Menagih Janji-Janji Masa Kampanye

Senin, 02 Februari 2015 - 10:32 WIB
Menagih Janji-Janji Masa Kampanye
Menagih Janji-Janji Masa Kampanye
A A A
HARAPAN besar diletakkan di pundak Presiden Jokowi. Baru tiga bulan lebih kerja pemerintahannya, Jokowi belum mampu memenuhi janji-janji kampanye dan harapan rakyat Indonesia.

Alih-alih membawa Indonesia pada kemajuan, mantan wali Kota Solo itu justru tersandera oleh konflik internal dan berbagai kepentingan partai politik dan partai koalisi yang mengusungnya. Wajar jika banyak yang menilai Kabinet Kerja Jokowi masih jalan di tempat karena belum ada kemajuan signifikan.

Bahkan tidak sedikit yang pesimistis dan meramalkan masa depan kepemimpinan Jokowi tidak akan berlangsung lama. ”Ada yang berhasil, tapi masih banyak yang belum berhasil. Harapannya terlalu besar, Pak Jokowi dianggap bisa mengubah segalanya. Berangkat dari kepribadian beliau yang jujur dan bersih berakhlak, ternyata belum tentu bisa (mengubah). Yang berhasil saya senang gebrakan Menteri Susi, saya setuju itu. Yang tidak berhasilnya ya ini (KPK dan Polri) berkepanjangan belum cepat selesai,” ungkap Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj.

Pemimpin ormas keagamaan terbesar di Indonesia ini menilai wajar jika rakyat beranggapan seperti itu terhadap Jokowi. Dulu rakyat mempercayakan kepada beliau sebagai seorang pemimpin yang jujur, bersih, merakyat, dan apa adanya. ”Memang iya. Nah , sekarang diuji kemampuannya, mampu tidak ada persoalan Polri dan KPK. Saya doakan mudah-mudahan mampu,” ujarnya.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon menilai, 100 hari pemerintahan Jokowi memang ada kebijakan yang bagus dan perlu diapresiasi dan ada juga yang masih kurang dan perlu diperbaiki. ”Yang cukup dipuji dan apresiasi adalah langkah terhadap kasus narkoba, eksekusi gembong narkoba. Langkah yang patut diapresiasi dan langkah untuk proteksi kedaulatan laut,” tuturnya.

Namun, beberapa kebijakan ekonomi terkait kenaikan harga BBM, elpiji, listrik, dan lain-lain yang menyulitkan dan memberatkan kehidupan rakyat perlu dikoreksi. Termasuk dalam perpanjangan memorandum of understanding (MoU) Freeport yang berpotensi menyalahi UU Minerba.

Dalam bidang politik, kata Fadli, manajemen politik pemerintah kurang. Menurut dia, masih ada intervensi terhadap pemerintahan Jokowi. Namun, Fadli menilai itu sebagai realitas dalam politik bahwa seseorang yang didukung parpol pasti akan ada intervensi. Padahal, Presiden harus mengutamakan kepentingan rakyat dan bangsa, bukan kepentingan partai politik termasuk yang mendukungnya.

Sekretaris Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo menilai, 100 hari pertama kepemimpinan Jokowi ditandai dengan rendahnya efektivitas pemerintahan. Untuk bisa efektif memerintah, Jokowi harus bergulat melawan ragam kepentingan dari kekuatan-kekuatan politik yang mendukungnya. Sayangnya, Jokowi belum memenangi pergulatan itu. Akibat itu, negara kembali dibayang- bayangi ketidakpastian. Ditandai dengan memanasnya rivalitas Polri versus KPK dan sebagainya.

”Persoalan pun berkembang menjadi makin rumit dan bertele-telenya penyelesaian friksi Polri vs KPK menjadi indikator utama rendahnya efektivitas kepemimpinan Jokowi. Hanya dalam 100 hari sejak dilantik, sinar pemerintahan ini telah redup,” kata Bambang.

Sucipto
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4474 seconds (0.1#10.140)