RI Harus Tolak Lobi Australia

Rabu, 21 Januari 2015 - 11:30 WIB
RI Harus Tolak Lobi...
RI Harus Tolak Lobi Australia
A A A
JAKARTA - Sikap tegas pemerintah soal hukuman mati terhadap terpidana narkoba harus dilaksanakan konsisten. Berbagai reaksi keras maupun upaya lobi yang dilakukan negara tetangga untuk membatalkan hukuman tersebut perlu ditolak.

Eksekusi mati merupakan kewenangan Indonesia di tengah situasi darurat narkoba. Konsistensi itu hendaknya juga diterapkan kepada Pemerintah Australia. Guru besar hukum internasional Universitas IndonesiaHikmahanto Juwanamengungkapkan, sulit bagi Indonesia untuk mengabulkan permintaan Australia yang meminta dua warganya tidak dihukum mati.

”Ada tiga alasan bagi Presiden Jokowi untuk menolak lobi Australia tersebut disamping pelaksanaan hukuman mati merupakan masalah kedaulatan dan penegakan hukum di Indonesia,” kata Hikmahanto di Jakarta kemarin. Dia menjelaskan, pertama , lobi ditolak karena pemerintah tidak ingin dianggap diskriminatif lantaran sebelumnya telah mengeksekusi terpidana dari beberapa negara seperti Belanda, Brasil, Vietnam.

”Inkonsisten berarti (memberikan) perlakuan yang berbeda yang harus dicarikan alasan,” kata dia. Kedua , bila lobi Australia dikabulkan Presiden Jokowi, Presiden akan berhadapan dengan mayoritas publik Indonesia yang geram dan marah atas maraknya penyalahgunaan narkoba di Tanah Air. ”Ketiga , apabila ada inkonsistensi dari Presiden Jokowi, hal tersebut akan menjadi bola liar politik,” katanya.

Seperti diberitakan, pemerintah bersiap melanjutkan eksekusi mati terhadap para terpidana narkoba yang kasusnya berkekuatan hukum tetap. Berdasarkan data Kejaksaan Agung, masih ada 64 orang yang saat ini menantieksekusi. Duadiantaranya Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, anggota komplotan Bali Nine asal Australia.

Pemerintah Australia melalui Perdana Menteri Tony Abbott dan Menteri Luar Negeri Julia Bishop secara intensif melakukan lobi kepada Pemerintah Indonesia, baik ke Presiden Jokowi maupun Menlu Retno Marsudi, agar dua warganya tidak dieksekusi mati. Jaksa Agung M Prasetyo memastikan eksekusi lanjutan sedang disiapkan. Kejagung tidak akan terpengaruh dengan berbagai tekanan, baik dari dalam maupun luar negeri.

Setidaknya 60 terpidana mati kasus narkoba segera berhadapan dengan regu tembak. ”Indonesia tidak akan mundur. Kita jalan terus. Indonesia harus diselamatkan,” kata dia. Menurut Prasetyo, narkoba bukan lagi kejahatan yang hanya melibatkan satu negara, tetapi telah menjadi sindikat antarnegara. Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman mendukung langkah pemerintah menerapkan hukuman mati.

Hukuman berat itu merupakan pembelajaran kepada gembong narkoba. Selain itu, sanksi ini harus dilihat pula dari banyaknya korban yang berjatuhan akibat obat-obatan terlarang. Sementara itu, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi meminta masyarakat tidak perlu khawatir atas hubungan diplomatik RI dengan sejumlah negara sahabat setelah adanya eksekusi mati terpidana narkoba.

Menurutnya, pemanggilan kembali duta besar Brasil dan Belanda merupakan hal wajar. ”Ada komunikasi antara Presiden Brasil dan Belanda dengan Indonesia. Presiden (Jokowi) juga menyampaikan ketegasan Pemerintah Indonesia dalam penegakan hukum kejahatan narkotika,” kata Retno.

Vietnam Jatuhkan Vonis Mati

Sikap tegas terhadap terpidana narkoba juga ditunjukkan Pemerintah Vietnam. Kemarin, 8 dari 13 terdakwa kasus narkoba yang menjalani sidang selama dua pekan di Pengadilan Rakyat Hoa Binh dijatuhi hukuman mati. Sementara itu, 5 terdakwa lainnya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Delapan terdakwa yang dijatuhi hukuman mati itu terdiri atas 7 laki-laki dan 1 perempuan.

Mereka terbukti bersalah telah mengedarkan heroin sebanyak 180 kg di wilayah Pegunungan Hoa Binh. Pihak pengadilan menjatuhkan hukuman terhadap tersangka sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di negara itu. Pengadilan Hoa Binh mengakui kasus narkoba kali ini menjadi kasus yang paling besar jika didasarkan pada jumlah pelaku. Karena itu, hakim memerlukan waktu yang sangat panjang untuk memproses kasus ini.

”Pelaku patut mendapatkan hukuman yang berat karena kerusakan akibat narkoba sangat jelas,” kata salah satu hakim. Polisi melakukan operasi penggerebekan pada 15 Juni 2011 di Hoa Binh. Saat itu mereka menangkap puluhan tersangka dan mengamankan narkoba dalam jumlah besar.

”Saat itu petugas gabungan dari Drug Crime Investigation Department dan Provinsi Hoa Binh memeriksa sebuah mobil di Jalan Raya 6 National wilayah Phong Phu Commune, Tan Lac, Hoa Binh, menuju Son La-Hoa Binh. Polisi kemudian kontak senjata dengan sopir Vu NgocSon asal Provinsi Bac Giang,” demikian bunyi pernyataan pengadilan seperti dikutip Vietnamnews

Muh shamil/Ant
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0936 seconds (0.1#10.140)