BUMN sebagai Mesin Pertumbuhan Ekonomi
A
A
A
SALAH satu peran pemerintah dalam ekonomi nasional adalah mendirikan BUMN yang ditujukan menjadi agent of development, serta mengambil posisi untuk mencari keuntungan bagi negara. BUMN merupakan milik negara yang pembentukannya ditetapkan dengan UU, termasuk proses Penyertaan Modal Negara (PMN) karena menggunakan uang rakyat. BUMN juga termasuk organisasi hibrida karena diperbolehkan untuk mengelola dua jenis dana yang terdiri atas dana publik dari keuangan negara tersebut dan swasta.
Dengan ciri dan bentuk seperti itu, BUMN harus memijakkan kaki pada dua sisi yang bisa dikatakan kontradiktif. Di satu sisi, BUMN harus menjalankan bisnis dengan mengikuti tata kelola yang baik (governance). Di sisi lain, BUMN juga harus dapat berperan sebagai organisasi publik yang memberikan pelayanan pada publik.
Saat ini, boleh dikatakan bahwa BUMN tengah menunjukkan era kebangkitannya setelah serangkaian program penyehatan dan pemulihan perusahaan dilakukan pasca krisis ekonomi Indonesia 1998. Ada tiga indikator kebangkitan BUMN saat ini yaitu; Pertama, dukungan dan keterlibatan BUMN dalam sejumlah proyek strategis nasional. Kedua, semakin meningkatnya jumlah BUMN yang melakukan ekspansi operasi di kawasan. Ketiga, semakin banyaknya BUMN nasional yang mendapatkan pengakuan kinerja ditingkat internasional. Tiga indikator itu masih belumlah cukup, masih sering terdengar pertanyaan tentang bagaimana format terbaik untuk BUMN kita.
Konsensus Peran BUMN
Indonesia pada tahun 2014 berhasil mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara konsisten di tengah ketidakpastian perekonomian dunia. BUMN memiliki sumbangan yang tidak kecil untuk menopang perekonomian kita. Pelaksanaan peran BUMN tersebut diwujudkan dalam kegiatan usaha hampir di seluruh sektor perekonomian, seperti sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, manufaktur, pertambangan. Selanjutnya, keuangan, pos dan telekomunikasi, transportasi, listrik, industri, dan perdagangan serta konstruksi.
Memang, belum semua sektor berhasil dengan baik karena ada berbagai hambatan di dalamnya, namun BUMN sudah menunjukkan perkembangan positif dari waktu ke waktu. Menurut catatan Kementerian BUMN, total aset 141 BUMN pada 2013 mencapai sekitar Rp3.500 triliun, dengan pendapatan berkisar Rp200 triliun, dan laba sekitar Rp150,7 triliun, sedangkan setoran dalam bentuk dividen ditargetkan berkisar Rp40 triliun.
Meski begitu, dengan 141 perusahaan BUMN yang kita miliki tersebut, sebanyak 18 di antaranya sudah perusahaan terbuka meski laba yang terhimpun tergolong belum optimal. Bahkan, bisa dikatakan kalah dibanding laba yang dihasilkan satu perusahaan BUMN di Malaysia. Dengan kondisi subsidi besar tetapi kontribusi masih kecil, perlu didefinisikan ulang peran negara dalam BUMN.
Banyaknya peran yang harus dijalankan BUMN secara bersamaan mencerminkan negara tidak memiliki kejelasan untuk berperan seperti apa dalam mengoptimalkan pelayanan masyarakat. Problem utama yang dihadapi BUMN saat ini terletak pada masalah tata kelola (governance) dan profesionalitas. Kinerja BUMN dituntut profesional sama halnya dengan swasta.
Sebagai pelaku ekonomi, pada dasarnya BUMN tidak berbeda dengan swasta. Hanya kepemilikannya yang sebagian besar oleh negara. Namun, prinsip kehati-hatian harus selalu diutamakan dalam profesionalitas tersebut karena banyak kondisi yang memengaruhi kinerja BUMN yang membedakannya dengan swasta. Karena itu, BUMN harus tunduk pada peraturan perundangan.
