Melestarikan Budaya melalui Karnaval

Minggu, 18 Januari 2015 - 09:49 WIB
Melestarikan Budaya...
Melestarikan Budaya melalui Karnaval
A A A
Kekayaan budaya Indonesia tidak diragukan lagi banyak yang berasal dari berbagai daerah. Sayangnya kekayaan budaya itu belum tergali maksimal. Berbagai daerah pun mencoba memperkenalkan budayanya lewat ajang karnaval ataupun festival.

Kekayaan budaya Indonesia yang sangat beragam membuat banyak sekali pertunjukan karnaval atau festival di Tanah Air. Beberapa di antaranya yang sudah terkenal adalah Jember Fashion Carnaval, Bali Kite Festival, Yogyakarta Arts Festival, Erau International Folklore and Art . Sesungguhnya budaya karnaval atau festival sudah dimiliki Indonesia sejak dahulu. Hal itu terlihat dari acara arakarakan pawai 1 Syura di Solo atau Ngaben di Bali.

Semua itu merupakan bentuk karnaval dalam hal tradisi. Namun berbeda dengan saat ini, karnaval lebih menarik dan berkembang karena sentuhan industri kreatif. Karnaval bukan hanya menunjukkan tradisi, tetapi juga menampilkan berbagai kreativitas anak bangsa. Contohnya keberadaan kostum-kostum bertema tertentu dalam karnaval. Wajar saja bila Indonesia disebut sebagai negara 1.000 karnaval.

Peserta yang ikut karnaval juga beragam, ada komunitas pencinta tari, komunitas musik daerah, desainer-desainer kostum yang masing-masing menampilkan karyanya kepada masyarakat. Salah satu peserta yang sering mengisi berbagai karnaval baik di dalam maupun luar negeri adalah Red Batik Solo. Komunitas anak-anak muda Kota Solo itu membuat kostum karnaval dari bahan-bahan alam dan pasar tradisional seperti rotan, bambu, dan biji-bijian.

Pemimpin Komunitas Red Batik Solo Heru Mataya Prasetya mengatakan, karnaval merupakan suatu wadah dan tempat yang pas untuk berekspresi. ”Penonton pun lintas sosial dan lintas profesi sehingga acara karnaval dapat menginspirasi banyak orang,” ujarnya. Selain itu, tujuan lain mereka berpartisipasi pada karnaval adalah ingin membangun anak muda kreatif yang berbudaya.

”Membangkitkan daya kreatif itu bisa dengan berbagai cara. Bahan-bahan di sekitar kita dan yang ada di pasar itu bisa jadi sesuatu yang menarik apabila dapat dimanfaatkan oleh anak-anak muda kreatif,” jelasnya. Red Batik Solo yang sudah berdiri tiga tahun itu pernah mengikuti lebih dari 30 gelaran karnaval. Salah satunya di China, Korea, Belanda, dan Prancis.

”Pada pertengahan Desember kemarin, kami mengikuti karnaval Macau Parade. Red Batik Solo menjadi wakil Indonesia dan Asia Tenggara,” ungkapnya. Sebenarnya selama ini keikutsertaan Red Batik Solo dalam karnaval itu dilakukan secara mandiri. ”Rasa kecintaan terhadap kota dan budaya yang ada dapat dilestarikan dengan pertunjukan karnaval,” paparnya. Heru mengatakan, biasanya pemerintah memberikan bantuan berupa kemudahan perizinan dan dana untuk menggelar karnaval.

Selain menjadi peserta acara karnaval, Red Batik Solo juga menjadi konseptor. Namun tidak semua acara karnaval juga diikuti Red Batik Solo. ”Kalau kita tertarik saja dan karnaval mana yang kelasnya bagus dan berpotensi, kita ikut,” urainya. Heru mengaku biasanya membutuhkan waktu tiga bulan sebelum berpartisipasi pada acara karnaval. Waktu itu dibutuhkan untuk merencanakan konsep dan membuat kostum-kostum menarik.

Red Batik Solo yang sudah beranggotakan 50 orang itu telah banyak mendapatkan apresiasi dari berbagai kalangan. ”Masyarakat antusias dan bersemangat mengikuti acara. Bahkan ikut mendokumentasikan. Secara garis besar, masyarakat juga membutuhkan tontonan,” ungkapnya.

Heru mengatakan, ada kepuasan tersendiri yang dirasakan masyarakat apabila menyaksikan karnaval secara langsung. Apalagi karnaval yang dipertunjukkan merupakan budaya daerah dari Sabang sampai Merauke. Bagi Heru, karnaval bukan hanya kegembiraan. Karnaval di Indonesia harus dikelola dan ditangani secara serius. Sudah saatnya ada kesungguhan dalam mengelola karnaval.

”Karnaval di daerah-daerah harus lebih terencana, berkonsep yang berbeda-beda, dan lebih kreatif. Pengelolaan manajemen produksi, pengelolaan penonton (harus baik) sehingga punya kualitas internasional,” jelasnya. Menurut Heru, penting sekali menciptakan sinergi antara pemerintah, penyelenggara karnaval, dan pengisi acara yang melibatkan budayawan, seniman, perajin.

Semua elemen pendukung karnaval harus lebih terencana dan terstruktur. ”Hal itu yang masih kurang diperhatikan. Sudah saatnya Indonesia mengolah kebudayaan menjadi hal yang menarik dan serius seperti karnaval di luar negeri,” ujarnya. Sementara itu, Dirjen Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya Kementerian Pariwisata Ahman Sya mengatakan, pemerintah mendukung setiap festival yang diinisiasi komunitas untuk memperkokoh ketahanan budaya dan nasionalisme.”

Output yang diharapkan adalah dari sisi ekonomi kreatif. Kami mendorong agar budaya menjadi sumber inspirasi bagi kesejahteraan masyarakat. (Jalannya) melalui peningkatan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, penciptaanlapangankerja, pengurangan kemiskinan, dan kepedulian terhadap lingkungan hidup,” jelasnya.

Untuk di daerah, menurut Ahman, karnaval yang dilangsungkan merupakan tanggung jawab pemerintah daerah masing-masing. ”Kita fasilitasi yang punya nilai jual tinggi. Baik di nasional maupun internasional. Tapi tetap berkoordinasi dalam upaya mendorong gebyar budaya Indonesia,” ungkapnya kepada KORAN SINDO kemarin.

Ahman menjelaskan, selama ini yang bertanggung jawab bukan hanya Kementerian Pariwisata, tetapi juga Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, terutama dalam sisi kreasi. Adapunfasilitasyang diberikan tidak harus berbentuk materi, tetapi juga bentuk lain seperti fasilitasi jejaring.

”Kementerian Pariwisata dalam sisi inkubasi dan mengantarkannya kekomersialisasi. Selain itu, kita punya forum rapatkerjapara kepaladinasBudparse-Indonesia untuk mengatur koordinasi antardaerah,” ujarnya.

Dina Angelina
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0891 seconds (0.1#10.140)