Indonesia Minta Austria Lanjutkan Bantuan BLK
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Indonesia meminta pemerintah Austria agar tetap melanjutkan program bantuan untuk pengembangan balai latihan kerja (BLK) di seluruh Indonesia.
Dengan kelanjutan bantuan itu, bisa meningkatkan keterampilan dan kompetensi para pencari kerja. Hal itu diungkapkan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M Hanif Dhakiri saat menerima kunjungan kehormatan Duta Besar Austria HE Mr Andreas Karabaczek di Kantor Kemenaker, Jakarta, kemarin.
“Dalam pertemuan tadi, kita sepakat untuk meningkatkan hubungan kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Austria terutama di bidang ketenagakerjaan,” ungkap Hanif. Politikus PKB ini mengatakan, dirinya menyampaikan apresiasi kepada pemerintah Austria yang senantiasa melakukan kerja sama serta membantu pemerintah Indonesia dalam pengembangan infrastruktur, transportasi, pengelolaan sumber daya mineral, dan dalam konteks pengembangan SDM.
Pemerintah berharap kerja sama dengan Austria segera terlaksana melalui program bantuan peralatan dan pelatihan instruktur di BLK. Hanif mengungkapkan, sejak 1996 hingga 2004, Kemenaker juga telah bekerja sama dengan pemerintah Austria dalam membantu pengembangan BLK di Serang, Tangerang, Bekasi, Tanjung Pinang, dan Balikpapan.
“Kita dorong agar ada kerja sama kembali dalam pengembangan BLK (termasuk pengembangan instruktur) serta pengembangan kompetensi kerja melalui pengakuan standarisasi dan kompetensi,” ujarnya.
Bantuan yang dulu pernah dilakukan antara lain pembangunan fisik (gedung) BBLKI Serang, pengadaan peralatan pelatihan BBLKI Serang, dan asistensi teknis berupa pelatihan bagi instruktur BBLKI Serang. Tidak hanya itu, program bantuan juga meliputi pendampingan penyusunan program pelatihan teknisi selama tiga tahun dan implementasinya serta pendampingan pelatihan kejuruan las dan sertifikasi oleh Institute International of Welding (IIW).
Hanif menambahkan, program bantuan dibutuhkan untuk mengembangkan program pelatihan kerja di BLKBLK yang tersebar di seluruh Indonesia yang selama ini terkendala akibat terbatasnya anggaran. Berdasarkan data Kemenaker, saat ini terdapat 14 BLK UPTP milik Kemenaker dan 262 BLK UPTD milik pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/ kota di Indonesia.
“Yang harus diprioritaskan mendapat bantuan adalah BLK-BLK di daerah yang peralatannya sudah ketinggalan zaman dan teknologi yang digunakan juga tidak update sehingga kurang sesuai kebutuhan pasar kerja,” terangnya. Andreas Karabaczek menyampaikan apresiasi atas kerja samayangbaikdenganPemerintah Indonesia selama ini.
Terkait permintaan Indonesia agar membuka kembali kerja sama di bidang ketenagakerjaan dengan membantu pengembangan BLK, Andreas berjanji akan segera menindaklanjutinya. Anggota Komisi IX DPR Riski Sadig berpendapat masih banyak BLK milik daerah terbengkalai semenjak otonomi daerah diberlakukan. Hal ini terjadi karena daerah tidak mau membiayai perbaikan dan peningkatan mutu BLK, sementara menurut peraturan perundangan pemerintah pusat tidak boleh memberikan bantuan.
“Masih banyak persoalan BLK yang diambil alih pemda namun mereka tidak sanggup mengoperasikannya. Pemerintah daerah tidak punya uang, namun jika BLK mau diambil pusat pun mereka tidak mau,” ungkapnya.
Neneng zubaidah
Dengan kelanjutan bantuan itu, bisa meningkatkan keterampilan dan kompetensi para pencari kerja. Hal itu diungkapkan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M Hanif Dhakiri saat menerima kunjungan kehormatan Duta Besar Austria HE Mr Andreas Karabaczek di Kantor Kemenaker, Jakarta, kemarin.
“Dalam pertemuan tadi, kita sepakat untuk meningkatkan hubungan kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Austria terutama di bidang ketenagakerjaan,” ungkap Hanif. Politikus PKB ini mengatakan, dirinya menyampaikan apresiasi kepada pemerintah Austria yang senantiasa melakukan kerja sama serta membantu pemerintah Indonesia dalam pengembangan infrastruktur, transportasi, pengelolaan sumber daya mineral, dan dalam konteks pengembangan SDM.
Pemerintah berharap kerja sama dengan Austria segera terlaksana melalui program bantuan peralatan dan pelatihan instruktur di BLK. Hanif mengungkapkan, sejak 1996 hingga 2004, Kemenaker juga telah bekerja sama dengan pemerintah Austria dalam membantu pengembangan BLK di Serang, Tangerang, Bekasi, Tanjung Pinang, dan Balikpapan.
“Kita dorong agar ada kerja sama kembali dalam pengembangan BLK (termasuk pengembangan instruktur) serta pengembangan kompetensi kerja melalui pengakuan standarisasi dan kompetensi,” ujarnya.
Bantuan yang dulu pernah dilakukan antara lain pembangunan fisik (gedung) BBLKI Serang, pengadaan peralatan pelatihan BBLKI Serang, dan asistensi teknis berupa pelatihan bagi instruktur BBLKI Serang. Tidak hanya itu, program bantuan juga meliputi pendampingan penyusunan program pelatihan teknisi selama tiga tahun dan implementasinya serta pendampingan pelatihan kejuruan las dan sertifikasi oleh Institute International of Welding (IIW).
Hanif menambahkan, program bantuan dibutuhkan untuk mengembangkan program pelatihan kerja di BLKBLK yang tersebar di seluruh Indonesia yang selama ini terkendala akibat terbatasnya anggaran. Berdasarkan data Kemenaker, saat ini terdapat 14 BLK UPTP milik Kemenaker dan 262 BLK UPTD milik pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/ kota di Indonesia.
“Yang harus diprioritaskan mendapat bantuan adalah BLK-BLK di daerah yang peralatannya sudah ketinggalan zaman dan teknologi yang digunakan juga tidak update sehingga kurang sesuai kebutuhan pasar kerja,” terangnya. Andreas Karabaczek menyampaikan apresiasi atas kerja samayangbaikdenganPemerintah Indonesia selama ini.
Terkait permintaan Indonesia agar membuka kembali kerja sama di bidang ketenagakerjaan dengan membantu pengembangan BLK, Andreas berjanji akan segera menindaklanjutinya. Anggota Komisi IX DPR Riski Sadig berpendapat masih banyak BLK milik daerah terbengkalai semenjak otonomi daerah diberlakukan. Hal ini terjadi karena daerah tidak mau membiayai perbaikan dan peningkatan mutu BLK, sementara menurut peraturan perundangan pemerintah pusat tidak boleh memberikan bantuan.
“Masih banyak persoalan BLK yang diambil alih pemda namun mereka tidak sanggup mengoperasikannya. Pemerintah daerah tidak punya uang, namun jika BLK mau diambil pusat pun mereka tidak mau,” ungkapnya.
Neneng zubaidah
(bhr)