Pemerintah Libatkan BPK Audit Freeport
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah turun tangan mengaudit PT Freeport Indonesia. Audit yang akan dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menciptakan transparansi pada perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sukhyar menjelaskan, audit sebagai bentuk pengawasan pemerintah terhadap kegiatan bisnis tambang yang dilakukan Freeport di Indonesia.
Menurut dia, pengawasan merupakan sebuah kewajiban sehingga tidak perlu dituangkan dalam amendemen kontrak antara pemerintah dan Freeport. ”Pemerintah kan punya saham di Freeport. BPK bisa masuk untuk mengaudit. Audit lebih terkait keuangan, local content, transfer teknologi, dan lain-lain,” ungkap Sukhyar saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, kemarin. Selama ini, audit Freeport dilakukan auditor independen. Menurut Sukhyar, nantinya BPK tinggal melihat hasilnya.
Menteri ESDM Said Sudirman membenarkan pemerintah akan turun mengaudit Freeport. Namun, hal tersebut harus terlebih dulu dituangkan dalam amendemen kontrak yang akan dilakukan enam bulan ke depan. ”Spirit nota kesepakatan (memorandum of understanding /MoU) tahap dua ini kami ingin mendorong adanya transparansi, kontribusi yang lebih, sehingga yang begitu itu yang ingin kami dorong,” jelasnya.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya W Yudha mendukung langkah pemerintah mengaudit Freeport. Menurut Satya, negara punya mining right, yaitu hak untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi kekayaan alam berdasarkan Pasal 33 UUD 1945. Dia pun menegaskan bahwa kedaulatan negara lebih tinggi dibanding perusahaan. Negara dapat mengeluarkan izin sekaligus mencabut izin, termasuk melakukan audit.
”Negara mewakilkan kepada pemerintah, dalam hal ini Menteri ESDM. Menteri punya kewenangan yang mutlak terhadap pengelolaan sumber daya alam dan itu tidak pernah diserahkan pada perusahaan. Apalagi KK dan PKP2B diubah jadi izin, bukan lagi rezim kontrak,” ujarnya, di Gedung DPR Jakarta kemarin.
Direktur Eksekutif IRESS Marwan Batubara mendukung penuh BPK dilibatkan dalam mengaudit Freeport. Hal itu akan membuat pengawasan keuangan terhadap Freeport lebih mudah dan transparan. Menurut dia, selama ini audit hanya dilakukan oleh auditor independen yang dimotori Freeport sendiri.
”Hasilnya kita tidak tahu apakah terjadi mark up, manipulasi yang dilakukan oleh Freeport kepada pemerintah,” ungkapnya kepada KORAN SINDO di Jakarta kemarin. Dengan audit BPK, lanjut dia, kegiatan-kegiatansosial(corporate social responsibility /CSR) yang dilakukan Freeport akan lebih tepat sasaran dan anggarannya dapatdiketahuiolehpemerintahsebagai andil pemegang saham Freeport. ”Ini juga perlu diaudit, kemudian pemerintah tahu apakah kontribusi CSR di wilayah sekitar tambang selama ini dirasakan oleh masyarakat di Papua,” jelas Marwan.
Kontrak Belum Diputuskan
Sudirman mengklarifikasi kabar yang beredar di masyarakat bahwa tidak benar jika pemerintah telah memperpanjang kontrak operasi tambang Freeport di Papua. Ia menegaskan bahwa yang diperpanjang ialah ekspor Freeport dalam enam bulan ke depan, sembari menyelesaikan enam isu renegosiasi yang telah di bahas sejak 24 Juli 2014.
”Pemerintah belum memutuskan apa pun (terkait kontrak Freeport),” kata dia. Dia membenarkan kepastian perpanjangan ekspor Freeport akan berpengaruh besar terhadap kegiatan tambang di Papua. Pasalnya, Freeport berencana mengucurkan dana USD15 miliar ditambah USD2,3 miliar (untuk kegiatan penambangan bawah tanah).
