Penegakan Hukum Jangan Terabaikan

Minggu, 25 Januari 2015 - 12:47 WIB
Penegakan Hukum Jangan Terabaikan
Penegakan Hukum Jangan Terabaikan
A A A
JAKARTA - Perseteruan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri jangan sampai mengabaikan kinerja penegakan hukum. Begitu pun kepentingan masyarakat untuk mendapatkan keadilan.

Untuk itu, hubungan kedua lembaga penegakan hukum ini harus segera mencair. Harapan tersebut disampaikan pengamat hukum Universitas Indonesia (UI) Chudry Sitompul dan mantan komisioner KPK Bibit Samad Rianto. Dalam pandangan mereka, konflik yang terjadi saat ini justru melemahkan mereka sendiri.

”Dalam hukum ada ungkapan salus populli suprema lex yang berarti bahwa kepentingan atau kesejahteraan rakyat adalah hukum tertinggi,” ujar Chudry Sitompul saat menjadi pembicara diskusi Polemik Sindo Trijaya ”KPK vs Polri” di Warung Daun Cikini Jakarta kemarin.

Chudry pun meminta peran pihak-pihak terkait untuk segera meredakan suasana. Dia yakin akan ada jalan keluar dari peliknya masalahantaraKPKdanPolritersebut. Hanyadia berpesan agar Presiden jangan sampai turun tangan, terutama sampai mengeluarkan SP3 (Surat Penghentian Penyidikan Perkara) karena hal tersebut menjadi intervensi. Adapun Bibit Samad Rianto mengajak semua pihak kembali pada pemahaman awal bahwa KPK dan Polri sama-sama bekerja untuk masyarakat, yakni membuat sejahtera dan aman.

Namun Bibit memahami begitu besarnya pembelaan masyarakat terhadap KPK karena mereka berharap kepada KPK mampubekerja maksimaltanpaadanya gangguan. ”Masyarakat percaya melalui KPK-lah penegakan hukum bisa dilakukan,” katanya. Pakar komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing menilai polemik KPK-Polri berdampak besar pada aspek psikologi sosial masyarakat.

”Sehingga akan banyak gerakan baru atau kelompok baru yang bisa menjadi bentuk perlawanan terhadap penegakan keadilan di negara ini,” ujar Emrus di Jakarta, kemarin. Dalam pandangannya, tindakan-tindakan yang dilakukan Polri-KPK mempunyai beberapa kesalahan dalam menerapkan tugasnya.

Pada saat melaksanakan tugas dan proses hukum, Polri dan KPK tidaklah salah, tetapi pemilihan waktu (momentum) dalam menangkap tersangka perlu lebih dicermati lagi agar tidak menimbulkan permasalahan. ”Akan banyak spekulasi opini publik yang berkembang dalam masyarakat karena momentumnya terkesan disengaja untuk membuat suasana lebih rumit,” tuturnya.

Sebelumnya konflik KPKPolri kembali memanas setelah Bareskrim Polri menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (23/01), sekitar pukul 7.30 WIB di Depok, Jawa Barat. Bambang ditangkap karena diduga telah menyuruh orang untuk memberikan keterangan palsu di muka persidangan di Mahkamah Konstitusi atas sengketa Pilkada Kota Waringin di Kalimantan Tengah pada 2010.

Setelah menjalani pemeriksaan, dia akhirnya keluar pada Sabtu pukul 01.20 WIB. Bambang dibebaskan setelah pimpinan KPK yang diwakili Zulkarnaen dan Adnan Pandu Pradja memberikan jaminan ke pihak Bareskrim. Kepada wartawan seusai dibebaskan, Bambang mengaku dicecar delapan pertanyaan mengenai sengketa Pilkada Kota Waringin pada 2010.

Menurut dia, beberapa pertanyaan yang diajukan penyidik tidak relevan sehingga pihaknya enggan menjawab pertanyaan tersebut. ”Saya tidak menolak menjawab pertanyaan. Tapi ada beberapa pertanyaan yang secara teknis harus diklarifikasi dulu,” katanya. Dari Mabes Polri, Kepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri Irjen Pol Ronny F Sompie kembali menegaskan penanganan kasus Bambang murni atas adanya laporan yang masuk, kemudian ditindaklanjuti Polri.

