DPR Sarankan Presiden Minta Fatwa MA

Senin, 19 Januari 2015 - 09:50 WIB
DPR Sarankan Presiden...
DPR Sarankan Presiden Minta Fatwa MA
A A A
JAKARTA - Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunda pelantikan Komjen Pol Budi Gunawan yang telah disetujui DPR sebagai kapolri dan penunjukan Komjen Pol Badrodin Haiti sebagai pelaksana tugas (plt) dinilai masih berpotensi menimbulkan permasalahan serius ke depannya.

Untuk itu, Presiden disarankan untuk meminta fatwa Mahkamah Agung (MA) agar keputusan yang diambil tidak rawan menjadi polemik yang berkepanjangan. “Kalau saya sebagai ketua Komisi III ditanya soal bagaimana seharusnya Presiden bersikap, ya dilantik karena itu sudah keputusan DPR sesuai dengan konstitusi. Tapi kalau bimbang, karena adanya protes dan tekanan dari berapa pihak, silakan minta pandangan hukum MA,” kata Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin kepada KORAN SINDO kemarin.

Aziz menjelaskan, komisi yang dipimpinnya sudah bekerja dan mengeluarkan keputusan berdasarkan konstitusi. Diawali dari masuknya surat Presiden mengenai calon kapolri, DPR kemudian dengan tahapan sesuai dengan ketentuan memprosesnya, melakukan fit and proper test , dan keputusannya sudah disetujui dalam rapat paripurna.

“Karena kalau dengan seperti keputusan sekarang ini, kalau dibiarkan terus akan semakin keruh,” ujarnya. Dengan pandangan hukum dari MA nanti, Presiden bisa punya legitimasi untuk mengeluarkan keputusan apakah mau melantik Budi Gunawan atau tidak. Sebab kalau dengan keputusan sekarang ini tidak jelas sampai kapan masa tugas plt kapolri dan kapan Budi Gunawan dilantik.

Hal ini mengingat bahasa Presiden bukanlah membatalkan pelantikan kapolri yang disetujui DPR, melainkan menunda. “Dan saya tentu tidak bisa melarang atau menghalangi sikap dan reaksi teman-teman di DPR seperti yang sudah dikatakan di media belakangan ini,” ungkapnya.

Menurut Aziz, yang berpotensi menjadi polemik tak hanya mengenai penundaan pelantikan Budi Gunawan, tetapi juga soal penunjukan plt kapolri mengingat perihal itu sudah ada aturannya dalam UU Nomor 2/2002 tentang Polri.

Aziz lantas mengutip Pasal 11 ayat 5 UU Polri yang berbunyi: “Dalam keadaan mendesak, presiden dapat memberhentikan sementara kapolri dan mengangkat pelaksana tugas kapolri dan selanjutnya dimintakan persetujuan DPR.” Senada, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Trimedya Panjaitan mengatakan fatwa MA dibutuhkan karena sekarang posisi Presiden dilematis.

Di satu sisi ada keputusan DPR dan di sisi lain ada status tersangka yang ditetapkan KPK. Trimedya mengungkapkan, bisa saja nanti misalnya fatwa MA berisi perintah agar Presiden melantik Budi Gunawan untuk kemudian di hari yang sama memberikan cuti tanpa tanggungan sampai ada keputusan hukum Budi Gunawan.

Jika itu yang terjadi, akan secara otomatis Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti sesuai dengan undang-undang akan menjalankan tugas-tugas kapolri sampai masa cuti Budi Gunawan selesai sejalan dengan kepastian hukum yang dihadapinya. “Itu sangat dimungkinkan karena sudah ada keputusan DPR yang tentu Presiden tidak bisa begitu saja menafikannya,” sebutnya.

Sementara itu, pakar hukum tata negara Margarito Kamis menilai langkah Jokowi tidak dibenarkan dalam UU Polri. “Kenapa Sutarman diberhentikan? Apakah Sutarman memasuki usia pensiun? Apa Sutarman melakukan hal tercela, melakukan pelanggaran? Tidak! Di mana alasan mendesaknya? Reformasi ini ada karena tidak mau ada kesewenangan-wenangan dari penguasa,” ujar Margarito kemarin.

Dia berpendapat, Jokowi seharusnya mengangkat Budi Gunawan. Apalagi Budi telah mendapat persetujuan DPR melalui rapat paripurna. Mantan Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara itu menambahkan tidak ada undang-undang atau peraturan di Indonesia yang melarang tersangka menempati jabatan tertentu.

Dia menyarankan agar Presiden mengikuti hukum dan aturan yang ada dan tidak hanya menggunakan rasa atau norma baik buruk dalam membuat keputusan melantik Budi Gunawan. Jika dibiarkan berlarut-larut, menurut dia, lembaga kepresidenan dan kepolisian akan terus terganggu dan yang lebih parah adalah terjadinya badai tata negara di pemerintahan Presiden Jokowi.

Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran Muradi mengatakan masalah pelantikan kapolri yang ditunda Presiden Jokowi sebenarnya berasal dari institusi Polri sendiri yang diduga melibatkan beberapa oknum yang memperebutkan kekuasaan.

“Masalah Polri selalu muncul dari (lingkup) internal dan tidak hanya single actor. Beberapa oknum Polri melakukan manuver untuk mendapatkan kekuasaan,” kata Muradi di Jakarta kemarin.

Rahmat sahid/ Sindonews/ant
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6264 seconds (0.1#10.140)