DKI Targetkan Wajib Pajak 100% dengan Sistem Online
A
A
A
JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta menargetkan kenaikan wajib pajak hingga 100% tahun ini. Optimisme tersebut bisa direalisasikan jika penerapan sistem pajak secara online berjalan sesuai rencana.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan, dalam penerapan sistem pembayaran pajak secara online, pihaknya perlu melakukan sensus pajak daerah dan pemutakhiran potensi penerimaan pajak, khususnya dengan memanfaatkan teknologi informasi. “Tahun 2014 telah diperoleh jumlah wajib pajak sebanyak 4.690. Pada 2015 ditargetkan mencapai 10.951 wajib pajak,” ujarnya kemarin.
Untuk menetapkan rencana penerimaan pajak daerah 2015, Pemprov DKI akan mempertimbangkan kondisi ekonomi makro daerah, termasuk potensi setiap jenis pajak, hasil evaluasi, dan analisis kinerja unit kerja perangkat daerah (UKPD), serta kebijakan pemerintah pusat. Selain itu, pihaknya juga menerapkan penyesuaian pengelompokan zona nilai tanah pada Pajak Bumi dan Bangunan-Perdesaan Perkotaan (PBB-P2) agar lebih menjamin asas keadilan dan akurasi data.
Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta Agus Bambang S mengaku optimistis mencapai target wajib pajak 100% dengan menerapkan sistem online. Namun, pihaknya terlebih dahulu akan memutakhirkan data wajib pajak yang ada di Jakarta. Pasalnya, database wajib pajak yang ada saat ini belum diperbarui sejak 1975 silam. Artinya banyak wajib pajak yang sudah tidak memiliki kewajiban pajak.
“Kami akan updating data berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN), kepolisian, dan Badan Intelijen Negara (BIN). Kiranya membutuhkan waktu sekitar enam bulan,” ungkapnya. Untuk menerapkan sistem online , pihaknya terkendala alat transaksi yang terkoneksi langsung dengan jaringan database milik pajak DKI. Menurutnya, para wajib pajak belum sepenuhnya memiliki kesadaran membeli alat tersebut yang nilainya mencapai Rp10 juta.
Misalnya tempat hiburan, hotel, parkir, dan restoran yang berpenghasilan rendah. Menurut mantan kepala Dinas Komunikasi dan Informasi DKI Jakarta itu, perusahaan yang berpenghasilan menengah enggan membeli alat lantaran sudah mengumpulkan sendiri pajak dari para pengunjungnya.
“Mereka berpikir untuk apa beli alat, orang mereka sudah capai mengumpulkan pajak yang disetorkan. Nah, kami akan cari solusinya. Paling mudah sih kasih kami anggaran dan akan kami belikan mereka alatnya,” ujar Agus. Selain itu, Dinas Pelayanan Pajak juga telah menaikkan pajak hiburan sebesar 35% dari sebelumnya hanya 20%. Namun, pajak hiburan tersebut dikenakan terhadap tempat hiburan yang dinilai khusus untuk orangorang berekonomi tinggi, seperti diskotek, spa, mandi uap.
Sementara untuk PBB, pihaknya bakal menaikkan menurut zona daerah komersial seperti di Casablanca dan Pondok Indah. Untuk peningkatan pajak progresif masih dievaluasi oleh Kementerian Dalam Negeri. “Dalam penerapan sistem online, kami juga bekerja sama dengan 77 bank,” ucapnya.
Bima setiyadi
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan, dalam penerapan sistem pembayaran pajak secara online, pihaknya perlu melakukan sensus pajak daerah dan pemutakhiran potensi penerimaan pajak, khususnya dengan memanfaatkan teknologi informasi. “Tahun 2014 telah diperoleh jumlah wajib pajak sebanyak 4.690. Pada 2015 ditargetkan mencapai 10.951 wajib pajak,” ujarnya kemarin.
Untuk menetapkan rencana penerimaan pajak daerah 2015, Pemprov DKI akan mempertimbangkan kondisi ekonomi makro daerah, termasuk potensi setiap jenis pajak, hasil evaluasi, dan analisis kinerja unit kerja perangkat daerah (UKPD), serta kebijakan pemerintah pusat. Selain itu, pihaknya juga menerapkan penyesuaian pengelompokan zona nilai tanah pada Pajak Bumi dan Bangunan-Perdesaan Perkotaan (PBB-P2) agar lebih menjamin asas keadilan dan akurasi data.
Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta Agus Bambang S mengaku optimistis mencapai target wajib pajak 100% dengan menerapkan sistem online. Namun, pihaknya terlebih dahulu akan memutakhirkan data wajib pajak yang ada di Jakarta. Pasalnya, database wajib pajak yang ada saat ini belum diperbarui sejak 1975 silam. Artinya banyak wajib pajak yang sudah tidak memiliki kewajiban pajak.
“Kami akan updating data berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN), kepolisian, dan Badan Intelijen Negara (BIN). Kiranya membutuhkan waktu sekitar enam bulan,” ungkapnya. Untuk menerapkan sistem online , pihaknya terkendala alat transaksi yang terkoneksi langsung dengan jaringan database milik pajak DKI. Menurutnya, para wajib pajak belum sepenuhnya memiliki kesadaran membeli alat tersebut yang nilainya mencapai Rp10 juta.
Misalnya tempat hiburan, hotel, parkir, dan restoran yang berpenghasilan rendah. Menurut mantan kepala Dinas Komunikasi dan Informasi DKI Jakarta itu, perusahaan yang berpenghasilan menengah enggan membeli alat lantaran sudah mengumpulkan sendiri pajak dari para pengunjungnya.
“Mereka berpikir untuk apa beli alat, orang mereka sudah capai mengumpulkan pajak yang disetorkan. Nah, kami akan cari solusinya. Paling mudah sih kasih kami anggaran dan akan kami belikan mereka alatnya,” ujar Agus. Selain itu, Dinas Pelayanan Pajak juga telah menaikkan pajak hiburan sebesar 35% dari sebelumnya hanya 20%. Namun, pajak hiburan tersebut dikenakan terhadap tempat hiburan yang dinilai khusus untuk orangorang berekonomi tinggi, seperti diskotek, spa, mandi uap.
Sementara untuk PBB, pihaknya bakal menaikkan menurut zona daerah komersial seperti di Casablanca dan Pondok Indah. Untuk peningkatan pajak progresif masih dievaluasi oleh Kementerian Dalam Negeri. “Dalam penerapan sistem online, kami juga bekerja sama dengan 77 bank,” ucapnya.
Bima setiyadi
(bbg)