Kalaupun momentumnya berdekatan dengan kasus yang tengah menjadi perhatian masyarakat, yakni kasus Komjen Pol Budi Gunawan yang diproses KPK, hal itu bukanlah kesengajaan. ”Kita tidak sedang mengaitkan penanganan kasus ini untuk dijadikan bargaining. Artinya kita betul-betul murni menangani kasus untuk menunjukkan kepada masyarakat yang melapor bahwa laporannya itu kita jembatani, tindak lanjuti,” ujar Ronny.

Sementara itu Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan tidak akan mengintervensi proses hukum yang sedang ditangani baik oleh KPK maupun Polri. Dia pun mengingatkan agar siapa pun tidak mengintervensi proses hukum yang tengah ditangani dua institusi penegak hukum tersebut.

”Agar prosesnya bisa berjalan dengan baik, jangan ada intervensi dari siapa pun, baik dari LSM, partai politik, pejabat maupun juga saya sendiri,” kata Presiden Jokowi di Jakarta kemarin dalam wawancara dengan sebuah stasiun televisi swasta. Kemarin, Jokowi kembali memanggil sejumlah pembantunya untuk membicarakan persoalan tersebut.

Mereka yang dipanggil ke Istana Negara adalah Menteri Koordinator Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno, Menkumham Yasona Laoly, Wakapolri Badrodin Haiti, dan Jaksa Agung HM Prasetyo. ”Kita akan mencarikan jalan terbaik karena Bapak Presiden menginginkan save KPK save Polri , dua-duanya tidak boleh kita anak emaskan salah satu, tapi dua-duanya kita selamatkan,” kata Menko Polhukam Tedjo Edhy saat datang ke Istana Negara Jakarta kemarin.

Tedjo mengatakan pihaknya ingin menggiatkan komunikasi antara KPK, Polri, dan Jaksa Agung. Dia mengatakan akan memediasi mereka sehingga kedua institusi tersebut terselamatkan. Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Laut itu pun berharap para pihak tidak memprovokasi massa yang membuat suasana semakin keruh. ”Jangan membakar massa, membakar rakyat, ayo kita ini, tidak boleh seperti itu. Itu suatu sikap pernyataan yang kekanak- kanakan,” kata Tedjo.

Dukungan KPK Mengalir, Adnan Pandu Dilaporkan

Aksi dukungan terhadap Bambang Widjojanto yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri terus mengalir dari berbagai elemen masyarakat. Dukungan itu diwujudkan dalam aksi damai para relawan, aktivis, dan masyarakat di Gedung KPK maupun Mabes Polri. Dalam aksinya mereka membawa sejumlah spanduk bertuliskan ”Save KPK”, ”I Love U KPK, Rakyat Butuh KPK”.

Di lain pihak, Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja dilaporkan ke Bareskrim Polri karena dituding telah menguasai saham PT Desy Timber milik keluarga almarhum Muis Murad yang berlokasi di Kecamatan Biduk-biduk, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur dengan cara yang tidak dibenarkan.

Kuasa saham PT Desy Timber Mukhlis Ramlan mengungkapkan, dalam laporan LP TBL/ 48/I/2015/Bareskrim tertanggal 24 Januari 2015, yang bersangkutan diadukan dengan pasal tindak pidana memasukkan keterangan palsu ke akta autentik serta turut serta melakukan tindak pidana Pasal 266 jo Pasal 55 KKUHP dengan terlapor Adnan Pandu Praja dan M Indra Warga Dalam.

Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Ronny Sompie mengatakan, jika laporan tersebut baru diterima Bareskrim tentu Kabiro Pembinaan Operasi akan mendistribusikan ke penyidik. Selanjutnya, penyidik akan mengkaji dan mempelajari apakah termasuk kasus pidana atau bukan.

”Kalau bukan kasus pidana tidak bisa ditindaklanjuti. Jadi laporan dikaji dulu, apalagi terlapor adalah seorang pimpinan KPK, jangan sampai Polri dianggap (melakukan) kriminalisasi. Padahal itu merupakan proses hukum. Menerima laporan masyarakat artinya Polri menerima masyarakat yang mencari keadilan,” katanya.

Sucipto/Dian ramdhani/Moh yan ysufu/Ant
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4192 seconds (0.1#10.140)