Jabatan Tinggi Non-PNS Mulai Dibuka
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah kementerian mulai membuka kesempatan pegawai yang berasal dari nonpegawai negeri sipil (PNS) untuk menduduki jabatan tinggi. Salah satunya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Kementerian ESDM sudah mengajukan untuk posisi dirjen. Masih belum ada keputusannya. Ini sudah jalan. ESDM mengajukan pada Desember atau kalau tidak salah Januari awal,” ungkap Deputi Bidang Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) Setiawan Wangsaatmaja kepada KORAN SINDOkemarin.
Menurut Setiawan, perekrutan non-PNS untuk menduduki jabatan tinggi di kementerian sudah diatur dalam Pasal 109 Undang-Undang (UU) No 4 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Pasal tersebut menyatakan bahwa jabatan pimpinan tinggi utama dan madya tertentu dapat berasal dari kalangan non-PNS dengan persetujuan Presiden yang pengisiannya dilakukan secara terbuka dan kompetitif serta ditetapkan dalam keputusan presiden (keppres).
Meski demikian, menurut Setiawan, pengangkatan non- PNS untuk jabatan tinggi tidaklah mudah dilakukan. Selain harus melalui persetujuan Presiden, juga perlu dikaji lebih dalam apakah di kalangan PNS tidak ada kompetensi yang diinginkan. “Kita harus melihat dulu SDM yang ada dilingkungan PNS, memang sudah tidak ada atau bagaimana, tidak memungkinkan atau bagaimana. Baru setelah itu kita buka, tapi sekali lagi harus dengan persetujuan Presiden,” sebutnya.
Setiawan mengatakan, hingga kini memang belum ada peraturan pemerintah (PP) yang mengatur itu. Namun, perekrutan tetap bisa dilakukan sepanjang ada persetujuan dari Presiden. Memang sebaiknya langkah ini dilaksanakan ketika PP-nya sudah ada. Itu karena penjelasan secara teknis akan diatur dalam PP. “Kalau PP, kan nanti mereka jelas statusnya seperti apa. Dari non-PNS statusnya apa? Gajinya berapa? Tapi non-PNS tetap diangkat bisa melalui keppres.
Dalam keppres itu juga akan disebut bahwa gajinya setara eselon berapa. Idealnya memang menunggu PP karena nanti akan lebih lengkap. Gaji, fasilitasnya, ada di sana,” paparnya. Mengenai pemetaan PNS sebagai salah satu syarat perekrutan pihak luar, Setiawan mengatakan, sebenarnya itu bergantung pada institusi masingmasing. Namun, secara umum ada beberapa posisi yang mungkin sama sekali tidak bisa diisi oleh kalangan non-PNS alias di luar PNS.
“Skala besar misalnya di jabatan intelijen itu harus PNS, sandi negara juga PNS. Ada posisi yang bisa membahayakan dokumen negara jika diisi non- PNS. Ini harus PNS yang sudah sekian lama yang bisa dipercaya,” ungkapnya. Pakar administrasi publik Universitas Padjajaran Ira Irawati menyayangkan ada aturan non- PNS dapat menduduki jabatan tinggi. Aturan ini tidak didahului dengan perbaikan basis data PNS.
“Saya cukup menyayangkan. Seolah-olah di kalangan internal PNS sama sekali tidak ada. Masa dari sekian juta PNS sama sekali tidak ada?” ucapnya. Dia mengatakan, kelemahan pemerintah saat ini adalah tidak terintegrasinya basis data PNS. Padahal, jika data PNS seluruh Indonesia terintegrasi, tentu akan mudah mencari kompetensi yang diinginkan untuk posisi jabatan tinggi.
“Belum dipetakan. Ini belum terintegrasi. Apakah kementerian atau SKPD (satuan kerja perangkat daerah) yang lain tidak ada. Masa tidak ada yang bisa di-switch? Saya kira banyak calonnya,” ungkapnya. Menurut dia, basis data PNS perlu diperbaiki dengan memetakan kompetensi di semua kementerian/lembaga, kabupaten/ kota, dan provinsi. Basis data tersebut, selain berisi tentang kompetensi PNS, juga berisi tentang perjalanan karier.
“Selama ini paling hanya di internal. Ini yang harusnya diperbaiki sebelum ada aturan itu,” katanya. Ini dinilai akan memberikan dampak buruk kepada PNS lain, akan ada demotivasi di kalangan PNS.
“Agak terganggu manajemen karier PNS. Sudah sekian lama jadi PNS malah orang luar yang menduduki itu. Mereka akan menjadi kurang bersemangat,” ungkapnya. Wakil Ketua Komisi II DPR Mustafa Kamal menilai, dalam melakukan rekrutmen non-PNS untuk jabatan tinggi harusbenarbenar menunjuk orang yang memiliki kompetensi mumpuni.
Selain itu juga perlu ukuran yang jelas dalam mengangkat pejabat tinggi dari kalangan non-PNS. “Kita akan awasi ini jangan sampai seseorang diangkat hanya karena dekat,” katanya. Menurut Mustafa, pengangkatan tersebut juga perlu dilakukan secara terbuka. Harus dilakukan oleh tim rekrutmen baik dari kalangan internal maupun eksternal.
