia mendorong perlunya pembentukan BUMDes.
Adapun bagi desa yang telah memiliki BUMDes, pihaknya menyarankan agar dana desa digunakan untuk tambahan modal kerja. Selain desa tertinggal yang jumlahnya 33.000, saat ini terdapat 40.000 desa yang perlu didorong untuk membuat dan mengembangkan BUMDes. Dia menargetkan pada 2015 ini bisa dibentuk setidaknya 40.000 BUMDes di seluruh Indonesia.
Politikus PKB asal Kabupaten Pati itu mengungkapkan, anggaran desa dalam APBN-P mencapai Rp20 triliun. Jika dialokasikan ke 74.000 desa, setiap desa mendapatkan dana kurang lebih Rp200 juta- 300 juta. Menurut dia, dalam hal pembenahan infrastruktur desa, pemerintah daerah (pemda) perlu terlibat. “Tanpa itu semua tidak bisa. Perlu pergerakan ekonomi dan infrastruktur,” ujarnya.
Mantan anggota DPR itu mengatakan, pembentukan BUMDes memang harus ada inisiatif dan musyawarah desa. Untuk menyukseskan rencana ini, dia akan melakukan pendekatan- pendekatan agar desa bersedia membuat BUMDes. “Kita bisa bicara baik-baik dengan kepala desa. Mereka ratarata sepakat. Ini kita akan dorong terus. Kita fasilitasi. Kita bantu,” ujarnya.
Tanpa BUMDes, dia menilai tidak ada lagi yang bisa digerakkan dalam roda perekonomian desa. Apalagi koperasi unit desa (KUD) juga tidak berjalan maksimal. “KUD sekarang ini dikuasai individu. Itulah yang bisa menggerakkan ekonomi perdesaan,” kata dia. Untuk pemberdayaan masyarakat desa, Kementerian Desa (Kemendes) juga menggandeng Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Marwan mengatakan, pihaknya telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan PBNU karena melihat banyaknya warga nahdliyin yang tinggal di desa dan berpenghasilan rendah. Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj mengatakan, diperkirakan jumlah warga nahdliyin di Tanah Air mencapai 80 juta orang dan mayoritas masih berada di kelas ekonomi terbawah.
Dia menekankan, pentingnya pemerintah meningkatkan perekonomian dari sektor riil daripada menjaga perekonomian dari lantai bursa. “Kembangkan usaha kecil menengah. Perbanyak jumlah wirausaha karena negara bisa maju jika jumlah wirausahanya 2% dari total penduduk,” terangnya.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menilai kurang tepat jika BUMDes dijadikan prioritas dalam pembangunan desa. Menurut dia, ada hal yang lebih penting untuk dibangun dibandingkan dengan membuat BUMDes. “Satu dua tahun pertama itu akan lebih baik anggaran untuk kebutuhan dasar masyarakat desa,” ujarnya.
Menurut Endi, permasalahan utama yang saat ini dihadapi desa salah satunya justru infrastruktur, misalnya kesulitan akses jalan, air bersih, dan lainnya. “Seperti akses ke jalan sentra produksi. Tidak perlu jalan besar yang penting hasil produksi dapat secara cepat didistribusikan,” kata dia.
Selain infrastruktur dasar juga dapat digunakan layanan dasar kesehatan dan pendidikan di tingkat desa. Pasalnya ada kurang lebih 6.000 kecamatan yang belum memiliki pusat kesehatan. “Ini kebutuhan dasar dan penting. Apalagi banyak sekolah yang rusak,” paparnya.
Di sisi lain perlu penguatan kapasitas tata kelola desa. Hal inilah yang kemudian perlu diperhatikan. Apalagi desa saat ini sudah memiliki Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDEs). Jika di dalam keduanya tidak ada BUMDes, tidak bisa dipaksakan untuk membuatnya.
Dita angga/Neneng zubaidah
(bbg)