Sementara dari segi kelembagaan, BUMN memiliki lebih banyak potensi intervensi dari pemangku kepentingan dibandingkan swasta, mulai dari Presiden, DPR, menteri teknis, sampai tingkat direksi. Inilah yang melahirkan tuntutan kesamaan perlakuan antara BUMN dan swasta agar dapat tumbuh lebih baik dan berdaya saing.
Peran BUMN harus diperkuat dalam kegiatan usaha perintisan, terutama pada kegiatan-kegiatan yang memiliki prospek ekonomi tinggi. Sebut saja beberapa kegiatan itu, antara lain PT Batan Teknologi yang melakukan inovasi pengayaan uranium sistem rendah untuk keperluan medis, PT LEN dan PT PLN yang merancang pabrik fotovoltaik untuk ketahanan energi, atau PT Hutama Karya yang siap menjadi pionir pembangunan jalan tol di Sumatera.
Agar peran BUMN dalam melayani masyarakat lebih optimal, pemikiran penggabungan perusahaan yang sejenis patut dipertimbangkan agar memiliki kekuatan yang lebih besar untuk bersaing. Penggabungan bisa menjadi suatu kekuatan sumber daya sehingga perusahaan tidak saling bersaing satu sama lain.
Transparansi dan efisiensi menjadi kata kunci perbaikan BUMN. BUMN harus didorong untuk lebih efisien dan punya misi yang jelas, terutama pada sektor-sektor yang memiliki eksternalitas tinggi. BUMN yang menguasai hajat hidup orang banyak harus diberi keleluasaan untuk mengembangkan diri. Tidak cukup hanya dengan memberi subsidi, pemerintah harus mengambil langkah tegas tanpa menimbulkan gejolak sosial, misalnya dalam pembebasan lahan.
Oleh karena itu, bukan hanya dukungan kebijakan yang diperlukan untuk mengembangkan BUMN, melainkan juga konsensus baru agar BUMN menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi. BUMN tidak bisa hanya menjadi alat untuk memberikan keuntungan kepada negara, tetapi juga keuntungan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Ali Masykur Musa
Ketua Umum Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU)
Dengan ciri dan bentuk seperti itu, BUMN harus memijakkan kaki pada dua sisi yang bisa dikatakan kontradiktif. Di satu sisi, BUMN harus menjalankan bisnis dengan mengikuti tata kelola yang baik (governance). Di sisi lain, BUMN juga harus dapat berperan sebagai organisasi publik yang memberikan pelayanan pada publik.
Saat ini, boleh dikatakan bahwa BUMN tengah menunjukkan era kebangkitannya setelah serangkaian program penyehatan dan pemulihan perusahaan dilakukan pasca krisis ekonomi Indonesia 1998. Ada tiga indikator kebangkitan BUMN saat ini yaitu; Pertama, dukungan dan keterlibatan BUMN dalam sejumlah proyek strategis nasional. Kedua, semakin meningkatnya jumlah BUMN yang melakukan ekspansi operasi di kawasan. Ketiga, semakin banyaknya BUMN nasional yang mendapatkan pengakuan kinerja ditingkat internasional. Tiga indikator itu masih belumlah cukup, masih sering terdengar pertanyaan tentang bagaimana format terbaik untuk BUMN kita.
Konsensus Peran BUMN
Indonesia pada tahun 2014 berhasil mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara konsisten di tengah ketidakpastian perekonomian dunia. BUMN memiliki sumbangan yang tidak kecil untuk menopang perekonomian kita. Pelaksanaan peran BUMN tersebut diwujudkan dalam kegiatan usaha hampir di seluruh sektor perekonomian, seperti sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, manufaktur, pertambangan. Selanjutnya, keuangan, pos dan telekomunikasi, transportasi, listrik, industri, dan perdagangan serta konstruksi.