“Jangan sampai dimanfaatkan oknum tidak bertanggung jawab. Ini berpeluang KKN lagi. Harus ada tim yang berintegritas untuk memverifikasi,” ucapnya.
Dita angga
“Kementerian ESDM sudah mengajukan untuk posisi dirjen. Masih belum ada keputusannya. Ini sudah jalan. ESDM mengajukan pada Desember atau kalau tidak salah Januari awal,” ungkap Deputi Bidang Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) Setiawan Wangsaatmaja kepada KORAN SINDOkemarin.
Menurut Setiawan, perekrutan non-PNS untuk menduduki jabatan tinggi di kementerian sudah diatur dalam Pasal 109 Undang-Undang (UU) No 4 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Pasal tersebut menyatakan bahwa jabatan pimpinan tinggi utama dan madya tertentu dapat berasal dari kalangan non-PNS dengan persetujuan Presiden yang pengisiannya dilakukan secara terbuka dan kompetitif serta ditetapkan dalam keputusan presiden (keppres).
Meski demikian, menurut Setiawan, pengangkatan non- PNS untuk jabatan tinggi tidaklah mudah dilakukan. Selain harus melalui persetujuan Presiden, juga perlu dikaji lebih dalam apakah di kalangan PNS tidak ada kompetensi yang diinginkan. “Kita harus melihat dulu SDM yang ada dilingkungan PNS, memang sudah tidak ada atau bagaimana, tidak memungkinkan atau bagaimana. Baru setelah itu kita buka, tapi sekali lagi harus dengan persetujuan Presiden,” sebutnya.
Setiawan mengatakan, hingga kini memang belum ada peraturan pemerintah (PP) yang mengatur itu. Namun, perekrutan tetap bisa dilakukan sepanjang ada persetujuan dari Presiden. Memang sebaiknya langkah ini dilaksanakan ketika PP-nya sudah ada. Itu karena penjelasan secara teknis akan diatur dalam PP. “Kalau PP, kan nanti mereka jelas statusnya seperti apa. Dari non-PNS statusnya apa? Gajinya berapa? Tapi non-PNS tetap diangkat bisa melalui keppres.
Dalam keppres itu juga akan disebut bahwa gajinya setara eselon berapa. Idealnya memang menunggu PP karena nanti akan lebih lengkap. Gaji, fasilitasnya, ada di sana,” paparnya. Mengenai pemetaan PNS sebagai salah satu syarat perekrutan pihak luar, Setiawan mengatakan, sebenarnya itu bergantung pada institusi masingmasing. Namun, secara umum ada beberapa posisi yang mungkin sama sekali tidak bisa diisi oleh kalangan non-PNS alias di luar PNS.
“Skala besar misalnya di jabatan intelijen itu harus PNS, sandi negara juga PNS. Ada posisi yang bisa membahayakan dokumen negara jika diisi non- PNS. Ini harus PNS yang sudah sekian lama yang bisa dipercaya,” ungkapnya. Pakar administrasi publik Universitas Padjajaran Ira Irawati menyayangkan ada aturan non- PNS dapat menduduki jabatan tinggi. Aturan ini tidak didahului dengan perbaikan basis data PNS.
“Saya cukup menyayangkan. Seolah-olah di kalangan internal PNS sama sekali tidak ada. Masa dari sekian juta PNS sama sekali tidak ada?” ucapnya. Dia mengatakan, kelemahan pemerintah saat ini adalah tidak terintegrasinya basis data PNS. Padahal, jika data PNS seluruh Indonesia terintegrasi, tentu akan mudah mencari kompetensi yang diinginkan untuk posisi jabatan tinggi.
“Belum dipetakan. Ini belum terintegrasi. Apakah kementerian atau SKPD (satuan kerja perangkat daerah) yang lain tidak ada. Masa tidak ada yang bisa di-switch? Saya kira banyak calonnya,” ungkapnya. Menurut dia, basis data PNS perlu diperbaiki dengan memetakan kompetensi di semua kementerian/lembaga, kabupaten/ kota, dan provinsi. Basis data tersebut, selain berisi tentang kompetensi PNS, juga berisi tentang perjalanan karier.
“Selama ini paling hanya di internal. Ini yang harusnya diperbaiki sebelum ada aturan itu,” katanya. Ini dinilai akan memberikan dampak buruk kepada PNS lain, akan ada demotivasi di kalangan PNS.
“Agak terganggu manajemen karier PNS. Sudah sekian lama jadi PNS malah orang luar yang menduduki itu. Mereka akan menjadi kurang bersemangat,” ungkapnya. Wakil Ketua Komisi II DPR Mustafa Kamal menilai, dalam melakukan rekrutmen non-PNS untuk jabatan tinggi harusbenarbenar menunjuk orang yang memiliki kompetensi mumpuni.
Selain itu juga perlu ukuran yang jelas dalam mengangkat pejabat tinggi dari kalangan non-PNS. “Kita akan awasi ini jangan sampai seseorang diangkat hanya karena dekat,” katanya. Menurut Mustafa, pengangkatan tersebut juga perlu dilakukan secara terbuka. Harus dilakukan oleh tim rekrutmen baik dari kalangan internal maupun eksternal.
“Jangan sampai dimanfaatkan oknum tidak bertanggung jawab. Ini berpeluang KKN lagi. Harus ada tim yang berintegritas untuk memverifikasi,” ucapnya.
Dita angga
(ars)