DPD Dukung Bahasa Indonesia Jadi Bahasa ASEAN
A
A
A
JAKARTA - Ketua dewan perwakilan daerah (DPD) Irman Gusman mendukung bahasa Indonesia atau bahasa Melayu menjadi bahasa internasional dan bahasa resmi ASEAN, mengingat jumlah penuturnya mencapai 400 juta orang.
Irman mengatakan, gagasan menjadikan bahasa Indonesia atau bahasa Melayu sebagai bahasa resmi ASEAN sangatlah logis, mengingat kawasan ini memerlukan bahasa komunikasi yang berasal dari bahasa milik sendiri. Pada pertemuan Kerja Sama Parlemen ASEAN di Kamboja pada September 2011, delegasi parlemen Indonesia secara resmi sudah mengusulkan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi resmi di antara negara-negara ASEAN.
“Meskipun belum semua parlemen negara anggota ASEAN menyetujui usulan tersebut, dukungan tampaknya sudah cukup besar,” ungkap Irman saat menghadiri “Gerakan Sosial Meningkatkan Budaya Membaca dan Peluang Bahasa Indonesia-Melayu Serumpun Menjadi Bahasa Internasional Ke-5 di Dunia” di Jakarta kemarin.
Irman menerangkan, dengan jumlah penutur bahasa Melayu yang berjumlah 400 juta orang atau 60% dari sekitar 650 juta total penduduk kawasan Asia Tenggara, maka peluang menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi ASEAN sangat besar. Jumlah penutur ini hampir sama banyaknya dengan jumlah penutur bahasa Arab dan bahasa Rusia. Namun, lebih banyak dibandingkan jumlah penutur bahasa Prancis dan bahasa Jerman yang sudah menjadi bahasa internasional.
Urgensi memiliki bahasa pengantar sendiri di kawasan ini makin dirasakan keperluannya dengan terbentuknya dan diberlakukannya masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) mulai tahun ini. Tidak hanya di ASEAN, bahkan Australia dewasa ini telah menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua setelah bahasa Inggris.
Jutaan penduduk Australia sekarang sudah bisa menggunakan bahasa Indonesia sebagai percakapan sehari-hari. Penasihat Sosial Budaya Kerajaan Malaysia Tan Sri Seri Utama Rais Yatim menyatakan, sebagai negara serumpun memang harus satu pendapat untuk memperkuat bahasa. Pasalnya, masyarakat Melayu pun saat ini lebih tahu bahasa Barat daripada bahasanya sendiri.
Rais menyatakan, dengan adanyafakta400jutapenuturbahasa Indonesia atau Melayu, memang berpotensi menjadikan kedua bahasa itu sebagai bahasa internasional. “Kita boleh beda pendapat dari segi politik dan penentuan kebijakan lain, namun soal bahasa dan budaya, kita harus bersatu,” tandasnya.
Neneng zubaidah
Irman mengatakan, gagasan menjadikan bahasa Indonesia atau bahasa Melayu sebagai bahasa resmi ASEAN sangatlah logis, mengingat kawasan ini memerlukan bahasa komunikasi yang berasal dari bahasa milik sendiri. Pada pertemuan Kerja Sama Parlemen ASEAN di Kamboja pada September 2011, delegasi parlemen Indonesia secara resmi sudah mengusulkan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi resmi di antara negara-negara ASEAN.
“Meskipun belum semua parlemen negara anggota ASEAN menyetujui usulan tersebut, dukungan tampaknya sudah cukup besar,” ungkap Irman saat menghadiri “Gerakan Sosial Meningkatkan Budaya Membaca dan Peluang Bahasa Indonesia-Melayu Serumpun Menjadi Bahasa Internasional Ke-5 di Dunia” di Jakarta kemarin.
Irman menerangkan, dengan jumlah penutur bahasa Melayu yang berjumlah 400 juta orang atau 60% dari sekitar 650 juta total penduduk kawasan Asia Tenggara, maka peluang menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi ASEAN sangat besar. Jumlah penutur ini hampir sama banyaknya dengan jumlah penutur bahasa Arab dan bahasa Rusia. Namun, lebih banyak dibandingkan jumlah penutur bahasa Prancis dan bahasa Jerman yang sudah menjadi bahasa internasional.
Urgensi memiliki bahasa pengantar sendiri di kawasan ini makin dirasakan keperluannya dengan terbentuknya dan diberlakukannya masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) mulai tahun ini. Tidak hanya di ASEAN, bahkan Australia dewasa ini telah menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua setelah bahasa Inggris.
Jutaan penduduk Australia sekarang sudah bisa menggunakan bahasa Indonesia sebagai percakapan sehari-hari. Penasihat Sosial Budaya Kerajaan Malaysia Tan Sri Seri Utama Rais Yatim menyatakan, sebagai negara serumpun memang harus satu pendapat untuk memperkuat bahasa. Pasalnya, masyarakat Melayu pun saat ini lebih tahu bahasa Barat daripada bahasanya sendiri.
Rais menyatakan, dengan adanyafakta400jutapenuturbahasa Indonesia atau Melayu, memang berpotensi menjadikan kedua bahasa itu sebagai bahasa internasional. “Kita boleh beda pendapat dari segi politik dan penentuan kebijakan lain, namun soal bahasa dan budaya, kita harus bersatu,” tandasnya.
Neneng zubaidah
(ars)