Memang, belum semua sektor berhasil dengan baik karena ada berbagai hambatan di dalamnya, namun BUMN sudah menunjukkan perkembangan positif dari waktu ke waktu. Menurut catatan Kementerian BUMN, total aset 141 BUMN pada 2013 mencapai sekitar Rp3.500 triliun, dengan pendapatan berkisar Rp200 triliun, dan laba sekitar Rp150,7 triliun, sedangkan setoran dalam bentuk dividen ditargetkan berkisar Rp40 triliun.
Meski begitu, dengan 141 perusahaan BUMN yang kita miliki tersebut, sebanyak 18 di antaranya sudah perusahaan terbuka meski laba yang terhimpun tergolong belum optimal. Bahkan, bisa dikatakan kalah dibanding laba yang dihasilkan satu perusahaan BUMN di Malaysia. Dengan kondisi subsidi besar tetapi kontribusi masih kecil, perlu didefinisikan ulang peran negara dalam BUMN.
Banyaknya peran yang harus dijalankan BUMN secara bersamaan mencerminkan negara tidak memiliki kejelasan untuk berperan seperti apa dalam mengoptimalkan pelayanan masyarakat. Problem utama yang dihadapi BUMN saat ini terletak pada masalah tata kelola (governance) dan profesionalitas. Kinerja BUMN dituntut profesional sama halnya dengan swasta.
Sebagai pelaku ekonomi, pada dasarnya BUMN tidak berbeda dengan swasta. Hanya kepemilikannya yang sebagian besar oleh negara. Namun, prinsip kehati-hatian harus selalu diutamakan dalam profesionalitas tersebut karena banyak kondisi yang memengaruhi kinerja BUMN yang membedakannya dengan swasta. Karena itu, BUMN harus tunduk pada peraturan perundangan.
Sementara dari segi kelembagaan, BUMN memiliki lebih banyak potensi intervensi dari pemangku kepentingan dibandingkan swasta, mulai dari Presiden, DPR, menteri teknis, sampai tingkat direksi. Inilah yang melahirkan tuntutan kesamaan perlakuan antara BUMN dan swasta agar dapat tumbuh lebih baik dan berdaya saing.
Peran BUMN harus diperkuat dalam kegiatan usaha perintisan, terutama pada kegiatan-kegiatan yang memiliki prospek ekonomi tinggi. Sebut saja beberapa kegiatan itu, antara lain PT Batan Teknologi yang melakukan inovasi pengayaan uranium sistem rendah untuk keperluan medis, PT LEN dan PT PLN yang merancang pabrik fotovoltaik untuk ketahanan energi, atau PT Hutama Karya yang siap menjadi pionir pembangunan jalan tol di Sumatera.
Agar peran BUMN dalam melayani masyarakat lebih optimal, pemikiran penggabungan perusahaan yang sejenis patut dipertimbangkan agar memiliki kekuatan yang lebih besar untuk bersaing. Penggabungan bisa menjadi suatu kekuatan sumber daya sehingga perusahaan tidak saling bersaing satu sama lain.
Transparansi dan efisiensi menjadi kata kunci perbaikan BUMN. BUMN harus didorong untuk lebih efisien dan punya misi yang jelas, terutama pada sektor-sektor yang memiliki eksternalitas tinggi. BUMN yang menguasai hajat hidup orang banyak harus diberi keleluasaan untuk mengembangkan diri. Tidak cukup hanya dengan memberi subsidi, pemerintah harus mengambil langkah tegas tanpa menimbulkan gejolak sosial, misalnya dalam pembebasan lahan.
Oleh karena itu, bukan hanya dukungan kebijakan yang diperlukan untuk mengembangkan BUMN, melainkan juga konsensus baru agar BUMN menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi. BUMN tidak bisa hanya menjadi alat untuk memberikan keuntungan kepada negara, tetapi juga keuntungan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Ali Masykur Musa
Ketua Umum Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU)
(hyk)