Koruptor Sontoloyo

Minggu, 25 Januari 2015 - 12:11 WIB
Koruptor Sontoloyo
Koruptor Sontoloyo
A A A
Republik koruptor. Tampaknya tepat menggambarkan kondisi kebangsaan hari ini. Hampir tak ada satu lembaga pun yang bersih dari para penyamun. Mereka berdasi dan berpakaian necis.

Namun, tiada hari tanpa merampok pundi-pundi negara. Transparency International Indonesia mengeluarkan Indeks Persepsi Korupsi 2014. Tahun ini Indonesia berada di peringkat 107 dari 175 negara dengan Indeks 34. Tahun 2013 lalu posisi Indonesia ada di peringkat 114 dengan Indeks 32. Ratarata indeks persepsi korupsi dunia dari 175 negara adalah 43, sedangkan ASEAN 39.

Meskipun peringkat Indonesia naik dibandingkan tahun lalu, posisinya masih tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga di ASEAN. Indonesia menduduki posisi kelima setelah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina dalam peringkat korupsi. Singapura merupakan negara dengan peringkat tertinggi di ASEAN, yakni di peringkat 7 dunia dengan indeks 84.

Dalam survei selama tiga tahun terakhir, Singapura selalu masuk kelompok 10 besar negara yang bersih dari korupsi. Kondisi bangsa masih jauh dari ideal. Oleh karena itu, gebrakan KPK itu perlu didukung. Salah satunya dengan terus mengebiri koruptor. Yaitu dengan menyebut koruptor sontoloyo.

Sontoloyo dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Edisi Ketiga (2005:1084), berarti konyol, tidak beres, bodoh (dipakai sebagai kata makian).Sontoloyo juga merupakan bentuk sarkasme. Artinya, penegasan terhadap sebuah peristiwa. Kata ini pernah dipopulerkan oleh Mohamad Sobary, budayawan asal Yogyakarta, saat melihat kondisi bangsa yang karut marut.

Kang Sobary, demikian sapaan akrabnya, melihat bahwa pemerintahan tidak beres. Rakyat dibiarkan mati kelaparan, sedangkan pejabat bergelimangan harta hasil korupsi. Koruptor yang dilambangkan dengan hewan tikus semakin gemuk. Sedangkan, pejabat pemerintah yang bersih dan yang seharusnya menangkap koruptor dilambangkan dengan seorang kucing kurus kering.

Kucing kurus kering kebingungan dan takut menangkap tikus, karena badannya lebih kecil. Kucing-kucing yang waras namun minoritas tak memiliki kuasa untuk membasmi tikus-tikus itu, karena ia sendiri sudah kesusahan untuk membedakan mana sesama kucing, dan mana tikus-tikus yang sebenarnya.

Jadi, meskipun, ratune ratu utama, patihe patih linuwih, pra nayaka tiyas raharja, panekare becik-becik, tak akan mampu menahan gempuran tikus-tikus rakus yang sedemikian banyaknya dan bergerak bersama, serentak sambil menelikung laksana kutu loncat atau kancil yang licik! (Nurul Huda SA: 2002).

Kemudian siapa saja yang pantas disebut koruptor sontoloyo? Koruptor sontoloyo adalah mereka yang selalu berlindung kepada mekanisme pasar untuk menghisap dan mengeruk aset kekayaan Nusantara hingga tak bersisa. Mereka juga enggan membayar pajak penghasilan. Mereka selalu berkelit jika pajak mendapat tagihan pembayaran pajak. Koruptor sontoloyo adalah mereka yang tidak memedulikan hajat hidup orang banyak.

Dana kas daerah dikeruk hingga habis untuk memuaskan nafsu bej atnya; membangun dinasti politik untuk mengamankan diri dari incaran KPK dengan mencalonkan anak, istri, dan kerabatnya untuk menjadi anggota DPR, DPRD, dan bupati/wakil bupati, gubernur/wakil gubernur. Koruptor sontoloyo adalah mereka yang dengan lantang menyatakan bahwa bencana banjir, tanah longsor, dan kekeringan adalah akibat alam yang tidak memihak, bukan karena adanya pembalakan liar.

Padahal dengan kasatmata nalar orang waras dapat melihat bahwa hutan Indonesia sudah kian punah karena perilaku frointer meminjam istilah Daniel D Shirack. Mereka pun dengan bangga menyalahkan warga, tanpa mau mencari solusi menghadang banjir. Koruptor sontoloyo adalah mereka yang menganggap memberikan kebebasan dan keleluasaan pelanggar HAM adalah sesuai dengan prosedur dan tak menyalahi aturan.

Padahal mereka sebelum menjadi pejabat dengan lantang menyuarakan akan menghukum pelanggar HAM dengan hukuman berat. Koruptor sontoloyo adalah mereka yang lebih senang memakan gaji buta daripada bekerja keras. Sebagaimana telah disinyalir Muchtar Lubis sekian tahun silam mengenai mentalitas manusia Indonesia, yang suka bersenang-senang namun enggan bekerja keras.

Koruptor sontoloyo adalah mereka yang tidak peduli dengan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mereka selalu gusar melihat manuver lawan-lawan politiknya baik dari intern maupun ekstern. Jika memang diperlukan mengerahkan seluruh “bala kurawa” untuk menghancurkan lawan politiknya. Ya, inilah potret koruptor sontoloyo di Republik Indonesia. Wallahu aWallahu alam.

BENNI SETIAWAN
Dosen di Universitas Negeri Yogyakarta,
Peneliti Maarif Institute for Culture and Humanity
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6358 seconds (0.1#10.140)