Lima Pesan dari Pertemuan Jokowi-Prabowo
A
A
A
JAKARTA - Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Muradi ada pesan yang ingin disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait dengan pertemuannya dengan mantan rivalnya di Pilpres 2014 Prabowo Subianto. Ada lima pesan yang dia tangkap terkait pertemuan itu.
Pertama, pesan untuk partai politik pendukungnya yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Jokowi menginginkan agar Koalisi Indonesia Hebat (KIH) selaku koalisi partai pendukung harus solid menyokong dirinya.
"Selama ini Jokowi merasa bahwa dalam kasus penundaan pelantikan Budi Gunawan (BG) sebagai Kapolri justru partai yang all out menyokong hanya PDIP, partai lainnya cenderung wait and see," ujarnya ketika dihubungi Sindonews, Minggu (1/2/2015).
Padahal, katanya, masalah pemilihan Kapolri ini makin rumit dan butuh soliditas partai pendukung. Menurutnya, pertemuan dengan Prabowo membawa pesan mungkin akan terjadi reshuffle kabinet yang berasal dari partai-partai di KIH.
"Lalu digantikan dengan partai lain dari KMP (Koalisi Merah Putih) apabila tidak solid dalam menyokong pilihan Jokowi atas kisruh yang berkembang antara KPK versus Polri ini," jelasnya.
Kedua, pesan untuk elite politik nonpartai yang diangkat menjadi menteri dan atau pejabat setingkat menteri agar ikut juga memikirkan permasalahan tersebut. Dituturkannya, bukan isu apabila yang pontang panting melakukan lobi dan menjadi penghubung antara Jokowi dengan sejumlah pihak yang terkait dengan kekisruhan tersebut adalah Seskab Andi Widjajanto dan Sesneg Pratikno.
"Padahal seharusnya ada juga Luhut Panjaitan, Kepala Staf Kantor Kepresidenan yang seharusnya melakukan komunikasi politik, sebagaimana yang menjadi deskripsi kerjanya," jelasnya.
Ketiga, pesan kepada aliansi dan organisasi masyarakat sipil yang cenderung mendikte dan memaksakan kehendak agar presiden berpihak pada KPK dalam kekisruhan tersebut dan tidak melantik Budi Gunawan serta melanjutkan proses hukumnya.
"Pesan dari pertemuan tersebut tentu saja berimplikasi bahwa langkah memaksakan kehendak dan mendikte ini bisa saja kemudian menarik gerbong dukungan dari mantan Danjen Kopassus tersebut," katanya.
Yang mana, kata Muradi, akan membangun dilema bagi dukungan politik karena salah satu alasan kalangan masyarakat dan organisasi sipil adalah calon lainnya Prabowo. Artinya, Jokowi sudah menangkap pesan apa yang menjadi konsern dari koalisi masyarakat sipil tersebut dan membiarkan presiden memutuskan mana yang terbaik.
Selanjutnya yang keempat, pesan untuk KPK dan Polri. Menurutnya, pesan tersebut cenderung ingin menegaskan sebagai akibat dari situasi yang tidak kondusif, maka presiden ingin menyampaikan bahwa permasalahan tersebut akan berakhir pada transaksi di tingkat elite.
"Yang mana akan berimplikasi pada kerugian yang lebih besar bagi KPK maupun Polri, sehingga akan lebih baik untuk fokus pada penuntasan permasalahan tersebut dalam konteks penegakan hukum," pungkas Muradi.
Yang terakhir atau kelima, pesan untuk DPR yang mana konstelasi politik dapat saja berubah bergantung pada kepentingan dan kemungkinan dukungan yang saling menguntungkan. Langkah sejumlah fraksi yang mempermasalahkan langkah apapun yang diambil oleh presiden dan akan melakukan penjegalan pada program dan perencanaan yang dilakukan akan terbentur dilakukan.
Dia menambahkan, mengingat Jokowi juga telah mengantisipasi kemungkinan itu dengan melakukan pertemuan dengan Prabowo. Hal ini dipertegas oleh Prabowo bahwa selama untuk kepentingan publik maka KMP menjamin akan mendukung.
