IMD, Keajaiban Emosional Pertama Ibu dan Bayi

Senin, 19 Januari 2015 - 10:53 WIB
IMD, Keajaiban Emosional Pertama Ibu dan Bayi
IMD, Keajaiban Emosional Pertama Ibu dan Bayi
A A A
APA itu inisiasi menyusui dini (IMD)? Utami menjelaskan, IMD dilakukan pada jam pertama pascapersalinan dengan catatan kondisi ibu dan bayi stabil.

Begitu lahir dan dimandikan, bayi langsung diletakkan di dada ibunya. Dengan begitu, kulit ibu melekat pada kulit bayi minimal satu jam. Ketika kulit bayi menempel pada badan ibunya, kulit ibu akan langsung menyesuaikan suhunya dengan suhu yang dibutuhkan sang bayi. Dada ibu yang disiapkan Tuhan untuk bayi bukan inkubator.

Semua bayi yang diletakkan ke dada ibunya akan menciumi telapak tangannya karena bau dan rasanya akan timbul di sekitar payudara. Bau tersebut yang akan menuntun si bayi ke payudara si ibu. Sesungguhnya bukan menemukan puting ibu yang terpenting di sini melainkan bagaimana kulit ibu dan anak saling bersentuhan membangun ikatan emosi.

”Setiap gerakan bayi di dada ibunya pun ada tujuannya. Misalnya, kakinya menekan-nekan tepat di atas rahim untuk membantu mengeluarkan ari-ari. Si bayi menjilati kulit ibunya untuk menelan bakteri baik yang akan berkembang di usus menjadi bakteri baik penjaga usus,” terang Utami.

Si bayi lalu mengentakkan kepalanya di payudara ibunya agar ASI keluar lalu minum. Setelah proses IMD, ibu dan bayi dirawat dalam satu kamar selama 24 jam. Tempat tidur bayi harus dalam jangkauan tangan ibu sebagai upaya memelihara keterikatan yang telah terjadi antara ibu dan anak lewat IMD. ”IMD sudah dilakukan di luar negeri sejak 1991, jika hingga kini di Indonesia masih ada yang belum melakukan IMD berarti sudah jauh tertinggal,” jelas Utami.

Apa pentingnya melakukan IMD? Utami memaparkan, setiap bayi yang dilahirkan mengalami trauma. Dalam kandungan, bayi merasa nyaman karena dipeluk hangat oleh rahim, ketuban yang selalu berganti seperti membelai, dan diayun oleh setiap napas ibunya. Ketika setelah lahir langsung diletakkan di dada ibunya, maka bayi akan merasakan kembali kenyamanan tersebut sehingga lebih cepat tenang.

Menurut Utami, dengan adanya kekuatan hukum, pihak rumah sakit atau klinik yang menolak IMD dan rawat gabung bisa mendapatkan teguran tertulis hingga pencabutan izin praktik. Sebuah studi yang diterbitkan Majalah Pediatricspada 2006 mengungkapkan bahwa IMD mengurangi peluang kematian bayi baru lahir hingga 22% karena melindunginya dari masalah infeksi, diare, hipotermia, dan pernapasan.

Sudah banyak bidan yang selama ini mengikuti protokol standar dalam perawatan persalinan normal tergugah setelah bertemu Utami dan mendapat pemaparan mengenai IMD. Biasanya, mereka langsung memisahkan bayi baru lahir dari ibunya. Namun film yang diputar Utami hampir di setiap dia tampil sebagai pembicara begitu menyentuh.

Dalam film itu ada adegan bayi yang baru lahir merangkak naik menuju payudara ibunya kemudian berusaha meraih puting lalu meminum ASI. Itu adalah salah satu keajaiban dalam kehidupan pertama seorang insan. Menurut Utami, saat ini kepedulian dan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pemberian ASI ekslusif dan IMD menunjukkan perkembangan menggembirakan.

Permintaan para calon ayah dan ibu untuk IMD semakin tinggi. Sayangnya, pasangan yang meminta IMD seusai persalinan masih didominasi kalangan menengah ke atas, belum merata. Sementara kalangan menengah bawah relatif masih lebih percaya pada susu formula. Maka Utami pun lebih menggencarkan kampanye tentang ASI ekslusif dan IMD ke masyarakat di berbagai pelosok.

Sepanjang 2014 lalu, dia melakukan hampir 60 perjalanan udara ke sejumlah daerah untuk menyosialisasikan dan mengedukasi masyarakat di pedalaman Indonesia soal ASI. Di daerah pelosok, ibu dua putra ini melakukan pendekatan melalui kepala adat atau tokoh masyarakat setempat. Dia juga mengutip ayat-ayat kitab suci dari mayoritas agama masyarakat di daerah yang didekatinya agar lebih menggugah.

Utami pernah mendapatkan bimbingan dari 30 tengku dan ustaz di Nangroe Aceh Darussalam juga dari tuan guru di Lombok, serta pastor, frater, dan romo di seminari Kupang dan Larantuka. ”Pendekatannya melalui agama karena masih kuat. Masyarakat setempat akan lebih mendengarkan apa yang disampaikan oleh tokoh agama atau kepala adat,” ungkap peraih gelar MBA dari University of the City of Manila, Filipina ini.

Beberapa tahun sebelumnya, Utami bersama United States Agency for International Development (USAID) keliling Indonesia melakukan kampanye ASI ekslusif dan IMD. Sasaran utamanya adalah para bidan mengenai pentingnya bayi yang baru dilahirkan segera diberi ASI ibunya pada saat pertama. Utami juga kerap diundang menjadi pembicara tentang ASI di dalam maupun di luar negeri oleh berbagai LSM hingga badan PBB untuk kesehatan yakni World Health Organization (WHO).

Utami tampak begitu menikmati perannya sebagai aktivis ASI. Dia sangat bersemangat menceritakan beberapa pengalaman yang dialaminya. Salah satu yang paling berkesan adalah ketika diundang sebagai pembicara dalam forum Clinton Global Initiative di Washington DC, AS, pada 2008.

Dia diundang karena sebulan sebelumnya berbicara mengenai IMD di Global Health Forum Conference di New York. Pengalaman sebagai pembicara di Globah Health Forum Conference tersebut membuka mata Utami bahwa tak hanya di Indonesia tapi di sejumlah negara lain pun kesadaran mengenai pentingnya ASI ekslusif dan IMD masih rendah.

”Jadi perjalanan mengampanyekan dan mengedukasi masyarakat terkait ASI masih panjang. Perlu partisipasi aktif dari lebih banyak orang dan kalangan termasuk media massa,” pungkas pemilik akun twitter @drUtamiRoesli ini.

Ema malini/Dina angelina
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2119 seconds (0.1#10.140)