”Aliran dana sebesar itu tidak mungkin tanpa kepastian seberapa lama mereka masih akan beroperasi di sini,” ungkap Sudirman. Mantan dirut PT Pindad itu lantas menandaskan bahwa pemerintah melanjutkan negosiasi dengan Freeport terkait kelanjutan enam isu negosiasi yang belum sepakat. Dalam negosiasi tahap dua, pemerintah berkeinginan kontribusi Freeport lebih maksimal untuk negara.
”Kami meminta bagian pemerintah ditambah untuk merealisasikan pembangunan di Papua,” ungkap dia. Tidak hanyabagi hasil, dalampembahasan negosiasi selanjutnya, pemerintah juga meminta Freeport meningkatkan keselamatan kerja dan local content. Sebagai informasi, MoU tahap II merupakan nota kesepahaman yang ditandatangani ESDM dengan Freeport pada 25 Januari kemarin melanjutkan MoU yang dilakukan pada 24 Juli 2014. MoU ini berisi kesepakatan untuk menyusun amendemen kontrak dalam waktu enam bulan ke depan.
MoU tahap I berlaku selama Juli 2014-Januari 2015 terkait kesepakatan penyusunan amendemen kontrak. Namun, hingga habis masa berlaku amendemen kontrak belum mencapai kesepakatan. Untuk mencapai kesepakatan tersebut, pemerintah tetap perlu memberikan kepastian perpanjangan ekspor konsentrat.
Sementara itu, Presiden Direktur Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin mengungkapkan rencana Freeport mengucurkan investasi sekitar USD15 miliar untuk pengembangan tambang bawah tanah, dengan proyeksi dari saat ini hingga 2041. Investasi tersebut akan ditambah investasi proyek smelter tembaga tambahan sekitar USD2,3 miliar.
”Ekspor konsentrat tembaga akan dilakukan dengan mengikuti ketentuan peraturan perundangundangan dan peraturan yang berlaku,”ujarnya.
Nanang wijayanto
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sukhyar menjelaskan, audit sebagai bentuk pengawasan pemerintah terhadap kegiatan bisnis tambang yang dilakukan Freeport di Indonesia.
Menurut dia, pengawasan merupakan sebuah kewajiban sehingga tidak perlu dituangkan dalam amendemen kontrak antara pemerintah dan Freeport. ”Pemerintah kan punya saham di Freeport. BPK bisa masuk untuk mengaudit. Audit lebih terkait keuangan, local content, transfer teknologi, dan lain-lain,” ungkap Sukhyar saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, kemarin. Selama ini, audit Freeport dilakukan auditor independen. Menurut Sukhyar, nantinya BPK tinggal melihat hasilnya.
Menteri ESDM Said Sudirman membenarkan pemerintah akan turun mengaudit Freeport. Namun, hal tersebut harus terlebih dulu dituangkan dalam amendemen kontrak yang akan dilakukan enam bulan ke depan. ”Spirit nota kesepakatan (memorandum of understanding /MoU) tahap dua ini kami ingin mendorong adanya transparansi, kontribusi yang lebih, sehingga yang begitu itu yang ingin kami dorong,” jelasnya.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya W Yudha mendukung langkah pemerintah mengaudit Freeport. Menurut Satya, negara punya mining right, yaitu hak untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi kekayaan alam berdasarkan Pasal 33 UUD 1945. Dia pun menegaskan bahwa kedaulatan negara lebih tinggi dibanding perusahaan. Negara dapat mengeluarkan izin sekaligus mencabut izin, termasuk melakukan audit.
”Negara mewakilkan kepada pemerintah, dalam hal ini Menteri ESDM. Menteri punya kewenangan yang mutlak terhadap pengelolaan sumber daya alam dan itu tidak pernah diserahkan pada perusahaan. Apalagi KK dan PKP2B diubah jadi izin, bukan lagi rezim kontrak,” ujarnya, di Gedung DPR Jakarta kemarin.
