Pemerintah Rekrut 1.000 Guru

Selasa, 20 Januari 2015 - 14:02 WIB
Pemerintah Rekrut 1.000...
Pemerintah Rekrut 1.000 Guru
A A A
JAKARTA - Pemerintah memulai pengangkatan calon pegawai negeri sipil (CPNS) guru yang akan ditempatkan di kawasan terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). Total ada 1.000 guru yang akan ditempatkan di daerah tersebut.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan mengatakan, pemerintah tahun ini membuka formasi pengangkatan 1.000 CPNS guru untuk kawasan 3T untuk mengisi kekurangan guru di daerah khusus tersebut. Formasi ini disediakan khusus bagi para peserta program Sarjana Mendidik di Daerah 3T (SM-3T) yang telah mendidik satu tahun di sekolah di daerah 3T.

Namun untuk dapat mengikuti seleksi, mereka juga harus telah lulus Pendidikan Profesi Guru (PPG). “Kami lakukan pengangkatan guru di kawasan 3T yang selama ini tidak menjangkau siswa-siswi di sana, karena pendidikan harus menjangkau semua termasuk di kawasan terpencil,” katanya di kantor Kemendikbud kemarin.

Anies mengatakan, peserta yang lulus seleksi akan diangkat menjadi CPNS daerah dengan jabatan tenaga fungsional guru dan ditempatkan di salah satu dari 29 kabupaten di daerah 3T. Berdasarkan data, jumlah peserta yang telah mendaftar 1.481 orang. Mereka akan mengikuti seleksi tes kompetensi dasar (TKD) pada 19-20 Januari. Ujian dilaksanakan di sejumlah universitas di antaranya Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).

Peserta yang dinyatakan lulus TKD kemudian mengikuti seleksi administrasi tes kompetensi bidang. Setelah itu dilanjutkan pengumuman kelulusan CPNS. Anies berharap distribusi guru berbagai kawasan di Indonesia bisa merata, khususnya pada daerah 3T. Mendikbud melihat banyak terjadi sekolah yang kelebihan guru, sedangkan di tempat lain terdapat sekolah yang kekurangan guru.

Menurut dia, pemerataan distribusi guru sangat perlu dipikirkan, tetapi peningkatan kualitas guru pun menjadi salah satu hal utama dari pengalokasian dana transfer daerah. Di samping itu, pemerintah harus membuat mekanisme dan skema yang lebih jelas. Petunjuk teknis harus lebih jelas agar pemanfaatan anggaran yang menjadi prioritas tidak bervariasi dan optimal.

Selain itu, juga perlu adanya sinkronisasi peraturan mendikbud, menteri dalam negeri, dan menteri keuangan, sehingga pada lintas kementerian dapat menjalankan prioritas perluasan akses pendidikan di daerah 3T. Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Djaali mengatakan, selama ini pemerintah tidak tegas dalam distribusi guru.

Pemerintah selalu mengatakan rasio kebutuhan guru selama ini cukup di daerah, namun faktanya tenaga pendidik ini tidak pernah sampai ke daerah 3T. Guru Besar Penelitian dan Evaluasi Pendidikan UNJ ini menyatakan, penempatan 1.000 guru masih kurang karena luasnya cakupan daerah 3T yang kekurangan guru.

Solusi dari pemerintah melalui pengangkatan guru CPNS juga masih kurang sehingga perlu langkah taktis lain dari pemerintah. Djaali menyarankan perlu ada pemetaan kekurangan guru dulu sebelum pengangkatan. “Mana saja daerah yang perlu didahulukan untuk pengisian guru, itu penting biar guru tidak menumpuk di daerah tertentu saja,” ujarnya.

Mantan direktur pascasarjana UNJ ini melanjutkan, koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah juga sangat kurang dalam distribusi guru ini. Dia menyesalkan karena pemerintah pusat hanya bertanggung jawab pada tahap awal, yakni di proses pengangkatan dan pembinaan saja, sedangkan urusan distribusi guru ditempatkan di mana saja yang menentukan masih kabupaten kota.

Sementara jika berbicara pendidikan di daerah akan sulit lagi untuk memantaunya, karena menjadi otonomi daerah masing-masing. Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo berpendapat, dibutuhkan sentralisasi distribusi guru agar semua daerah tercukupi tenaga pendidik ini. Pasalnya, selama ini koordinasi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat sangat jelek sehingga daerah sewenang- wenang memindahkan guru ke daerah yang kelebihan guru.

Di sisi lain, pemerintah pusat pun menutup mata dengan keadaan yang ada hanya karena alasan otonomi daerah. Padahal sesuai undang-undang, pemerintah pusat ikut bertanggungjawab atas keadaan ini. “Sangat memprihatinkan koordinasi yang lemah antara pusat dan daerah ini. Lagi-lagi siswa yang menjadi korban karena pemerintah tidak cakap mendistribusikan guru,” ungkapnya.

Neneng zubaidah
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0821 seconds (0.1#10.140)