Pemerintah Lanjutkan Eksekusi Mati

Selasa, 20 Januari 2015 - 12:54 WIB
Pemerintah Lanjutkan...
Pemerintah Lanjutkan Eksekusi Mati
A A A
JAKARTA - Reaksi keras pemerintah Brasil dan Belanda tidak mengubah sikap Indonesia soal hukuman mati. Pemerintah siap melanjutkan eksekusi terhadap para terpidana kasus narkoba, termasuk dua warga Australia.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Tedjo Edhy Purdijatno menegaskan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menyatakan komitmen untuk menolak grasi para terpidana mati kasus narkoba. Keputusan ini final dan tidak akan berlaku tebang pilih. ”Semua yang kasusnya inkracht (berkekuatan hukum tetap), permohonan grasinya ditolak, tak terkecuali warga negara asing,” kata Tedjo di Istana Negara Jakarta kemarin.

Dia menegaskan, pemerintah tidak khawatir mengenai respons negara lain terkait eksekusi mati ini, sebab yang dilakukan pemerintah adalah menegakkan hukum. ”Kalau hukum tidak kita tegakkan, kita akan selalu dipermainkan oleh negara lain,” kata mantan KSAL ini. Jaksa Agung M Prasetyo mengungkapkan, pihaknya sedang mempersiapkan eksekusi tahap kedua untuk sejumlah terpidana mati.

Namun, dia tidak memaparkan siapa saja dan kapan pelaksanaan hukuman itu dilaksanakan. ”Diprioritaskan terpidana kasus narkoba. Nanti kita lihat. (Eksekusi) biasanya kan sudah selesai semua proses hukumnya,” kata dia. Presiden Jokowi memastikan bakal menolak permohonan grasi 64 terpidana mati kasus narkoba.

Keputusan ini diharapkan menjadi efek jera sekaligus ancaman bagi para produsen, pengedar, dan pemakai obatan-obatan terlarang itu menjalankan operasi di Indonesia. Di antara 64 terpidana, enam orang yang grasinya ditolak telah ditembak mati, Minggu (18/1). Puluhan lainnya kini dalam proses menunggu. Pelaksanaan eksekusi mati itu menuai respons keras dari beberapa negara.

Brasil dan Belanda menarik duta besarnya dari Jakarta lantaran tidak terima atas kebijakan pemerintah Indonesia tersebut. Presiden Brasil Dilma Rousseff menyatakan penarikan duta besar sebagai bentuk protes atas eksekusi mati warganya, Marco Archer Cardoso Moreira, 53. Hal sama dilakukan Belanda yang memprotes hukuman mati warganya, Ang Kim Soei.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, pemerintah Indonesia intensif menjalin komunikasi dengan negara- negara lain, terutama mengenai aturan hukum yang berlaku di Indonesia. Dalam kasus kejahatan narkoba, hukuman mati merupakan upaya penegakan hukum yang harus dihormati siapa pun. ”Karena kalau kita lihat dari data, semuanya menunjukkan kita dalam situasi yang darurat,” ujar Retno.

Dia memaparkan, dari segi peredaran narkoba dan besarnya nilai transaksi di ASEAN, 43% di antaranya berada di Indonesia. Karena itu, data ini harus menjadi acuan komunikasi dengan negaranegara sahabat bahwa Indonesia serius dalam memerangi kejahatan narkoba. ”Jadi, kita ingin pihak lain juga melihat secara jernih isu ini adalah isu kejahatan narkoba sangat serius yang dapat mengganggu hidup bangsa Indonesia. Jadi, kita sudah komunikasikan soal ini sejak awal dan saya kira hal seperti ini akan terus kita lakukan,” ujarnya.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir menambahkan, surat pemberitahuan resmi mengenai penarikan dubes Brasil telah diterima Kemlu pada Minggu (18/1). Pada saat bersamaan, Kemlu juga menerima surat yang sama dari pemerintah Belanda. ”Indonesia menghargai langkah kedua negara. Selain itu, Indonesia tetap terbuka melakukan komunikasi,” kata dia.

Kepala Bagian Hubungan Masyarakat BNN Kombes Pol Sumirat Dwiyanto mengungkapkan hal senada. Menurut dia, Indonesia tidak akan terpengaruh dengan tekanan apa pun dari negara-negara asal terpidana mati yang dieksekusi tersebut. Pasalnya, pelaksanaan hukuman mati sesuai dengan hukum dan perundangundangan Indonesia. ”Eksekusi tersebut sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,” ujarnya.

Sumirat menambahkan, berdasarkan hukum, hak-hak dari semua terpidana mati tersebut sudah terpenuhi dengan diberikannya banding, kasasi, grasi, ataupun peninjauan kembali. ”Ini adalah hukum di negara kita. Selain itu, eksekusi tersebut statusnya sudah punya kekuatan hukum tetap, jadi harus dilaksanakan,” katanya.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Niam Sholeh mengingatkan, hukuman mati untuk para pelaku kejahatan narkoba justru untuk melindungi hak hidup manusia dan anak bangsa. Narkoba menjadi ancaman serius bagi masa depan anak-anak Indonesia.