"Artinya pesan yang harus digarisbawahi bahwa perlu penekanan bahwa dukungan KIH harus tetap bulat pada presiden apapun pilihan Presiden Jokowi," pungkasnya.
Pertama, pesan untuk partai politik pendukungnya yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Jokowi menginginkan agar Koalisi Indonesia Hebat (KIH) selaku koalisi partai pendukung harus solid menyokong dirinya.
"Selama ini Jokowi merasa bahwa dalam kasus penundaan pelantikan Budi Gunawan (BG) sebagai Kapolri justru partai yang all out menyokong hanya PDIP, partai lainnya cenderung wait and see," ujarnya ketika dihubungi Sindonews, Minggu (1/2/2015).
Padahal, katanya, masalah pemilihan Kapolri ini makin rumit dan butuh soliditas partai pendukung. Menurutnya, pertemuan dengan Prabowo membawa pesan mungkin akan terjadi reshuffle kabinet yang berasal dari partai-partai di KIH.
"Lalu digantikan dengan partai lain dari KMP (Koalisi Merah Putih) apabila tidak solid dalam menyokong pilihan Jokowi atas kisruh yang berkembang antara KPK versus Polri ini," jelasnya.
Kedua, pesan untuk elite politik nonpartai yang diangkat menjadi menteri dan atau pejabat setingkat menteri agar ikut juga memikirkan permasalahan tersebut. Dituturkannya, bukan isu apabila yang pontang panting melakukan lobi dan menjadi penghubung antara Jokowi dengan sejumlah pihak yang terkait dengan kekisruhan tersebut adalah Seskab Andi Widjajanto dan Sesneg Pratikno.
"Padahal seharusnya ada juga Luhut Panjaitan, Kepala Staf Kantor Kepresidenan yang seharusnya melakukan komunikasi politik, sebagaimana yang menjadi deskripsi kerjanya," jelasnya.
Ketiga, pesan kepada aliansi dan organisasi masyarakat sipil yang cenderung mendikte dan memaksakan kehendak agar presiden berpihak pada KPK dalam kekisruhan tersebut dan tidak melantik Budi Gunawan serta melanjutkan proses hukumnya.
"Pesan dari pertemuan tersebut tentu saja berimplikasi bahwa langkah memaksakan kehendak dan mendikte ini bisa saja kemudian menarik gerbong dukungan dari mantan Danjen Kopassus tersebut," katanya.
Yang mana, kata Muradi, akan membangun dilema bagi dukungan politik karena salah satu alasan kalangan masyarakat dan organisasi sipil adalah calon lainnya Prabowo. Artinya, Jokowi sudah menangkap pesan apa yang menjadi konsern dari koalisi masyarakat sipil tersebut dan membiarkan presiden memutuskan mana yang terbaik.
Selanjutnya yang keempat, pesan untuk KPK dan Polri. Menurutnya, pesan tersebut cenderung ingin menegaskan sebagai akibat dari situasi yang tidak kondusif, maka presiden ingin menyampaikan bahwa permasalahan tersebut akan berakhir pada transaksi di tingkat elite.
"Yang mana akan berimplikasi pada kerugian yang lebih besar bagi KPK maupun Polri, sehingga akan lebih baik untuk fokus pada penuntasan permasalahan tersebut dalam konteks penegakan hukum," pungkas Muradi.
Yang terakhir atau kelima, pesan untuk DPR yang mana konstelasi politik dapat saja berubah bergantung pada kepentingan dan kemungkinan dukungan yang saling menguntungkan. Langkah sejumlah fraksi yang mempermasalahkan langkah apapun yang diambil oleh presiden dan akan melakukan penjegalan pada program dan perencanaan yang dilakukan akan terbentur dilakukan.
Dia menambahkan, mengingat Jokowi juga telah mengantisipasi kemungkinan itu dengan melakukan pertemuan dengan Prabowo. Hal ini dipertegas oleh Prabowo bahwa selama untuk kepentingan publik maka KMP menjamin akan mendukung.
"Artinya pesan yang harus digarisbawahi bahwa perlu penekanan bahwa dukungan KIH harus tetap bulat pada presiden apapun pilihan Presiden Jokowi," pungkasnya.
(kri)