Direktur Eksekutif IRESS Marwan Batubara mendukung penuh BPK dilibatkan dalam mengaudit Freeport. Hal itu akan membuat pengawasan keuangan terhadap Freeport lebih mudah dan transparan. Menurut dia, selama ini audit hanya dilakukan oleh auditor independen yang dimotori Freeport sendiri.
”Hasilnya kita tidak tahu apakah terjadi mark up, manipulasi yang dilakukan oleh Freeport kepada pemerintah,” ungkapnya kepada KORAN SINDO di Jakarta kemarin. Dengan audit BPK, lanjut dia, kegiatan-kegiatansosial(corporate social responsibility /CSR) yang dilakukan Freeport akan lebih tepat sasaran dan anggarannya dapatdiketahuiolehpemerintahsebagai andil pemegang saham Freeport. ”Ini juga perlu diaudit, kemudian pemerintah tahu apakah kontribusi CSR di wilayah sekitar tambang selama ini dirasakan oleh masyarakat di Papua,” jelas Marwan.
Kontrak Belum Diputuskan
Sudirman mengklarifikasi kabar yang beredar di masyarakat bahwa tidak benar jika pemerintah telah memperpanjang kontrak operasi tambang Freeport di Papua. Ia menegaskan bahwa yang diperpanjang ialah ekspor Freeport dalam enam bulan ke depan, sembari menyelesaikan enam isu renegosiasi yang telah di bahas sejak 24 Juli 2014.
”Pemerintah belum memutuskan apa pun (terkait kontrak Freeport),” kata dia. Dia membenarkan kepastian perpanjangan ekspor Freeport akan berpengaruh besar terhadap kegiatan tambang di Papua. Pasalnya, Freeport berencana mengucurkan dana USD15 miliar ditambah USD2,3 miliar (untuk kegiatan penambangan bawah tanah).
”Aliran dana sebesar itu tidak mungkin tanpa kepastian seberapa lama mereka masih akan beroperasi di sini,” ungkap Sudirman. Mantan dirut PT Pindad itu lantas menandaskan bahwa pemerintah melanjutkan negosiasi dengan Freeport terkait kelanjutan enam isu negosiasi yang belum sepakat. Dalam negosiasi tahap dua, pemerintah berkeinginan kontribusi Freeport lebih maksimal untuk negara.
”Kami meminta bagian pemerintah ditambah untuk merealisasikan pembangunan di Papua,” ungkap dia. Tidak hanyabagi hasil, dalampembahasan negosiasi selanjutnya, pemerintah juga meminta Freeport meningkatkan keselamatan kerja dan local content. Sebagai informasi, MoU tahap II merupakan nota kesepahaman yang ditandatangani ESDM dengan Freeport pada 25 Januari kemarin melanjutkan MoU yang dilakukan pada 24 Juli 2014. MoU ini berisi kesepakatan untuk menyusun amendemen kontrak dalam waktu enam bulan ke depan.
MoU tahap I berlaku selama Juli 2014-Januari 2015 terkait kesepakatan penyusunan amendemen kontrak. Namun, hingga habis masa berlaku amendemen kontrak belum mencapai kesepakatan. Untuk mencapai kesepakatan tersebut, pemerintah tetap perlu memberikan kepastian perpanjangan ekspor konsentrat.
Sementara itu, Presiden Direktur Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin mengungkapkan rencana Freeport mengucurkan investasi sekitar USD15 miliar untuk pengembangan tambang bawah tanah, dengan proyeksi dari saat ini hingga 2041. Investasi tersebut akan ditambah investasi proyek smelter tembaga tambahan sekitar USD2,3 miliar.
”Ekspor konsentrat tembaga akan dilakukan dengan mengikuti ketentuan peraturan perundangundangan dan peraturan yang berlaku,”ujarnya.
Nanang wijayanto
(ars)