”Langkah tegas terhadap penjahat narkoba tanpa kompromi adalah wujud nyata komitmen perlindungan anak dan komitmen untuk menyelamatkan anak,”katanya. Niam menuturkan, sedikitnya 4,5 juta masyarakat Indonesia telah menjadi pemakai narkoba. Dari jumlah itu, 1,2 juta sudah tidak bisa direhabilitasi karena sudah sangat parah dan antara 30-40 orang setiap harinya meninggal dunia karena narkoba.

Lobi Australia

Menteri Luar Negeri (Menlu) Australia Julie Bishop mengaku sedang berupaya keras menyelamatkan warganya, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, dua terpidana mati kasus narkoba yang kini sedang menunggu eksekusi. Upaya negosiasi melalui surat dipastikan telah gagal.

”Menlu Indonesia sudah membalas dan menyatakan menolak permohonan kami. Indonesia mengklaim menghadapi krisis peredaran narkoba. Mereka yakin hukuman mati harus diterapkan,” kata Bishop, dikutip ABC, kemarin. Dia menuturkan, pemerintah Australia belum menyerah terkait negosiasi ini. Lobi-lobi itu antara lain dilakukan dengan mengirimkan surat kepada presiden Indonesia oleh perdana menteri Australia. Dia pun akan kembali mengirim surat serupa untuk menlu Indonesia.

”Kami akan terus berusaha semampu kami,” katanya. Untuk diketahui, Myuran dan Andrew Chan ditangkap di Bandara Ngurah Rai pada 2005 karena terbukti hendak menyelundupkan 8,3 kg heroin ke Bali. Dua orang ini merupakan bagian dari sindikat narkoba berjumlah sembilan orang, yang kemudian dikenal dengan sebutan Bali Nine.

Mereka saat ini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Kerobokan, Denpasar. Myuran dan Chan divonis mati pada 2006, sedangkan tujuh lainnya diganjar hukuman bervariasi antara 20 tahun hingga seumur hidup. Permohonan grasi Myuran telah ditolak. Adapun untuk Chan, Presiden belum memberikan jawaban. Namun diindikasikan, dia bakal bernasib sama.

Disinggung soal rencana penarikan duta besar Australia untuk Indonesia sebagaimana dilakukan Belanda dan Brasil, Bishop memastikan hal tersebut tidak akan dilakukan. ”Justru, duta besar akan diminta melancarkan proses negosiasi ini sebelum putusan mengenai eksekusi dikeluarkan,” katanya.

Menurut dia, pemerintah Australia optimistis negosiasi akan berhasil karena proses rehabilitasi dua warganya (terpidana Bali Nine) berjalan dengan baik. Bishop mengaku sudah bertemu dengan keluarga para terpidana di Australia akhir pekan lalu. Dia mencoba menenangkan mereka dengan memberikan jaminan bahwa pemerintah akan berusaha melindungi setiap warga negaranya di luar negeri. Bishop menekankan bahwa Australia sudah lama menentang hukuman mati.

Mereka juga menentang eksekusi mati terhadap warga negara Australia di negara mana pun. ”Saya pikir mengeksekusi pelaku bukan jawaban yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan pengedaran narkoba,” kritik wakil ketua Partai Liberal itu. Kendati demikian, Bishop menyadari aturan hukum di setiap negara berbeda-beda. Karena itu, dia mengimbau semua warga Australia ke depannya harus mengetahui, memahami, dan mengikuti aturan yang berlaku di negara bersangkutan.

Kritik Presiden

Tidak hanya dari negara tetangga, respons keras atas pelaksanaan hukuman mati juga datang dari dalam negeri. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bersama sejumlah organisasi masyarakat lain seperti Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), Imparsial, Setara Institute, dan MigrantCare mengkritik langkah Presiden Jokowi karena eksekusi justru merugikan negara dan bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM).

Di tempat terpisah, mantan Juru Bicara Satgas TKI Yang Terancam Hukuman Mati, Humphrey Djemat mengingatkan, eksekusi mati yang dilakukan saat ini akan berdampak pada sikap negara-negara lain seperti Arab Saudi, Malaysia dan China, di mana ada sejumlah WNI/TKI yang divonis mati dan kini tinggal menunggu eksekusi.

”Berdasarkan pengalaman saat menjadi Satgas TKI, sangat sulit meyakinkan negara asing untuk tidak menjatuhkan eksekusi mati terhadap WNI/TKI kita yang telah dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan di negara tersebut,” katanya.

Rarasati syarief/Muh shamil/Dian ramdhani/Ant
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7258 seconds (0.1#10.140)